Mohon tunggu...
Handila
Handila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Universitas Darussalam Gontor

Mahasiswa And Researcher

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Muhammad Abduh: Tajdid Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

12 November 2023   20:46 Diperbarui: 12 November 2023   21:47 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

            Melihat pendidikan yang seperti itu Muhammad Abduh bergagas mereformasi sistem pendidikan yang ada. Pada waktu itu Ia berusaha untuk mengubah sistem pendidikan al-Azhar karena kampus ini merupakan rujukan utama bagi umat islam. Dalam hal ini ia memasukkan bebrapa pembaharuan: pertama, Untuk dapat menghidupkan kembali intelektuaisme mahasiswa al-Azhar ia berusaha memasukkan mata kuliah Filsafat kedalam kurikulumnya karena menurutnya dengan filsafatlah kehidupan intelektual akan maju; Kedua, agar ulama-ulama mahir dalam kebudayaan modern setra memiliki penyelesaian persaaolaan yang baik, Abduh berusaha untuk memasukkan ilmu pengetahuan modern didalam al-Azhar.[14] Ketiga, memberikan honorium bagi al-Azhar dengan mendirikan asrama mahasiswa, rektorat, memberikan beasiswa, dan menghidupkan Kembali fungsi perpustakaan.[15]

 

            Selain mereformasi sistem pendidikan al-Azhar ia juga berusaha untuk menggerakkan dan mendirikan beberapa lembaga sosial. Seperti Himpunan Sosial Islam (Jami'ah Islamiyah Khoiriyah) yang didirikannya untuk menyiarkan pendidikan dan pengajaran kepada masyarakat serta memberikan bantuan kepada mereka dan mendirikan Jami'ah Ihya al-'Ulum al-'Arabiyah.[16] Kemudian ia memberikan pergerakan baru kepada Lembaga Pendidikan yang didirikan oleh pemerintah dengan memasukkan pendidikaan agama yang baik, dimulai dengan mendidik tenaga pendidik yang ahli.[17]  Dalam kurun waktu yang sangat singkat Muhammad Abduh mampu mempengaruhi Masyarakat seluruh dunia dengan tulisannya di majalah urwatu-l-wutsqa yang sekarang dikenal dengan Tafsir al-Manar. Majalah ini memberikan kesadaran kepada manusia agar bangkit daari keterpurukan serta ia berharap agar manusia mampu mereformasi negara melalui reformasi umat.[18]

 

            Dalam segi teologi Muhammad Abduh melihat bahwa umat islam pada waktu itu fanatik terhadap paham fatalis (Jabariah). Ideologi ini menjadi factor kemunduran umat islam karena manusia tidak lagi mempercayai adanya eksistensi atas perbuatan manusia. Oleh karena itu, Manusia hanya menerima dan mendapatkan segala sesuatu yang telah ditakdirkan oleh tuhan, dengan kata lain manusia tidak mengimani adanya iman ke enam (Qhada dan Qadar). Menurutnya untuk dapat merubah ideologi yang seperti ini adalah dengan menerapkan kebebasan dalam kemauan dan perbuatan.[19] Alhasil manusia akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan apa yang ia telah lakukan, seperti firmannya Q.S An-Najm ayat 39 "dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,". 

 

            Dalam bidang ijihad ia juga melakukan reformasi. Pandangannya bahwa umat islam pada generasinya memiliki sifat yang jumud, tidak menerima perubahan serta tidak memiliki progress untuk maju. Oleh karena itu, ia menyuruh Masyarakat islam untuk Kembali kepada al-Quran dan sunnah disertai reinterpretasi secara kritis untuk dapat menyelesaikan persoalan yang ada. Seperti fatwanya ketika menjadi mufti bahwa tidak ada keharusan untuk mengikuti madzhab, tetapi harus mentarjih pendapat para ulama atau bisa disebut dengan melakukan ijtihad. Contoh ijtihadnya dalam mereinterpretasi ayat al-Qur'an bahwa ia membolehkan seorang muslim untuk mngikuti madzhab tertentu, akan tetapi hendaknya untuk melakukan tarjih mengenai kitab dan sunnah.[20]

 

            M. Abduh sangat mementingkan konsep persatuan. Keteguhan Masyarakat dapat dinilai dari persatuannya, apabila baik maka baik keteguhannya, dan sebaliknya. Manusia dianggap hina jika ia tidak memiliki kesatuan. Ia mengibaratkan persatuan dengan buah dari pohon yang bercabang, berdahan, berdaun, dan berakar.  Buah adalah akhlak. Untuk mendapatkan buah yang baik sebatang pohon harus memiliki berbagai cabang, dahan, daun, dan akar yang baik. Begitupula akhlak yang mulia merupakan hasil dari persatuan yang baik. Dalam hal ini sangat diperlukan kebersamaan antar manusia dengan diikuti pengorbanan harta untuk segala Pendidikan, sebagai mana yang telah ia lakukan dengan mendirikan ladang infak Jami'ah Khiriyah Islamiah bagi Masyarakat untuk memperbaiki administrasi dan managemen masjid.[21]   

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun