Begitulah tradisi amplop dan utang piutang yang mengalir dari waktu ke waktu yang sudah menjadi adat dan kebiasaan bagi setiap warga di kampung-kampung.Â
Mungkin jika di kota-kota besar akan berbeda ya, misalnya dengan memesan makanan yang sudah siap sedia dengan even organizing (E O) wedding party, seperti catering atau ada buket bunga, lempar bunga, dll.Â
Tetapi belum pernah mendengar ulasan utang piutang seperti di kampung selama saya berkunjung ke kota ketika datang untuk memenuhi undangan kawan, kebanyakan terima jadi.
Adapun hal yang menjadi utang piutang selama ada akad dan perjanjian dari masing-masing pihak itu sah-sah saja dan tidak mengandung riba di dalamnya maka di bolehkan, karena di nilai banyak maslahatnya.Â
Baca juga : Tradisi Pernikahan ala Masyarakat Indonesia, dari Tradisi Rewang Menuju Berbalas Amplop
Utang piutang disini perku di garis bawahi : bukan sekedar amplop/uang, barter barang, dll, tetapi kedatangan/kehadiran pun menjadi utang dan wajib datang jika yang di undang itu datang di hajatan undangan pernikahan tersebut.
Bagi warga yang tidak mau mempunyai utang piutang dengan tradisi "amplop" ataupun barter barang, dll juga tidak di haruskan untuk melaksanakan hal tersebut di atas.
Sebab yang menjadi wajib adalah aqadnya atau rukun nikahnya apabila yang menikah dan atau khitanan itu sunnah nabinya serta tasyakurannya walupun sederhana, bukan hajatannya yang besar-besaran yang terpaksa sehingga menjadi utang piutang.Â
Jika di kampung walaupun hajatannya tidak seperti pesta besar-besaran, hanya aqad nikah saja atau walimatul nikah atau tasyakuran yang bentuknya sederhana saja warga kampung akan tetap bersatu dan bergotong royong saling bahu membahu membantunya. Itu yang saya saksikan selama saya tinggal di kampung.Â
Nah bagaimana dengan kalian?
#warga kota purwakarta