" Jika kamu ingin hidup damai, mulailah berdampingan dengan yang tidak sejalan denganmu (musuhmu)" (Sersan Süleyman Dilbirliği  )
Film ini viral di aplikasi medsos & salah satu Artis / Penyanyi mengunggahnya di akun medsosnya sekitar satu atau dua hari yang lalu.
Rasa penasaran pun mulai muncul sehingga saya mencari dan menonton film tersebut kemarin bersama anak tercinta.
Film diadaptasi dari kisah perang di Korea Selatan & Korea Utara yang berawal pada tanggal 25 Juni 1950 - 27 Juli 1953 / 3 tahun 1 bulan 2 hari ( de facto ).
Saat itu dua kubu negara tersebut masing-masing memiliki negara-negara pendukung dalam pertempuran, perang ini terjadi 5 hari setelah perang dunia ke dua.
Korea Utara memiliki 2 negara pendukung yaitu China & Uni Soviet, juga 7 negara pendukung Uni Soviet ( Negara Sosialis yang membentang Eropa & Asia pada tahun 1922-1991 ).
Sedangkan Korea Selatan memiliki dukungan dari PBB dan 29 negara pendukung yang terbagi menjadi dukungan pertempuran, medis dan lainnya.
Negara - negara pendukung Korea Utara :
- CinaÂ
- Uni Soviet :
- Jerman Timur
- Polandia
- Rumania
- Cekoslowakia
- Bulgaria
- Mongolia
- Hongaria
Adapun pendukung Korea Selatan diantaranya PBB yang terdiri dari :
16 negara dukungan pertempuran 5 diantaranya :
- Amerika Serikat
- Britania Raya
- Kanada
- Turki
- Australia
6 negara dukungan medis :
- Italia
- Jerman Barat
- India
- Norwegia
- Denmark
- Swedia
7 negara dukungan lainnya 3 diantaranya  :
- Israel
- Jepang
- Kuba
Dari data di atas Turki menempati posisi ke 4 dalam negara dukungan pertempuran saat itu setelah Kanada.
Saya akan membahas alur cerita dari film "Ayla: The Daughter of War"Â tersebut & kisah pilu anak lain korban perang juga.
Ayla: The Daughter of WarÂ
Tentara Turki yang dikirim berjumlah 5.090 orang salah satunya adalah Sersan Süleyman Dilbirliği.
Seorang tentara yang ditugaskan oleh negaranya & PBB ke negara Korea untuk membantu pasukan dalam peperangan di sana.
Ketika perang terjadi Sersan Süleyman Dilbirliği menemukan seorang anak kecil berusia sekitar 4-5 tahun.
Dalam puing-puing dan mayat orang tuanya yang sudah meninggal karena korban peperangan.
Awalnya gadis kecil itu ragu untuk ikut dengan orang baru dihadapannya, namun mungkin dikarenakan hati tulus Sersan Süleyman yang membuat dia ikut bersamanya.
Film ini sudah tayang sejak 4 tahun yang lalu atau 27 Oktober 2017 di Turki dan 21 Juni 2018 di Korea, namun sempat viral juga akhir-akhir ini.
Film yang didistribusikan oleh Warner Bros ini memang memiliki kisah dan alur film yang dibuat apik walau berdurasi hanya 124 menit.
Pemutaran pertama kali film ini tanggal 11 September 2017 dalam Festival Film Toronto, disponsori oleh Turkish Airlines & Kementrian Kebudayaan Pariwisata Turki.
Ayla ( Kim Eunja), nama gadis kecil yang diberikan oleh Sersan Süleyman merupakan nama yang diambil dari sinar bulan yang menerangi ketika anak tersebut ditemukan olehnya.
Awalnya keduanya terkendala oleh bahasa sehingga membuat Ayla tidak berbicara, setelah beberapa lama Ayla pun mengerti dan dapat berkomunikasi dengan Sersan Süleyman bahkan memanggilnya Ayah.
Singkat cerita Sersan Süleyman pun harus meninggalkan negara Korea juga Ayla dan kembali ke Turki, keduanya terpisah.
Kondisi ini membuat Sersan Süleyman dan tentunya Ayla shock juga momen ini adalah paling sedih menurut saya.
Akhirnya Sersan Süleyman harus meninggalkan Korea dan kembali ke Turki tanpa membawa Ayla dan berjanji akan kembali.
Di kehidupan nyata sersan Süleyman sempat mencari Ayla dan mengalami kegagalan karena tidak mengetahui nama aslinya.
Terakhir mereka benar-benar bertemu setelah 60 tahun kemudian ( tahun 2010 ) dan ini sangat mengharukan.
Film yang disutradarai oleh Can Ulkay dan Produser Mustafa Uslu ini dapat menjadi rekomendasi tontonan dengan anak kita sambil mengedukasinya dengan Kisah Pilu Anak Lain Korban Perang.
Kisah Pilu Anak Lain Korban Perang
Perang Korea Selatan dan Korea Utara berakhir secara tidak resmi pada tanggal 27 Juli 1953 dalam sebuah gencatan senjata.
Saat itu banyak korban termasuk anak-anak berguguran, mereka tidak memiliki pilihan lain dalam situasi tersebut.
Selain Palestina, saat ini di Suriah pun terdapat banyak anak-anak korban peperangan dan telah menjadi yatim piatu.
Dilansir dari kompas.com baca juga :
PBB desak 27.000 anak di Kamp. Suriah untuk dipulangkan ke negara asalnya, termasuk Indonesia.
Hal ini sangat miris sekali, ditengah revolusi industri 4.0 & evolusi sistem 4.0 yang mengharuskan kita mempersiapkan diri menyongsong masa depan anak-anak kita yang gemilang.
Disisi lain ada anak-anak korban perang yang pilu dan memang harus diperhatikan baik dalam sisi psikologi, kehidupan dan sosial emosionalnya.
Disaat anak lain mempersiapkan diri dan sibuk dengan gadgetnya, ada ribuan anak yang terdoktrin dengan hal-hal yang berbau radikalisme.
Anak-anak di Suriah tersebut akan dipulangkan jika negara asal mereka mau menerima kembali dan merehabilitasinya.
Akan tetapi jika tidak maka saat usia 18 tahun mereka akan menjadi tahanan dan juga tetap dilakukan direhabilitasi.
Merehabilitasi isi kepala anak yang sudah di doktrin radikalisme tidak semudah atau sebisa mengedukasi anak zaman now atau generasi Z, walau dinding beda tipis atau tebal .
Selain itu anak-anak korban perang juga sudah terbiasa dengan suara rudal, senjata api, tank dan lainnya.
Mereka memiliki hak untuk hidup dalam kedamaian dan tumbuh kembang sesuai dengan fitrah dan meraih masa depannya dengan baik.
Mengedukasi anak lewat film yang sedang viral merupakan tantangan tersendiri bagi saya pribadi Mak! Apalagi saat anak banyak bertanya, harus mempersiapkan jawaban dengan sebaik-baiknya. Hehehe
Supaya anak mengisi hari-harinya dengan sesuatu yang lebih bermanfaat dan belajar dengan giat.Â
Tidak terlahir di negara saat peperangan baik zaman dahulu dan sekarang merupakan suatu hal yang patut disyukuri.
Salam.Â
Emak-emak biasa ajaÂ
Purwakarta, 21 Juli 2021
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI