Taman Nasional Lore Lindu sendiri merupakan salah satu kawasan konservasi terluas di Pulau Sulawesi, menjadi bagian zona inti dari Cagar Biosfer Lore Lindu yang ditetapkan sejak 1977 oleh UNESCO.Â
Cagar biosfer merupakan kawasan yang dikelola dengan tujuan mengharmonikan antara kebutuhan konservasi keanekaragaman hayati, sosial, dan ekonomi yang berkelanjutan.
Tak sampai setengah jam, kami tiba di pusat Desa Tuare. Aroma asam menyengat hidung kami, dari hamparan biji coklat yang mulai dijemur di tepi-tepi jalan. Sementara itu, puluhan sepeda motor terus saja melaju dari arah timur menuju barat desa.
Hari ini, kami akan mengunjungi panen perdana dari sebuah kolam tradisional di Desa Tuare. Masyarakat Bada menyebut tradisi ini sebagai mo'hangu, yaitu sebuah tradisi khas Lembah Bada dalam memanen ikan dengan menggunakan peralatan tradisional.
Itulah kenapa, motor-motor yang melintas tadi, hampir semuanya mengikat atau menenteng semacam kurungan dari bambu, yang sesungguhnya alat untuk menangkap ikan.
"Pak, mari kita kumpul dulu di balai desa. Ada sedikit sambutan singkat untuk bapak-bapak," tiba-tiba Ithong, kawan kami yang asli Bada membisiki saya. Kami pun tentu menurut saja.
Di balai desa, ternyata telah menunggu beberapa orang dengan menggunakan pakaian adat. Tak berapa lama setelah kami dipersilakan duduk, kami berlima yang bukan asli Bada ini, diminta untuk berdiri di depan. Majulah lima tetua adat saling berhadapan dengan kami satu-satu.
Di tangan kanan para tetua adat, terpegang erat sekeranjang kecil beras yang di atasnya tertahta lima buah telur bebek. Sementara di tangan kiri mereka mendekap masing-masing satu ekor ayam kampung.
Dengan menggunakan bahasa lokal yang sesungguhnya tidak kami mengerti, salah seorang dari mereka berucap sesuatu.Â
Setelahnya, kami diminta untuk memegang keranjang dan ayam tadi, kemudian memakan sejumput beras yang ada di hadapan kami tersebut.