"Ritual tadi kami sebut metinuwu'i, yaitu semacam ritual keselamatan bagi para tamu atau pendatang dari Bada," ujar Daemas Mendai, salah satu tetua adat yang terlihat paling tua.
Keluar balai desa, motor-motor telah menunggu. Kami akan ke area Tambaga, sebuah tempat di tepi Sungai Lariang, sekitar tiga kilometer lagi dari desa.Â
Di sinilah Leonard Baturu [39] beserta masyarakat Tuare, bahu membahu menghidupkan kembali sebuah kolam pemancingan tradisional desa yang telah lama terbengkalai.
Leonard menjabat Ketua Lembaga Pengelola Konservasi Desa [LPKD] Tuare, sebuah lembaga yang bertujuan menjadi payung dan penggerak utama dalam setiap usaha konservasi yang dilakukan di tingkat desa, yang bersentuhan langsung dengan TN Lore Lindu maupun lingkungan sekitar desa.
Salah satu kegiatan LPKD Tuare ini adalah menghidupkan kembali kolam pemancingan ikan yang dulu digunakan masyarakat desa secara tradisional. "Kami menyebutnya wuhu, dalam bahasa Lore berarti kolam," terang Leonard beberapa waktu sebelumnya.
Baca juga: Ke Bada Lagi, Berjumpa Arca-Arca Megalitik Nan Misterius
---
Sekitar sepuluh menit dibonceng, akhirnya kami tiba di area Tambaga. Ratusan partisipan dalam mo'hangu ini ternyata telah menunggu. Lelaki, perempuan, pemuda, orang tua, maupun anak-anak semua berhambur campur.
Sebelum ke Bada ini, kami mendapatkan penjelasan bahwa mo'hangu dalam bahasa Lore di Bada, berasal dari dua kata.Â
Mo' berarti melakukan sesuatu dan hangu merujuk pada suatu nama alat untuk menangkap ikan yang terbuat dari bambu. Sehingga sejatinya kata mo'hangu bermakna usaha menangkap ikan menggunakan alat tradisional yang terbuat dari bambu.
Bagi masyarakat Bada, kegiatan mo'hangu merupakan suatu tradisi yang masih diwariskan sampai saat ini.