Saat pertama bertemu denganmu ternyata dugaanku salah, kamu tidak seasik itu ternyata. Kamu kaku tapi untungnya itu tidak berlangsung lama. Kamu selalu memposisikan dirimu seperti orang lain yang baru mengenalku di kelas. Tapi tidak saat sedang berdua, wajahmu yang selalu salah tingkah setiap kali aku tersenyum padamu bahkan hingga hari ini.
Lucu. Aku semakin suka menggodamu.
Tidak menyangka juga ternyata kita pulang dari kampus melewati arah yang sama sebelum akhirnya aku berbelok ke arah lainnya lagi. Selalu senang dan hampir tidak pernah menolak saat kamu mengajakku untuk pulang bersama. Menikmati indahnya cuaca sore hari di tengah kemacetan daerah Jatinangor serta hiruk-pikuk bubaran orang pabrik sekitaran Rancaekek.Â
Tidak terlewatkan juga dengan angkot hijau yang berjejeran layaknya ulat bulu memenuhi sekitaran pabrik atau saat kulihat banyak buruh pabrik yang menggunakan sepeda sebagai kendaraan mereka. Masih kamu ingat? Aku pernah bertanya padamu tentang itu, tentang, "Sepeda yang mereka pakai itu sepeda sendiri atau sewa ya? Soalnya kok banyak banget, ya?"
Lucunya kamu tidak pernah bosan menanggapi pertanyaan konyol yang tiba-tiba terlintas begitu saja di kepala ku meskipun aku menyadari kamu sedang fokus berkendara.
Yang paling indah saat pulang sore hari adalah ketika melihat senja berwarna oranye di ufuk barat tepat di hadapan kita dan bertepatan dengan terbenamnya matahari secara perlahan. Tahu apa yang membuatku salah tingkah saat berkendara di belakangmu?
Saat kamu mengarahkan posisi spion tepat ke arahku. Sejujurnya, aku tidak bisa menahan senyum ataupun menahan emosi yang ada dalam perasaanku. Terlebih semua itu terjadi saat kita tengah berbincang sederhana mengulas apa saja yang sudah terjadi seharian itu. Motoran denganmu sambil bercerita ngalor ngidul sampai aku merasa kalau kita selamanya seperti ini adalah hal yang selalu aku harapkan.
Bagaimana dengan kamu? Apa kamu juga mengharapkan hal yang sama?
Sampai akhirnya aku menyadari jika apa yang kita lalui ini tidak layak jika dikatakan sebagai teman. Tapi kita lebih dari teman. Semua itu terbukti saat kamu pertama kali mengutarakan perasaanmu saat itu. Disaat itu juga aku kembali menemukan era jatuh cintaku dan yang membawa semua itu adalah seorang lelaki bernama Rifki atau aku biasa memanggilnya Iki.Â
Hingga sampailah kita di titik ini.
Titik yang tidak aku kira aku akan melaluinya. Titik yang tidak terpikirkan jika aku akan mengalaminya. Semua karena Rifki.Â