"Takjil merupakan tradisi yang umumnya dilakukan ketika umat muslim mengonsumsi kudapan sesaat setelah berbuka puasa, dalam KBBI kata takjil artinya mempercepat dalam berbuka puasa, dalam bahasa Arab memiliki arti menyegarkan dan menyegerakan berbuka puasa" (Wikipedia)
Ada yang seru di Ramadhan tahun ini, dimana keseruan dalam pelaksanaannya sangat terasa berbeda di tahun-tahun sebelumnya meskipun dengan suasana berbuka yang sama, bedanya pas pandemi sangat sepi sekali.
Setiap manusia memiliki keyakinan memeluk agama kepercayaannya masing-masing, tidak terkecuali siapapun wajib memiliki atau menganut agama dan kepercayaannya karena sudah di atur di dalam Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tapi dalam catatanku kali ini tidak akan membahas unsur SARA, melainkan akan mengulas bagaimana rasa toleransi mestinya tumbuh terhadap berbagai perbedaan yang ada di Indonesia.
Saya sendiri memiliki banyak sahabat 'Nonis'Â (sebutan hormat kami untuk Non Muslim/Islam ya teman-teman....) dimana persahabatan kami serasa keluarga, bersama itu menyenangkan tidak ada perbedaan dan saling menghormati.
Sejak SMK saya memiliki teman Nonis yang sangat dekat hingga saya dewasa, jujur yang saya rasakan mereka lebih 'faham' bagaimana memperlakukan kita jika sudah kenal intens.
Sebenarnya degdegan sih nulis ini, khawatir tidak di approach sama admin K hehe, namun saya memberanikan diri mengulasnya karena menurut saya ini seru aja gitu.
Ramai di perbincangkan dan saya pun ikut komentar positif dong dengan fenomena saat ini mengenai 'war takjil' yang sedang viral di media sosial dan di dunia nyata termasuk anak usia dini yang sudah terkontaminasi gadget, hadehhhh.... Namun sebelumnya markica ya apa yang terjadi sesungguhnya..... Cekidot
Apa itu Takjil?Â
Takjil merupakan tradisi yang berasal dari negara Timur Tengah awal mulanya dibawakan, tentunya dari Baginda Nabi Besar kita Nabi Muhammad SAW yang saat itu berbuka puasa disunnahkan dengan yang manis-manis, biasanya sesaat setelah buka puasa dengan memakan buah kurma.
Lain halnya di Indonesia Takjil memiliki Sejarahnya seperti di lansir di kompas com sebagai berikut :Â
" Sejarah Takjil di Indonesia " (kompas.com/ Widya Lestari Ningsih/26 Maret 2023)
Macam-macam kudapan takjil di Indonesia, tentunya yang sangat legendaris adalah kolak, bubur sum-sum/bubur lemu berkembang ke gorengan, SOP buah, es campur, es blewah, dan seabreg makanan, camilan, minuman lainnya yang tidak terabsen satu-persatu.
Sedangkan kata 'war' berasal dari bahasa inggris yang artinya 'perang' jadi 'takjil war' adalah 'perang takjil', yang umumnya sekarang viral dengan candaan-candaan ribut tentang takjil di medsos yang maksudnya adalah positif, Saling menghargai dengan meng-upload pendapat l, konten, pemikiran dan mendokumentasikan di medsosnya masing-masing.
Sejak kecil fenomena berbuka puasa adalah hal yang sangat dinanti-nantikan oleh kita dengan mempersiapkan segala macam olahan makanan yang disediakan oleh keluarga dengan berbuka bersama yang menyenangkan dan mengenyangkan, ups! Saya tipe berbuka langsung makan nasi saat itu juga sih, bagaimana dengan teman-teman? Hehe
Semoga memori puasa teman-teman sejak kecil menyenangkan juga ya, dan memberikan dampak positif bagi anak-anak kita khususnya anak usia dini, nah sebelum bulan Ramadhan tiba biasanya disekolah kami ada acara 'botram' atau 'cucurak' namun belum saya ulas di sini, mengingat kewajiban administrasi sebagai pendidik PAUD begitu bejibun, hehehe
Kami juga memperkenalkan kudapan atau kue tradisional khas Indonesia bisa berupa kue lapis, keripik pisang manis/asin, rengginang, kue putu, ubi rebus, dan lainnya.
Fenomena 'Takjil War' Bagi Anak Usia DiniÂ
Helo bunda-bunda dan teman-teman semua tidak usah khawatir anak kita seru-seruan mengikuti trend di gadget karena resiko memberikan anak gadget sebelum waktunya iya, itu... Siap-siaplah telinga mendengar kata-kata viral tersebut meskipun selama ada edukasi dari kita selaku orang dewasa. Aman.
Seperti halnya anak yang sering nonton video di media sosial maka kita sebagai pendidik akan mengikuti apa yang dikatakan anak terlebih dahulu guna memberikan kenyamanan berkomunikasi tentunya dengan pengarahan yang positif.
Contohnya anak yang sering atau suka menonton joged ala 'tenge-tenge' yang viral itu pun kita sebagai pendidik wajib dan harus bisa menyikapinya dengan baik dan bijak misalnya dengan memberikan kalimat yang positif dan efektif agar anak tidak merasa dihakimi.
Karena bagaimana pun mereka adalah 'generasi canggih' yang ketika 'maaf' sebelum lahir teknologi sudah di depan mata tanpa terkecuali siapapun dan dimanapun, sisi positif dan dampak negatif pun akan terasa oleh kita kaum 'tua' yang mangalami posisi sebelum semuanya ada.
Saya pun berinisiatif mengulas ini karena ada salah satu anak didik saya mengungkapkan bahasa 'nanti kereta santa claus akan di ambil, terserah mau pakai kereta kencana' hal yang pertama saya dengar adalah 'ngakak so hard' bukan berarti menyepelekan atau bermaksud menjatuhkan ya teman-teman namun lebih ke respect, anak usia dini aja tahu hal seperti ini loh.
Konteksnya bukan ke ranah agama tertentu tetapi memang ini sudah menjadi fenomena yang sedang viral dan booming di dunia Maya saat ini, di dunia nyata teman saya pernah ikut lebaran dalam kondisi sadar sesadar-sadarnya bahkan ikut ke mesjid untuk sholat Ied (walaupun dia tidak sholat). Bagaimana? Pasti yang baca kaget dan tertawa walaupun tidak lucu. Hehe
Hal yang pertama kali saya rasakan adalah bahagia dia bisa ikut walaupun tidak saya ajak 'log-in'/masuk Islam (begitu bahasa/kata-kata warga dunia medsos/dunia Maya menyebutnya dengan candaannya) walaupun sih sebenarnya ada terjadi pro dan kontra di salah satu medsos terkait hal ini, rata-rata kebanyakan berfikir positif buat seru-seruan.
Saya secara pribadi berterima kasih kepada warga Nonis yang sudah meramaikan Ramadhan tahun ini dengan kata-kata dan memborong 'takjil' yang menurut saya 'membahagiakan' bagi yang membutuhkan walau tidak semua orang sependapat, ini kan negara demokrasi jadi bebas dong mau sepakat atau tidak tergantung sudut pandang masing-masing.
Keseruan ini semoga menjadi toleransi yang abadi diantara kita sesama penganut agama yang sama ataupun tidak, karena betapa Indonesia ini kaya akan tradisi dan budaya yang jika di pahami bersama begitulah Tuhan memberikan jalan bagi sesama untuk saling mengenal dan berbagi peduli.
Bukankah sudah jelas diperintahkan di dalam kitab suci kita melalui Firman-Nya sebagai berikut :Â
" Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan Bersuku-suku agar kamu saling mengenal ......... "Â
(QS : Al-Hujurat Ayat : 13 / Sumber : quran.nu.or.id )
Ayat di atas menegaskan bahwa sudah diperintahkan didalam kitab suci untuk saling mengenal meskipun berbeda bangsa dan suku yang tentunya terdapat beberapa perbedaan agama dan kepercayaan, hal ini agar ilmu pengetahuan kita luas dan bertambah, istilahnya bahasa emak-emak 'mainnya harus jauh' begitu hehe.......
Begitupun dengan fenomena yang terjadi saat ini dimana mereka yang Nonis sangat 'welcome' sekali dan bersedia melariskan usaha dagangan Takjil / UMKM muslim yang mencari peruntungan rezeki lewat berjualan tersebut.
Bahkan ada juga posisi yang Nonis sebagai penjual Takjil, seperti halnya di Purwakarta ada salah satu toko yang penjualnya Nonis kalau tidak salah ya yaitu yang terkenal dengan makanan-makanan, camilan, kudapan, kue-kue yang enak menurut saya dan sudah terkenal bertahun-tahun lamanya, nah teman-teman yang ke Purwakarta jika main tidak lupa mampir ya, hehe.... Makasih loh... Ups! Jadi promosi, gpp ya ikut-ikutan 'takjil war' yang positif tentunya.
Apabila di teliti dengan makna yang baik dan sudut pandang yang luas kata-kata 'Takjil War' tidaklah selalu berkonotasi negatif, sebaliknya jika memberikan edukasi positif maka seorang anak usia dini pun akan mengerti dan memahami bagaimana harus bersikap saat itu terjadi, nah berikut manfaat edukasi 'takjil war' bagi anak usia dini :Â
1. Mengenalkan toleransi beragama bagi anak usia dini karena tertuang dalam kurikulum (NAM : Nilai Agama dan Moral)
2. Membiasakan anak usia dini dengan pengetahuan mengenal beragam jenis agama, ras, suku, budaya dan lainnya secara positif dan efektif.
3. Memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi anak untuk berpendapat dan menyampaikan perasaanya bahwa kita hidup di Negara Indonesia yang memiliki keunikan dan keberagaman melalui pertanyaan pemantik, misalnya dengan tidak memaksakan kehendak kepada teman lain dan saling menghormati.
4. Mengenalkan toleransi beragama sejak anak usia dini itu penting dan memberikan pemahaman untuk saling menghargai melalui berbagai sarana dan media, misalnya buku cerita, video dan lainnya.
5. Bermain peran atau bermain 'macro/microplay'Â yang sudah tersedia di arena main dan jam main anak dengan mendampingi ke arah yang lebih baik dan positif.
6. Bisa menjadi agenda praktek 'cooking class' dengan waktu bergeser atau penugasan di rumah dan mengajak anak 'takjil war' dengan berbagi peduli takjil gratis di orang-orang sekitar rumahnya/lingkungannya.
7. Kata 'takjil war' adalah kata pemantik karena anak usia dini cenderung lebih suka dengan kata-kata aneh dan menantang, seperti 'berburu harta karun dan semut raksasa' , 'perang sedotan' perang-perangan. Bisa dengan mengenalkan huruf dan kata tersebut, anak lebih kaya akan kosa kata dan bahasa.
Nah kurang lebih seperti itu ya teman-teman semoga bermanfaat dan bisa difahami.
Jadi bukan memaksa anak untuk tahu agama lain ya gaess! Namun lebih ke 'hanya' mengenalkan pengetahuan kepada anak usia dini bahwa mereka bukan satu-satunya penganut agama yang satu, terdapat beberapa agama yang resmi dan di akui negara kesatuan Republik Indonesia secara hukum dan sah.
Bagaimana caranya? Bisa melalui cerita buku atau media lainnya, jika di sekolah saya menggunakan alat bantu media pembelajaran melalui Buku Pilar 'Toleran, Cinta Damai dan Bersatu/Pilar ke-9' didalamnya terdapat ilmu pengetahuan khusus untuk anak usia dini agar mengenal dan memahami bagaimana bersikap dan berkarakter positif.
Memang tidak ada yang sempurna di dunia ini, fenomena 'takjil war' bukan hanya sebagai menu pelengkap buka puasa di Bulan Ramadhan, namun telah meluluhkan sekat suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) yang jarang terjadi di belahan dunia manapun, ah! Pokoknya I Love Indonesia Weh lah .... Hmm.....
Nah, jika kamu dan kalian di posisi saya, sebagai pendidik dan tenaga kependidikan dengan anak-anak usia dini sebagai generasi emas yang berpikir kritis yang serba tahu segalanya sebelum kita dan selalu ingin tahu, Â maka hal pertama apa yang akan anda lakukan? Hehe
Kalau saya sih memberikan pemahaman dengan tidak 'menjudge'Â mereka 'main hp mulu' dan lain-lain, tetapi dengan memberikan pemahaman bahwa itu adalah alat komunikasi dan belajar menggunakannya dengan aturan (bagi yang terlanjur sudah terkontaminasi gadget ya, tidak jarang saya melakukan metode terapi bagi anak usia dini bagi yang sudah ketergantungan gadget).
Karena tidak bisa dipungkiri anak usia dini sekarang 'sekali lagi' adalah generasi 'canggih' dimana mereka memiliki pengalaman luas berselancar di dunia Maya bahkan tanpa pengawasan orang dewasa dan dunia dalam genggaman mereka. Waspadalah.... Â
Peran kita sebagai orang dewasa sangatlah penting dalam pembentukan karakter baik dan positif dengan memberikan contoh yang baik, memberikan motivasi dan inovasi mengarahkan pembelajaran bermain yang bermakna dan menyenangkan.
Sekali lagi tulisan ini tidak bermaksud apapun, hanya murni bentuk kerisauan saya selaku praktisi PAUD bahwa ternyata kita berada jauh di antara anak-anak kita jika kita berfikir bahwa anak yang tahu segalanya adalah berbahaya, namun jika memberikan edukasi yang baik maka akan sebaliknya.Â
Celotehan anak yang diluar nalar kita terkadang memicu kita untuk lebih kreatif dan tanggap dalam menghadapi generasi 'canggih' ini, dengan bijaksana dan kasih sayang.
Etika, adab, hormat, santun dan pendengar yang baik bagi anak usia dini adalah bentuk nyata praktik saya di sekolah dalam menangani fenomena-fenomena yang terjadi, walaupun sekali lagi kita bukanlah Tuhan yang bisa mengubah anak semau kita.
Dengan usaha pembiasaan baik, praktek baik dan pengetahuan yang baik secara terus menerus dan masif maka akan menjadi pola hidup dan karakter baik bagi anak usia dini kedepannya dan seterusnya tidak lupa melangitkan mereka dalam doa-doa terbaik kita.
Terima kasih
Salam
Hana Marita Sofianti
Purwakarta, 20 Maret 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H