Mohon tunggu...
Handika Faqih Nugroho
Handika Faqih Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Indonesia Legal Enthusiasm.

Kebaikan atau keadilan lebih efektif daripada kecerdasan dalam memenangkan kepercayaan. - Cicero, Tentang Hidup yang Bajik, hlm.146.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menilik UU ITE dan Kebebasan Berekspresi di Dunia Maya

14 Oktober 2020   17:02 Diperbarui: 14 Oktober 2020   17:08 1845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebebasan berekspresi merupakan hak konstitusional setiap warga negara, hak kebebasan berekspresi dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Jaminan dan perlindungan ini diamantkan padal Pasal 28 huruf E ayat 3 perubahan keempat Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Meningkatnya kasus pemidanaan kebebasan bereskpresi di dunia maya menuai banyak polemik, hal ini disebabkan karena kurang jelasnya peraturan perundang-undangan yang mengatur kebebasan berpendapat di media sosial. Kepastian mengenai pengaturan dalam hal ini sangatlah penting. Kejahatan di dunia maya sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu  yang pertama timbul dari perbuatan yang sudah ada aturan pidananya, seperti deformasi, ujaran kebencian, pelanggaram kesusilaan, pornografi, hoax, dan sebagainya. Kejahatan ini dalam dunia cyber crime disebut kejahatan konvensional. Yang kedua adalah yang terjadi hanya dari media komputer dan jaringan internet, seperti penyeberan virus, phising, hacker, cracker, dan sebagainya, ini disebut cyber independent crime. 

Hak atas kebebasan berekspresi diatur dan dilindung oleh negara. Kewajiban negara dalam menjamin hak atas kebebasan berekspresi diatur dalam instrumen HAM internasional, diantaranya Pasal 19 Universal Declaration of Human Rights (UDHR) menyatakan, “ Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi; hak ini mencakup kebebasan untuk berpendapat tanpa intervensi dan untuk mencari, menerima dan berbagi informasi dan ide melalui media apapun dan tanpa memandang batas negara”  dan Pasal 19 ayat (2) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) mengatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis,  atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.”.

Indonesia sendiri terikat oleh dua hal itu yang wajib mentransformasikan norma-norma tersebut ke dalam aturan hukum nasional. Dalam ruang lingkup nasional, hak kebebasan berekspresi diatur dalam Pasal 28 UUD 1945 dan Pasal 29 ayat (2) dan Pasal 73 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia yang pada intinya menyatakan setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapatnya dengan beberapa batasan, yaitu agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Pembatasan Hak Kebebasan Berekspresi 

UU ITE yang dipermasalahkan oleh publik, yaitu pasal penghinaan, penodaan agama, dan ujaran kebencian. Apakah hal ini merupakan pembungkaman berekspresi? UU ITE 11/2008 jo. 19/2016 mengatur standar perilaku dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi  yang di dalamnya diatur pula ancaman pidananya. UU ITE ini adalah standar untuk mengatur perilaku publik dalam meluangkan pendapatnya yang dimana masyarakat akan dikenakan sanksi pidana jika melanggar. Kemudian pasal yang menjadi sorotan publik, yaitu Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) jo.  Pasal 45A ayat (2). 

Kedua pasal mengenai penghinaan dan ujaran kebencian ini dibatasi adalah sah dalam hukum internasional dan hukum nasional, akan tetapi dalam pelaksanaanya menimbulkan permasalahan dan ketidakadilan kepada publik. Melihat dari beberapa literatur, pengertian secara universal ujaran kebencian adalah ungkapan yang dimaksudkan untuk menimbulkan kebencian dan/atau merendahkan atas dasar ras, agama, etnis, atau asal usul kebangsaan dan karakteristiknya dengan ekspresi lisan, tulisan, bahasa tubuh dengan sengaja, kemudian dengan mengajak, menghasut untuk membenci dan melakukan kekerasan.

Kenapa dua pasal tadi mendapatkan perhatian penuh publik? Karena di level privasi sudah menjadi hal yang terbuka di publik, suatu hal yang terkadang tidak ditujukan secara personal dan/atau kelompok merasa dirugikan oleh narasi pemilik akun sosial media tersebut, karena hal “rasa” bisa berdampak pidana.

Masa Depan Kebebasan Berekspresi

Seorang filsuf dari London yang dikenal sebagai  tokoh reformasi  dari paham utilitarianisme  sosial, John Stuart Mill mengatakan bahwa kebebasan berekspresi memiliki peran sentral dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan tidak tiran. Beberapa kasus pemidanaan di Indonesia yang masyarakatnya cukup kultural karena cara berbahasa dan norma berkomunikasi banyak yang berbeda merupakan wujud dari dinamika aturan UU ITE.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun