Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menunggu Para Hantu di Pulau Peling (Bagian Pertama)

18 Juni 2024   02:46 Diperbarui: 20 Juni 2024   14:35 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paok sula Erythropitta dohertyi, endemik Kepulauan Sula dan Banggai/dokpri.  

Kami kembali ke pondok Lasa, ngobrol sebentar dan kemudian terlelap lewat tengah malam.

Menunggu si paok

Esok pagi, Amran membawa saya menuju salah satu bukit tak jauh dari pondok Lasa, sedangkan Awang memilih tak ikut. Bukitnya dekat, tapi menuju puncaknya yang menguras nafas. Hampir di puncak dekat pohon ara, kami berhenti. Bebatuan karang nan cadas tersembul di banyak tempat, menandakan bukit ini sesungguhkan dahulu kala terendam oleh lautan.

Kami akan menunggu salah satu burung asli Kepulauan Banggai dan Sula, paok sula atau Erythropitta dohertyi. Siulannya bersahutan di puncak bukit ini. 

Amran segera membangun kamuflase dari flysheet berwarna gelap yang telah dibolongi beberapa bagiannya sebagai lubang intip. Tak lama setelah kamuflase terpasang, hujan pun turun. Sial.

Kami menunggu cukup lama, untungnya begitu hujan reda, langit kembali benderang. Siulan sang paok kembali bergema. Amran mencoba memanggil. Kamera saya (yang sekarat) mencoba tetap bersedia. Tak lama, sepasang paok tadi berseliweran di depan kamuflase kami. 

Mereka sepertinya sepasang. Perut mereka yang merah menyala sangat kontras dengan sayap dan dada mereka yang biru toska. Mereka berloncatan dari tanah ke sulur-sulur liana hutan, masuk ke semak, dan lenyap.

"Tunggu sebentar, nanti mereka biasanya akan hinggap di batang melintang itu", bisik Amran menjelaskan. Ya, kami memang tak boleh banyak bersuara. Jadilah kesenyapan ini terjalin dalam suram dan ditemani gigitan nyamuk.

Tapi yang namanya sebentar itu ternyata tidak sekejap mata. Sang burung terus berseliweran, tak pernah tenang, mungkin mereka merasakan kehadiran kami di sekitar mereka.

"Biasanya mereka tenang", hibur Amran, "tidak tahu juga kenapa hari ini mereka cukup sensitif".

Saya mencoba berpikir positif, "tenang, rezeki tidak ke mana", timpal saya walaupun tentu saya berharap rezeki melihat burung ini, ada untuk saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun