Mohon tunggu...
Hanan Arasy
Hanan Arasy Mohon Tunggu... Ilmuwan - everlasting student

Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menolak Kembalinya Militer di Urusan Sipil

5 Maret 2019   10:53 Diperbarui: 6 Maret 2019   18:09 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi penolakan Dwifungsi TNI pada acara AksiKamisan (dok. pribadi)

Dalam bagian pertama (Golongan IV-A), yakni orang-orang yang terasosiasi ke dalam ideologi liberalisme, anarkisme dan komunisme, serta pada bagian kedua (Golongan IV-B), ialah orang-orang yang memiliki darah keturunan maupun penganut agama atau sekte yahudi, protestan, serta freemason.

Lantas, pada waktu yang telah ditentukan selang pipa yang terhubung dengan tabung berisi gas beracun siap disemprotkan untuk memenuhi udara di seluruh ruangan sempit Auschwitz, sehingga ribuan manusia harus terenggut nyawanya sesuai dengan instruksi orang-orang yang memiliki otoritas di bawah rezim Nazi.

Pada dasarnya bentuk kekuasaan dari militerisme adalah khas bagi sebuah rezim totaliterian yang sangat jauh dari kondisi-kondisi kemanusiaan. Itulah sebabnya totaliterianisme serta militerisme akan cenderung membendung suatu perbedaan dari kondisi mendasar bagi umat manusia untuk melakukan tata kelola bermasyarakat dengan fikiran yang hanya bisa didapatkan dari proses dialog, diskusi, musyawarah dan perdebatan rasional.

Kesetaraan dan Keadilan Warga Negara di Republik

Sebagai sebuah awal ide yang berkembang pesat di kancah Eropa atau lebih tepatnya di Yunani, republikanisme hadir atas sebuah pencapaian pemikiran besar untuk menjawab persoalan tata negara dengan sebuah azas kesetaraan tanpa adanya kelas, golongan atau kelompok tertentu yang lebih tinggi atau rendah derajatnya. Ide tersebut telah diterapkan sebagai sebuah cita-cita yang perlu kita lanjutkan ke dalam tingkah laku dan kehidupan berwarganegara.

Prasyarat republikanisme akan lenyap begitu saja apabila rakyat dalam res publica[2] dirundungi rasa takut atas sebuah aturan dan stratifikasi sosial yang menjulang, apabila sebuah kekuasaan jatuh ke tangan yang salah. Inilah sebabnya, militerisme serta totaliterianisme yang akrab dengan hierarki dan otoritas opresif sangat jauh dari nilai-nilai kesetaraan, apalagi keadilan.

Atas dasar itulah, 'state of exception[3]' dari konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) tentang Tugas Tentara Nasional Indonesia harus kita lawan dengan upaya konkrit serta konsisten yakni:  Tolak kembali Dwi Fungsi TNI!

Daftar Pustaka

  • Hannah Arrendt, "Eichmann in Jerusalem A Report On The Banality of Evil"  1964, New York : The Viking Presss 
  • Martin Suryajaya, "Sejarah Pemikiran Politik Klasik Dari Prasejarah Hingga Abad Ke 4-M" 2016, Tangerang : CV. Marjin Kiri 
  • Robertus Robet, "Pengantar Sosiologi Kewarganegaraan Dari Marx Sampai Agamben" 2014, Tangerang : CV. Marjin Kiri

[1] Istilah Sosiologis yang merujuk pada struktur atau pranata sosial yang inkonsisten.
[2] Secara Leksikal, dalam Bahasa Yunani res artinya kepentingan dan publica artinya komuni yang bersifat umum dan dapat diasosiasikan dengan kelompok sosial. Res Publica ialah kepentingan yang mencakup khalayak luas
[3] Istilah yang dipopulerkan oleh Filsuf dan Sosiolog Italia bernama Giorgio Agamben untuk merujuk pada suatu kondisi penundaan hukum melalui hukum yang diciptakan oleh negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun