Perilaku politik uang (money politics) harus ditinggalkan. UU Nomor 7 Tahun 2017 mengatur tegas tentang sanksi dan larangan. Yuk kita intip.
POLITIK uang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring berarti politik dengan menggunakan uang sebagai kekuatan.
Maknanya, uang digunakan untuk mempengaruhi pemilih untuk memilih atau tidak memilih seorang kandidat atau peserta pemilu.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) sudah jelas melarang tentang praktek politik uang.
Pada Pasal 280 ayat (1) huruf j disebutkan adanya larangan untuk menjanjikan atau memberikan uang dan materi lainnya kepada peserta pemilu.
Dari pasal tersebut, jelas tertulis bahwa politik uang dilarang dalam kampanye. Larangan tersebut berlaku mulai dari sekedar memberikan janji dan sudah memberikan berwujud uang atau barang. Jadi, menjanjikan saja sudah bisa dianggap melakukan praktek politik uang, apalagi sudah memberikan ataupun mentrasfer ataupun meng-top up dalam wujud uang digital.
"Pak/bu..pilih saya ya di TPS. Nanti kalau saya menang, saya kasih uang,"
Itu merupakan salah satu contoh sekedar pemberian janji bernuansa politik uang.
Ruang Lingkup Politik Uang
 Selanjutnya dalam Pasal 284 disebutkan tentang lima ruang lingkup politik uang. Yakni meliputi janji atau pemberian uang/barang dengan sasaran untuk :
1. Mengajak pemilih tidak menggunakan hak pilihnya.
2. Menggunakan hak pilihnya dengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah.
3. Memilih pasangan calon tertentu. (untuk Pilpres)
4. Memilih partai politik tertentu. (untuk Pileg)
5. Memilih calon anggota DPD. (untuk pemilihan DPD)
Dari lima ruang lingkup di atas, diketahui bahwa pemberian janji atau uang/barang dengan meminta seseorang untuk tidak datang ke TPS pun termasuk praktek politik uang. Jadi tidak melulu dikenal politik uang berupa ajakan untuk memilih seseorang kandidat saja.
Apa sanksinya?
Bagi pelaksana kampanye yang terbukti melanggar Pasal 280 dan Pasal 284 di atas terancam dikenakan sanksi. Dalam Pasal 285, sanksi yang diberikan ada dua hal :
1. Pembatalan dari Daftar Calon Tetap (DCT) bagi calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten
2. Pembatalan penetapan calon terpilih bagi calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten.
Sanksi yang diberikan tersebut terlebih dahulu harus melalui proses pembuktian melalui proses persidangan sebagai pelanggaran pidana Pemilu. Proses penindakan tersebut ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu.
Dari pengaturan Pasal 280, Pasal 284, dan Pasal 285 ini terlihat bahwa politik uang mempunyai dampak yang berat bagi peserta pemilu, khususnya peserta pemilu legislatif dan calon anggota DPD karena bisa terancam dicoret dari DCT dan terancam gagal dilantik. Untuk itu, politik uang harus dijauhi oleh para pelaksana kampanye. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H