Mohon tunggu...
Hanan Arasy
Hanan Arasy Mohon Tunggu... Ilmuwan - everlasting student

Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pram di Persimpangan Pasar Malam

12 April 2022   13:29 Diperbarui: 8 Mei 2022   20:45 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pramoedya A. Toer | (KOMPAS/LASTI KURNIA)

Sebuah Ressensi Novel Berjudul Bukan Pasar Malam Karya Pramooedya Ananta Toer

Apa yang pertama kali terbesit dalam pikiran kita mendengar kata pasar malam? Tempat Keramaian? Wahana bermain yang asyik? Anak-anak yang berlarian membeli permen kapas? Atau mungkin, penjual pakaian yang berjejer dan bersorak menjajakan barangnya?

Bagi sebagian orang tentu menjadi hal yang menarik berkunjung ke pasar malam untuk menghabiskan waktu. Bahkan tak sedikit pula yang sekedar memamerkan baju baru. Namun, bagi seorang sastrawan hal itu berbeda. Kata pasar malam tentu bisa ia sulap menjadi sebuah metafora yang ciamik!

Pramoedya Ananta Toer yang akrab disapa dengan panggilan pram, merupakan seorang sastrawan Indonesia yang cukup populer. 

Namanya kini banyak dikenal oleh kaum muda-mudi bahkan dari kalangan aktivis maupun seorang pembaca atau pecinta karya sastra Indonesia. 

Pria yang seringkali dilekatkan sebagai pionir perkembangan kesusastraan Indonesia modern ini cukup produktif dalam menulis. Tak cukup berhenti disitu, karya dan kerja-kerjanya pun memiliki karakteristik yang kuat serta keberpihakan yang jelas.

Sebagai seseorang eksponen Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan eks tahanan politik Rezim Harto, Pram tentu bukanlah seorang penulis sastra yang naif. Pandangan hidup dan ideologi yang terarah serta lugas ia goreskan melalui mesin tik jadul dalam mengerjakan setiap karyanya.

Pram | cnnindonesia.com
Pram | cnnindonesia.com

Pada judul novel Bukan Pasar Malam misalnya, Keyakinan pram yang kokoh ia refleksikan pada karya sastra monumentalis. 

Sebuah novel yang resmi rilis pada pertengahan 1950an mengingatkan sebagian pembaca pada gaya realisme sosialis serta novel-novel lainnya. Seperti halnya, penulis Albert Camus yang menelurkan novel L'etranger di Perancis kala itu. 

Konteks zaman berakhirnya perang dingin serta situasi kondisi bangsa pasca kemerdekaan Indonesia tentu membawa Pram pada level penulis yang disegani sekaligus kontroversial. Tak banyak pemuji serta pencaci Pram silih berganti mengomentari.

Mulai dari golongan konservatif yang mencekal penghargaan sastra untuk pram, hingga hadiah mesin tik yang diberikan Jean Paul Sartre (Aktivis Partai Komunis & sastrawan Perancis) saat ia berada di dalam tahanan Pulau buru agar ia tetap dapat berkarya (sumber : Historia.id).

Membaca novel Bukan Pasar Malam tentu hal yang begitu menarik, sebagai generasi yang selalu diembeli kata-kata milenial dengan kecongkakan terhadap iming-iming cryptocurrency serta buaian dunia tanpa fisik. Membaca Karya Bukan Pasar Malam adalah ide berlian!

Berawal dari tokoh 'aku' yang merantau ke Jakarta. Novel Bukan Pasar Malam menceritakan kisah-kisah percakapan terakhir antara bapak dan anak. Sosok 'aku' merupakan tokoh utama dalam novel tersebut. 

Ia memiliki seseorang bapak dalam keadaan sakit kritis yang mengaharuskanya pulang menuju kampung halaman. Dalam novel tersebut karakter 'aku' dinarasikan oleh Pram sebagai seseorang yang kritis terhadap pelbagai bentuk modernisasi. Namun begitu, ia juga orang yang memahami dengan baik nilai-nilai keluhuran tradisional.

Champs-Elysees | Piqsels.com
Champs-Elysees | Piqsels.com

Pram pun menarasikan kritik tajam terhadap model pembangunan serta demokrasi dalam novelnya. Pada bagian awal, Sosok 'aku' mencoba mengutarakan kritiknya terhadap sistem kapitalisme modern. Baginya, demokrasi sekedar alat untuk melanggengkan kekuasaan pemodal. 

Sedangkan, para kelas pekerja hanya dapat berangan-angan semata. Ia membayangkan bagaimana kelas borjuasi dapat melakukan mobilisasi yang lebih praktis ketimbang para proletarian yang sudah begitu sulit memenuhi kebutuhanya. 

Pram menuliskan bahwa orang-orang yang memiliki uang serta jabatanlah yang mampu berkuasa dalam sistem demokrasi, namun tidak sebaliknya.

Pada bagian selanjutnya, novel ini menceritakan sebuah percakapan kaum urban. 'Aku' berhasil kembali menuju kampung halaman. Serta menemui bapaknya yang terbujur lemas berjuang melawan penyakit TBC kronis. 

Bagi sebagian pembaca, nilai-nilai moral dan sosial pada novel ini cukup kental. Kepatuhan, tradisi, serta tatanan norma sosial memang banyak ditemukan pada setiap teks Bukan Pasar Malam. 

Namun yang menarik, karakteristik novel yang berlatar belakang realita sosial desa-kota menjadi poin penting bagi Pram.

Ia seakan menulis apa yang memang dialami oleh banyak para tenaga kerja di Indonesia. Khususnya, pekerja urban perihal perjuanganya untuk bertahan hidup sekaligus memenuhi tanggung jawab yang diemban terhadap keluarganya. Pram sadar betul akan kebudayaan yang saling bertolak belakang antara kehidupan kota dan desa. 

Dalam novel ini pun ia menceritakan bagaiamana kebimbangan sang 'aku' terhadap kecanggihan sains dan keyakinan magis mistika. Walaupun pada ujung akhir cerita ini, Pram berupaya menkritik secara elok logika mistik yang tidak dapat menjadi pegangan bagi masyarakat Indonesia.

Bukan Pasar Malam | Kemdikbud.go.id
Bukan Pasar Malam | Kemdikbud.go.id

Pramoedya Ananta Toer melalui gaya bahasa yang sederhana setia menemani pembacanya. Ia seringkali terlihat lucu dengan berbagai umpatan-umpatan yang cenderung galak serta telanjang pada setiap narasi yang terurai. 

Beberapa kali dalam novel Bukan Pasar Malam, Pram berupaya mengolok-olok sesuatu yang cenderung menyiksa orang lemah. 

Seperti misalnya, alegori Pasar Malam yang terucap oleh Orang Cina untuk menghujat kebiasaan orang Indonesia yang datang dan pergi ketika terdapat rekan yang mengalami sebuah kesulitan. 

Namun, secara tersirat olokan tersebut mengandung makna yang mendalam. Yakni, pentingnya solidaritas antara masyarakat serta arti kehidupan yang tak sekedar melibatkan motif untung rugi.

Pada dasarnya, Pram cukup banyak menyinggung berbagai pihak. Dalam novel ini diceritakanya tabiat organisasi masyarakat Paramiliter yang cenderung memakai kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Kemudian, kebiasaan orang desa yang gemar terhadap klenik. Hingga keangkuhan dokter terhadap sains. 

Tak jarang pula ia menyinggung peran agama serta nasionalisme yang tak lebih dari sekedar doktrin. Serta lemahnya komunisme pada masa itu. 

Lantas pada tahapan ini, dimanakah pram meletakkan kepercayaanya? Mari mengingat lamunan tokoh 'aku' dalam percakapanya dengan si bungsu. Menurutnya, cukuplah diri sendiri ini yang menyelamatkan. Tegas Pram dalam Novel Bukan Pasar Malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun