Pada tahap pendanaan ini, jalur tersebut hanya dibuat di Desa Wuasa. Namun Pak Idris berharap jalur pengamatan burung ini dapat dibuat berseri, sampai di desa-desa tetangganya. Diharapkan, jika pandemik ini berakhir, bisnis pengamatan burung ini kembali bergeliat, dia dan LPKD telah siap mengembangkan bisnis ini.
Dana Konservasi Desa adalah salah satu skema bantuan yang dikembangkan dalam proyek FP III ini. Sasarannya adalah LPKD-LPKD yang telah dibentuk oleh Balai Besar TN Lore Lindu dan bekerjasama secara resmi dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS).
Dalam PKS, masyarakat diberikan akses mengelola zona tradisional taman nasional, untuk pengambilan hasil hutan bukan kayu dalam batasan tertentu, termasuk pengembangan ekowisata. Skema PKS adalah salah satu upaya Kementerian LHK untuk memberikan manfaat sebesar-besarkan kawasan hutan kepada masyarakat, termasuk kawasan konservasi, dengan tetap memperhatikan fungsi utama kawasan tersebut.
Taman Nasional Lore Lindu, seluar 215 ribu hektar, merupakan salah satu kawasan konservasi daratan terluas di Sulawesi, yang mewakili tipe ekosistem dataran rendah dan dataran tinggi beserta keanekaragaman hayatinya yang unik. Taman nasional ini sekaligus sebagai zona inti dari Cagar Biosfer Lore Lindu, sebuah area yang ditetapkan oleh UNESCO untuk mengharmonikan antara kebutuhan konservasi keanekaragaman hayati, sosial, dan ekonomi yang berkelanjutan.
Bantuan DKD juga sesungguhnya merupakan apresiasi dari proyek FP III terhadap masyarakat di sekitar kawasan TN Lore Lindu, yang berkomitmen menjaga kawasan taman nasional ini, dalam bentuk Kesepakatan Konservasi Masyarakat. Dalam proyek FP III ini, walaupun LPKD dibentuk dan didampingi oleh Balai Besar TN Lore Lindu, namun skema DKD ini dikelola dan diluncurkan oleh Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Sulawesi. Inilah salah satu wujud "kerjasama lintas Eselon I" yang digaungkan oleh Kementerian LHK saat ini.
Semangat bersama yang membanggakan
Ahad ini adalah hari kedua kunjungan kami ke lembah Napu. Sembari menunggu teman-teman fasilitator, Sisi, Lanus, dan Ida beribadah Minggu, kami melanjutkan mengunjungi beberapa kelompok, area pembibitan, dan penanaman. Suasana hampir sama. Semangat para anggota kelompok tetap mencuat untuk menatap harapan membangun hutan di lembah Napu ini.
Di setiap diskusi dengan anggota kelompok dalam kebun bibit mereka, rekan saya Pak Sholeh dari Balai PDASHL Palu Poso, tak henti-hentinya memberikan tips-tips perawatan kebun-kebun bibit kelompok. "Jika bibit sudah mulai agak besar seperti ini, naungan sebaiknya dikurangi pak, buka satu lapisan paranet agar sinar matahari lebih masuk di dalam untuk menguatkan batang dan akar mereka", ujarnya.
Hujan tipis semenjak pagi terus menemani kami seharian berkeliling di beberapa desa di lembah Napu ini. Para anggota kelompok menjelaskan dan yakin bahwa musim hujan masih berlangsung hingga beberapa pekan bahkan bulan ke depan. Waktu menanam harus dikejar. Kebutuhan bibit yang kurang harus segera diatasi. "Jangan lupa produksi pupuk harus segera dicukupi dari sekarang Pak, karena pembuatan kompos setidaknya memakan waktu satu bulan" terang Pak Anchu kembali mengingatkan.
---
Sungai kecil nan jernih membatasi kebun-kebun yang berbatasan dengan hutan lindung di Desa Alitupu. Rintik gerimis bahu-membahu dengan angin menghempas kami, membuat kami berjalan sambil merapatkan tangan-tangan ke badan masing-masing.