Akan menjadi dampak / permasalahan yang nyata jika tujuan program tidak terarah dan tidak tepat sasaran.
Berakibat pergesekan jumlah tenaga kependidikan dan pemborosan anggaran jika tidak sesuai dengan tujuan dan fungsi dari kampus mengajar di atas.
Contohnya di Jawa-Barat, jumlah tenaga pendidik atau guru honorer sudah lebih dari cukup atau memadai dan bukan termasuk daerah 3T.
Daerah 3T seperti contoh di Papua yang mana minim dan kurangnya tenaga pengajar/pendidik juga tidak berkompetensi dibidangnya.
Sehingga lulusan SD juga ada yang menjadi guru adalah permasalahan yang sangat terlihat jelas bahwa memang sasaran dari kampus mengajar ini adalah daerah tersebut.
Sebagai referensi, pembahasan lebih lanjut dan tambahan informasi, dilansir dari Kompas.com :
Mas menteri Nadiem Makarim telah membuka rekrutmen kampus mengajar angkatan satu tahun 2021.
Dalam program kampus mengajar, mahasiswa akan mendapatkan konversi sks sampai dengan 12 sks, mendapatkan potongan UKT dan biaya hidup selama 12 minggu.
Penyelenggaraan program ini telah didukung oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan Kementrian Keuangan.
Benar menurut ketua PGRI kabupaten Purwakarta bahwa jika tidak tepat sasaran rekrutmen yang dilakukan akan membuat pemborosan anggaran dan biaya.
Pasalnya, porsi anggaran lebih baik dialokasikan untuk guru-guru honorer yang berusaha memberikan layanan maksimal dimasa pandemi dan jelas-jelas sangat membutuhkan insentif lebih untuk mendukung kinerja.