Mohon tunggu...
Hana Marita Sofianti
Hana Marita Sofianti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini, Guru , Blogger, Ghost Writer, Founder MSFQ

Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini , Guru, Blogger, Ghost Writer, Founder MSFQ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi "Amplop" di Undangan Pernikahan dan Utang Piutang

12 Januari 2020   00:14 Diperbarui: 21 Juni 2021   17:23 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Once upon a time, di masyarakat kita  khususnya saya orang sunda Warga Kota Purwakarta , terutama orangtua pada zaman dahulu kala, tradisi "ngamplop" (memberikan hadiah / sumbangan / apresiasi ) di sebuah hajatan/kondangan/ undangan pernikahan atau khitanan.

Begitu lekat dengan memberikan uang atau amplop dari tangan ke tangan di suatu hajatan tertentu dan merupakan suatu kewajiban untuk datang jika yang mengundang juga pernah hadir dan muncul di acara hajatan kita ataupun orangtua kita dan kita harus membalasnya kembali. 

Tradisi ini menjadi turun temurun hingga sekarang kepada kita sampai ke anak cucu buyutnya. Tapi tahukah kamu bahwa di perkampungan tradisi yang berkembang tidak hanya berupa "ngamplop" saja, akan tetapi bisa meluas ke berbagai keperluan hajatan lainnya seperti diantaranya : riasan pengantin, tenda, acara hiburan (misalnya : organ tunggal, dll) beras, mie, wortel, dll. 

Dan percaya atau tidak percaya itu menjadi utang piutang. Jadi mereka akan membayarnya jika nanti yang menghutangkan mengadakan hajatan juga di kemudian hari.

Adapun untuk sebuah kado itu sudah tidak efisien dan terhapuskan sejak ada noted di undangan *tidak menerima kado, lucu kan? Dan saya lupa mulai tahun kapan itu berlaku. 

Pokoknya sejak saat itu tradisi kado kadoan sudah tidak muncul kecuali di pesta ulang tahun anak-anak saja karena di kampung tidak ada dan jarang sekali orang dewasa hajatan pesta ulang tahunan.

Baca juga : Tradisi Pernikahan Seperti Ajang Mencari Keuntungan

dokpri
dokpri
Bagi saya yang baru menjadi ibu sekitar tahun 2009 baru mengetahui hal itu dan mulai menilai manfaat beberapa hal dari tradisi tersebut diantaranya :

Memiliki unsur gotong royong dan persatuan yang tinggi

Tahukah kalian dengan adanya hal tersebut di atas kita bisa menilai bahwa orangtua zaman dahulu sudah menerapkan tradisi hajatan ini sebagai unsur gotong royong dan persatuan yang tinggi.

Artinya ketika yang empunya hajat tidak memiliki modal untuk acara syukuran tersebut maka setiap warga bersedia membantu apapun yang di butuhkan, walaupun dengan catatan utang piutang. Salut kan?

Memperertat tali persaudaraan

Betapa tidak? Karena setiap yang hajatan itu pasti akan berbuat hal yang sama ketika mereka yang memberi bantuan bermaksud hajatan juga di kemudian hari, entah itu pernikahan ataupun khitanan maka yang merasa terbantu.

Mereka akan mengembalikan kembali apa yang telah mereka terima baik berupa uang atau barang, artinya jika uang Amplop Rp . 50.000,- maka yang empunya hajatan akan mengembalikan dengan nominal yang sama.

Baca juga : Tradisi Pernikahan Hantu: Solusi bagi Para Jomblo yang Belum Berjodoh

Apabila berupa barang akan mengembalikan berupa barang juga contohnya jika membantu wortel 10 kg maka akan mengembalikan wortel juga 10 kg (yang ini mungkin sifatnya barter, tapi utang piutang). 

Terlepas dari harganya mahal atau murah dan naik atau tidaknya di pasar, mereka tidak mempedulikan itu, yang penting tali persaudaraan tetap terjalin karena terdapat unsur saling membantu satu sama lain.

Petugas panitia relawan

Ada loh yang menjadi petugas panitia relawan dan tidak di bayar, artinya hanya di kampung dan tradisinya lah yang seperti itu. Baik itu RT atau petugas keamanan lainnya, ataupun yang membantu iris mengiris juru masak di dapur umum dan lainnya selama hajatan berlangsung dan mereka tidak di bayar.

Tradisi "Amplop" dan utang piutang

Jangan lupa ada gentong amplop yang biasanya di simpan di depan (di tempat pagar ayu) ataupun di samping pengantin atau anak yang di khitan. Tapi terkadang adapula yang langsung di berikan kepada yang mempunyai acara hajatan langsung dengan salaman sambil di selipkan amplop di tangannya. 

Dan kebanyakan di berikn nama dari orang yang memberi di atas amplopnya, hanya sedikit yang tidak di tuliskan namanya. Kemungkinan ada juga yang jahil dengan memberikan amplop kosong (bisa juga terjadi, tapi sejauh ini belum menemukannya hanya menurut dari mulut ke mulut saja dan itu tidak bisa di buktikan).

Begitulah tradisi amplop dan utang piutang yang mengalir dari waktu ke waktu yang sudah menjadi adat dan kebiasaan bagi setiap warga di kampung-kampung. 

Mungkin jika di kota-kota besar akan berbeda ya, misalnya dengan memesan makanan yang sudah siap sedia dengan even organizing (E O) wedding party, seperti catering atau ada buket bunga, lempar bunga, dll. 

Tetapi belum pernah mendengar ulasan utang piutang seperti di kampung selama saya berkunjung ke kota ketika datang untuk memenuhi undangan kawan, kebanyakan terima jadi.

Adapun hal yang menjadi utang piutang selama ada akad dan perjanjian dari masing-masing pihak itu sah-sah saja dan tidak mengandung riba di dalamnya maka di bolehkan, karena di nilai banyak maslahatnya. 

Baca juga : Tradisi Pernikahan ala Masyarakat Indonesia, dari Tradisi Rewang Menuju Berbalas Amplop

Utang piutang disini perku di garis bawahi : bukan sekedar amplop/uang, barter barang, dll, tetapi kedatangan/kehadiran pun menjadi utang dan wajib datang jika yang di undang itu datang di hajatan undangan pernikahan tersebut.

Bagi warga yang tidak mau mempunyai utang piutang dengan tradisi "amplop" ataupun barter barang, dll juga tidak di haruskan untuk melaksanakan hal tersebut di atas.

Sebab yang menjadi wajib adalah aqadnya atau rukun nikahnya apabila yang menikah dan atau khitanan itu sunnah nabinya serta tasyakurannya walupun sederhana, bukan hajatannya yang besar-besaran yang terpaksa sehingga menjadi utang piutang. 

Jika di kampung walaupun hajatannya tidak seperti pesta besar-besaran, hanya aqad nikah saja atau walimatul nikah atau tasyakuran yang bentuknya sederhana saja warga kampung akan tetap bersatu dan bergotong royong saling bahu membahu membantunya. Itu yang saya saksikan selama saya tinggal di kampung. 

Nah bagaimana dengan kalian?

#warga kota purwakarta

#wargakotapwk

#beyondblogging

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun