Suara deras air terjun Lasa terus menderu. Kami masih berdiri berhadap-hadapan dengan sang monyet hantu Peling, Tarsius pelengensis. Panggilan lain tampaknya mengusik sang primata yang tampak gelisah. Sekejap mata, tiba-tiba sang tarsius tadi menghilang, melompat cepat masuk ke dalam rimbunan tajuk.
Setelah berpuas diri bersama sang monyet hantu, menjelang pukul delapan malam, kami bersiap diri. Mengepak kembali barang-barang dan segera meluncur ke pantai menuju Desa Koyobunga, masih di Kecamatan Peling Tengah.
Motor kami melaju turun di malam dingin, akhir April 2024 ini. Beberapa jalan terlihat basah dan becek akibat hujan sore tadi. Setelah mampir sejenak membeli mie instan dan nasi bungkus, kami melaju kembali ke lokasi sasaran.
Baca sebelumnya: Menunggu Para Hantu di Pulau Peling (bagian pertama)
Hitam manis si bulu babi
Kami berhenti di salah satu rumah, tepat di pinggir laut. Rumah panggung berlantai bambu. Om Uwa, sang tuan rumah sedang pergi mengatar ibu-ibu desa melaut. Ya, pantai lagi meti alias surut. Para ibu bersibuk mencari bulu babi dan para bapak mencari ikan.
Kami bertiga segera mencari colokan listrik untuk mencas hape-hape kami, sembari menunggu mie instan yang dimasak oleh istri Om Uwa yang tidak ikut melaut. Setelah perut cukup terisi, tanpa diperintah kami segera berbaring di ruang tengah, sampai hampir tertidur.
Menjelang pukul sebelas malam, Om Uwa (64) tiba sambil membawa setengah peti ikan. Namun Saya dan Awang segera menghampiri salah seorang ibu yang membawa sebuah kantong agak besar.
"Bu, boleh coba makan bulu babi ini?"
"O, boleh, ambil saja", kata sang ibu.