Mohon tunggu...
Handarbeni Hambegjani
Handarbeni Hambegjani Mohon Tunggu... -

press any key to continue ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikah, Sumber Masalah Atau Akhir Masalah?

26 Juli 2014   19:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:06 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah berpikir, menanyai diri atau yang ada dalam keluarga juga pernikahan anda? Apakah Menikah adalah sumber masalah atau Akhir masalah?

Ada yang berpendapat, bahwa menikah adalah bentuk penyelesai masalah, apalagi dari sudut pandang seks, benarkah? Secara mayor, mungkin bisa benar, tapi dalam jumlah yang lain, bisa jadi juga tidak demikian. Berapa banyak pasangan malah menjadi uring uringan gara gara kebutuhan yang satu ini? Semakin bertambah tahun bercinta, salah satu pihak semakin lihai untuk urusan --bukan bercinta-- tapi mencari alasan yang tepat untuk menolak pasangannya.

Di dunia yang luas ini, berharap boleh, tapi ingin menyulap pasangan menjadi sosok Ideal. Itu adalah Theologi Absudr, seperti yang dijual sebagai kemasan Iklan oleh obat obat kuat dan Klinik klinik Rumah tangga. Selama pandangan kita selalu berhasil mempersepsikan diri sama dengan apa yang ada dalam kata Iklan, maka sampai titik itu, saya sampaikan, anda --kita-- , Selamat! atas keberhasilan menjadi budak Iklan dan Budak Media.

Sampai sampai, beberapa waktu lalu, saya mendapatkan sebuah tautan link berita, seroang Suami di Menuliskan sebuah daftar yang berisi berapa kali istri menolak ajakan untuk berhubungna intim, he he sebuah Ide yang briliant dan boleh ditiru ..

Saya pribadi menganut madzhab dan pendapat yang menyatakan bahwa Seks adalah miniatur hubungan suami istri yang lebih luas dalam kesehariannya. maksudnya, Ukuran Pasangna dengan kondisi hub seks yang bahagaia, cenderung menjalani kehidupan perkawinannya dengan bahagia demikian sebaliknya.

Untuk itu, Karena menikah adalah hub hati, jelas faktor hati adalah suatu subjek penelitian dalam memetakan apakah menikah adalah sumber masalah atau akhir permasalahan dalam rumah tangga seseorang, maksudnya, bukan `hati` dalam diskursus objek fisiologi tubuh, tapi kepada perilaku hati itu sendiri utamanya, dan kaitannya dengan cara berpikir kemudian yakni dalam ekskalasi kecerdasan psikolis lapangan tentang urusan rumah tangga.

Pertama, rumah tangga akan menjadi sumber masalah bila  gagal menterjemahkan bahwa hakekat nikah adalah untuk menghadapi dunia, bukannya dunia yang ingin terwujud dalam diri pasangan anda, ingat, tidak ada manusia yang sempurna di Muka bumi ini, untuk itulah anda/kita ada dan dipasangkanNya kepada suami/istri kita saat ini.

Beberapa saat lalu, saya menonton film `The Tourist`, sebuah film dengan alur komedy yang di arahkan dengan cerdas dalam alur keseriusan, skenario spionase dan aksi. Namun, bukan untuk mengomentari Filmnya, tetapi ada satu kata kata yang memiliki arti yang sangat dalam yang dengan cerdas di kutip oleh sang Sutradara. `Dia ingin menajarkanku kalau setiap orang punya dua sisi, sisi Baik dan Buruk. Dan kita harus menerima kedua sisi itu apa adanya dari orang yang kita Cintai.`

[caption id="attachment_349826" align="aligncenter" width="352" caption="Capture Film `The Tourist` "][/caption]

Yang perlu menjadi catatan kita, bukannya membiarkan orang yang kita cintai terus dengan keadaanya bila ia masih tidak baik. Tetap dengan keingingan mengajari, menasehati dan mengajaknya pada kebaikan dan kesempurnaan, tetapi dengan tetap megningat rumus Kebahagian : `Manusia bahagia, adalah mereka yang mampu hidup dalam hasrat tapi tetap bisa menerima dan menghadapi kenyataan realitas hidupnya, alias tidak berubah secara langsung, tatapi juga tidak statis, melainkan terus ada reaksi memperbaiki sejalan dengna hasrat hatinya, ~tanpa kehilangan passion akan pasangannya. (Ryancetooz Blog, edited -pen)

Ya, itu yang semakin jarang kita dengan dan semakin miskin terasa ajaran yang ada dalam kehidupan masyarakat kita sekarang.

Kedua, rumah tangga akan menjadi sumber masalah bila gagal menterjemahkan bahwa hakekat nikah adalah Menyatukan dua hati, bukan Menyamakan atau Menseragamkan, Catet!

Ada kata bijak yang bilangnya demikian, Dunia yang tidak seberapa ini, sanggup menampung berjuta hati manusia sejak Zaman nabi Adam sampai saat ini. Tapi hati satu manusia, terkadang tidak cukup untuk menampung dunia, bahkan sampai angkasa.

Perilaku hati inilah, yang berpotensi besar menjadi faktor diantara sumber masalah dalam menikah. Al-Quran juga sudah menyinnggung permisalan suami istri adalah Tanaman (yang di cocok tanamnkan) dengan Tanah/bumi tempat ia bercocok tanam.

Lalu, berbicara hal ini, yakni tentang menyatukan hati, marilah kita lihat hal sepele disekitar kita yang mungkin kita lupakan, bagaimana tanaman mampu tumbuh dari benih lalu sehat dan menjadi tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia.

Menyatukan hati, atau sebutlah dengan kata lain Jatuh Cinta, menjalani cinta dan setersunya..,  itu seperti menyemai benih tanaman. Sebesar, sebaik, seunggul,. apapun bibi tanaman. kalau kita mengacuhkan, tidak pernah mau menyirami, tidak mau merawat dari rumput rumput yang mengganggu, maka benih itupun tidak akan bisa menjadi besar. Mungkin bisa tumbuh,  tapi hampir pasti, lambat laun akan layu, kering dan habis dengan sendirinya

Maka, kita dapat melihat pelajaran betapa disekitar banyak pasangan yang dulu kuat cintanya, tapi akhirnya kandas dengan perpisahan (Naudzubillah hi min Dzalik).

Karena, sedahsyat apapun cintanya kepadamu, kalau tidak mau merawatnmya, menyiramnya hampir pasti, lambat laun Cinta itupun akan layu, kering dan habis dengan sendirinya.

Sebaliknya, cinta yang pada mulanya hanya biasa saja, tapi jika kita mau merawatnya, menjaganya, memeliharanya, maka lambat laun cinta itupun akan terbangun semakin besar.

Peliharalah Cinta seseorang itu, bahkan dengan sekecil apapun yang bisa kau buat untuknya, itulah oleh filsafat cinta ala Jawa, dimanifestasikan dengan kalimat `witing tresno jalaran soko kulino`

Lalu bagaimana pernikahan adalah menjadi penyelesai masalah? Jika pointnya adalah pada seksualitas, yang perlu di Ingat, segala masalah yang ada pada pasangan, sejatinya pada diri kita adalah obat yang mujarab. Bila ada pasangan yagn suaminya dirasa kurang seksualitasnya, boleh jadi wanita harus mengaca diri, sudah cukup sexykan dia berusaha ketika suaminya ada di rumahnya, atau jika ada masalah dengan suaminya, seorang kawan berkata, jika masih cepat keluarnya.. coba diperbanyak frekuensi hubungan intim, biar dedeknya tidak telalu sensi, cobala menjadi istri yang tahu masalah buwat suami, bukan malah menjadi sumber masalah tambahan. Demikian sebaliknya bagi suami, semoga ada tulisan lain dari ladies yang baca sebagai tambahan nantinya .... :-)

Namun, tidak hanya dalam urusan seks saja, lebih luas tentang penyelesai masalah, saya teringat kata kata Bos Samsung, Lee Kun Hee,  ketika tahun 1993 memulai `revolusi perusahaan` Samsung secara radikal, ada kata Hebat yang perlu kita catat bersama : `Ubah Semua Hal kecuali istri dan Anak anakmu`

Ya, fokus pikiran kita yang ada seharusnya memang melakukan banyak hal positif daripada fokus pada kekurangan pasangan. Terimalah kekurangannya sebagai pelecut diri untuk mengisinya dengna kelebihan kita. Kalau pasangna kurang sabar, kita harus lebih sabar. Pasangan kurang pandai, kita harus berusaha lebih pandai.

Walhasil, dalam sebuah tautan Facebook, sungguh membuat hati saya trenyuh. Meski berbau kontroversial untuk ukuran manusia zaman sekarang.., tapi bagi saya, hanya dengan jalan itulah metodolginya didapatkan, dan membuat kita terhenyak dari angan, serta sadar, bahwa menikah adalah bukan tentang urusan akhir atau awal masalah. Tetapi satu titk pijak dimana nilai kemanusiaan kita dituntut hadir dan Ada untuk menjawab Masa Depan.

` Menikahlah sebelum Mapan, Agar anak anak anda dibesarkan bersama kesulitan kesulitan anda. Agar Anda dan Anak-nak anda kenyang dan merasakan Betapa Ajaibnya kekusaaan Allah.

Jangan sampai Anda meninggalkan anak anak yang tak paham bahwa hidup adalah Perjuangan`

[caption id="attachment_349825" align="aligncenter" width="296" caption="Menikah dan Perjuangan; Diambil dari Facebook-sumber orisinil tidak didapatkan penulis"]

1406350955866141568
1406350955866141568
[/caption]

Hidup memang tidak jauh dari urusan masak, macak, manak. Dan tidak perlu lari atas nama Phobia dengan itu.

Disitu dapat kita gali ilmu yang lebih dalam ..., bukankan Urusan Miss Universe itu juga tentang urusan Macak? Bukankan Akademi akademi dan Universitas di bangun untuk memperdalam Ilmu Kedokteran kebidanan adalah tentang urusan manak? Metodologi pendidikan di adakan penelitian juga untuk ursan ini .....? bukankah Hadirnya chef dengan gaji puluhan juga adalah urusan masak..?

Jika masih menilai ini semua adalah yang terbelakang..., Ingat baik baik, yang sesungguhnya terbelakang itu adalah Mental kita !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun