Selain itu, terkadang film mengubah jalan cerita novel atau bisa saja menambah cerita yang tidak ada sebelumnya.
Hal ini juga dikemukakan oleh Deborah Cartmell dan Imelda Whelehan (dalam Ardianto, 2014, h. 20) bahwa masalah yang paling penting dalam adaptasi karya sastra menjadi film adalah kesetiaan pada sumber aslinya yakni novel.Â
Menurut Hutcheon (dalam Ardianto, 2014, h. 21) menjelaskan bahwa saat ini film telah melampaui kesetiaan pada sumber aslinya.
Jika, menjiplak ataupun meniru karya dari penulis maka film tersebut akan membosankan. Maka dari itu, diperlukan adanya mendekor ulang dengan menciptakan variasi baru dalam sebuah film.
Hutcheon (dalam Ardianto, 2014, h. 21) membagi adaptasi menjadi beberapa bagian, yakni:
Adaptasi sebagai produk. (Transformasi dari karya (medium) ke karya lain (medium). Contohnya, dari novel ke film).Â
- Adaptasi sebagai proses kreasi. (Yaitu interpretasi ulang dan variasi ulang yang mengembangkan cerita sebelumnya. Contohnya, cerita rakyat dikembangkan menjadi film kreatif.Â
- Adaptasi menjadi proses resepsi, karena adaptasi merupakan bentuk dari intertekstualitas karya sastra.
Adaptasi Film Crazy Rich Asians dari Novel.
Film ini merupakan adaptasi dari novel yang dituliskan oleh Kevin Kwan dengan judul yang sama, yakni Crazy Rich Asians (Kompas.com, 2020).Â
Cerita yang dituliskan dalam novel lumayan sama dengan jalan cerita dalam film.Â
Film tersebut berhasil menarik perhatian para penonton dengan menampilkan kemegahan dan kemewahan sama seperti yang diceritakan dalam novel (Kompas.com, 2020).
Pesan-pesan yang disampaikan dalam film menjadi lebih hidup dibandingkan novel aslinya karena penonton mendapatkan audio dan visualnya.Â
Jika, dianalisis lebih dalam maka film ini merupakan adaptasi sebagai produk yang dikemukakan oleh Hutcheon (dalam Ardianto, 2014, h. 21).Â