Mohon tunggu...
Handi Aditya
Handi Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Tertarik pada sains, psikologi dan sepak bola. Sesekali menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lawakan Juventus yang Kian Pecah

8 Desember 2019   20:10 Diperbarui: 8 Desember 2019   20:35 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juventus menderita kekalahan perdananya musim ini. Sumber : indosport.com

Tuhan menciptakan segala sesuatunya dengan berpasang-pasangan. Ada siang, ada malam. Ada saya, ada kamu. Ada pemenang, ada juga si pecundang. Kali ini Juventus, namanya.

Klub asal Kota Turin ini, tadi malam baru saja mengalami kekalahan perdananya di musim ini. Melawat ke kota Roma, Juve justru dipermalukan Lazio dengan skor 1-3. Padahal sehari sebelumnya, rival mereka, Internazionale Milan, meraih hasil imbang saat menghadapi AS Roma.

Hilang sudah kesempatan mengkudeta posisi puncak klasemen dari tangan Inter. Conte tersenyum, Interisti berpesta, sedangkan Juventini, menangis di pojokan, sambil menggaungkan hashtag #AkuGpp.

Kalah untuk yang pertama kali, memang bukan tanda-tanda datangnya kiamat. Dunia masih tetap berputar, ongkos naik Gojek dari Botani ke Ciomas, masih tetap dua puluh lima ribu. Semua masih baik-baik saja. Namun seperti banyak hal lain yang terjadi di hidup kita, yang pertama kali terjadi, akan selalu meninggalkan kesan, serta sulit dilupakan.

Kekalahan Juve dari Lazio ini, misalnya. Juve harus segera move-on, jika mereka memang benar serius mengejar gelar. Bukan malah bermain santai, seolah para pesaingnya tak memiliki target yang sama.

Bicara memang mudah. Yang sulit itu menggambar peta, dari Salemba menuju Senen, di atas celana jeans. Padahal ada kertas dan pulpen. Begitulah yang kira-kira dilakukan Sarri. Kikuk dan linglung. Punya skuad mewah, tapi justru memainkan skuad yang membuat orang berkata, "Walah?".

Sarri punya Adrien Rabiot, gelandang bertenaga badak, yang bisa menjadi ball breaker di lini tengah. Perpaduannya dengan Rodrigo Bentancur, rasanya akan cocok meladeni permainan keras dari Lazio.

Tapi Sarri justru memasang Blaise Matuidi, pemain yang tadi malam tampil klemar-klemer, tak jelas posisinya, apalagi kontribusinya. Sarri memang bisa berkilah, Matuidi adalah salah satu pemain yang memiliki tactical awareness yang terbaik. Tapi apa artinya kecakapakan taktikal, jika meladeni Milinkovic Savic saja, Matuidi terhenti di gigi Netral?

Sarri harusnya juga bisa memainkan Ronaldo, Higuain dan Dybala secara bersamaan, ketiganya bisa menjadi trisula mematikan, yang bisa saling menarik dua atau tiga orang pemain belakang lawan, sehingga banyak ruang akan tercipta.

Namun Sarri justru malah menyisipkan Bernardeschi di antara Robot dan La Joya. Alhasil, Juventus sukses melakukan Stand Up Comedy perdananya malam itu. Tepuk tangan penonton pecah. Radit dan Cak Lontong sampai standing applause. Fenny Rose guling-gulingan. Bahkan Om Indro, tak ragu berujar "Kompor Gas!".

Ya, Juve melawak dengan sangat paripurna tadi malam.

Baru beberapa hari lalu, saya menuliskan artikel mengenai Sarri dan Sepakbola Ngeselin ala Juventus. Saat menuliskannya, saya menganggap, mungkin Juve sedang melakoni hari yang sial saja. Ternyata saya keliru, tulisan saya tadi, justru malah dijadikan Sarri, sebagai pakem dan filosofi bermain.

Sebelum tutup tahun, Juve masih akan melakoni beberapa partai penting. Melawan Leverkusen di Liga Champions, lalu menghadapi Udinese serta Sampdoria di Liga. Dan terakhir, Juve akan kembali bersua dengan Lazio di partai puncak Supercoppa Italia.

Keempat pertandingan ini, seharusnya menjadi penebusan dosa dari kekonyolan-kekonyolan Juve, yang semestinya tak perlu dilakukan. Sarri harus membuka mata, bahwa Juve bukanlah tim yang murah hati, yang senang menyenangkan lawan-lawannya dengan sedekah poin.

Sarri harus tahu, bahwa pesaingnya kini, Inter Milan. Dilatih oleh seorang juara sejati, Antonio Conte. Bukan sekelas Spaletti, Gattuso, apalagi Coach Justin.

Jika Sarri masih menampilkan strategi yang begitu-begitu lagi, keliru dalam memilih, serta salah menempatkan prajurit perangnya. Saya khawatir, jangankan membidik tropi Liga Champions, tak terlempar dari 3 besar klasemen saja, rasanya sudah Alhamdulillah.

Dunia memang belum akan kiamat, hanya karena Juventus menderita kekalahan pertamanya. Seperti halnya saya, yang baru sebulan terakhir ini, masih merasakan perihnya patah hati terhebat, untuk yang pertama kalinya seumur hidup.

Sarri masih punya banyak waktu, untuk membuktikan kemampuannya. Saya masih punya kesempatan, untuk memulihkan diri, hingga siap membuka hati, mengejar cinta @Bianconerria.

Namun seperti halnya hidup, yang memuat banyak sekali pelajaran, serta kesempatan kedua. Baik Juve, ataupun saya, semoga tak lagi jatuh, ke dalam lubang yang sama.

***

Penulis biasa dihujat di akun Twitter Juventini Garis Lucu : @juve_gl

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun