Pemerintah menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12 persen yang berlaku per 1 Januari 2025. Namun sejumlah barang-jasa bersifat strategis akan dibebaskan dari PPN dengan insentif mencapai Rp265,5 triliun.
Pemerintah menegaskan, kenaikan PPN menjadi 12 persen sudah sesuai Undang-Undang (UU) 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dijelaskan pada BAB IV Pasal 7 Ayat 2, bahwa kenaikan PPN sebesar 12 persen, berlaku paling lambat 1 Januari 2025.
Sebelum itu, pemerintah telah menaikan PPN ke 11 persen per-April 2022, dari 10 persen pada periode sebelumnya.
"Sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Harmoni Peraturan Perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari (2025)," kata Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers, Paket Kebijakan Ekonomi di Jakarta, Senin (16/11/2024)
Dampak PPN terhadap masyarakat dan pengusaha
Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia DR. Irwan Setiawan dalam wawancaranya yang dimuat di Kompas. Ia menyatakan bahwa kenaikan PPN 12 Persen berpotensi menekan daya beli masyarakat terutama di kelompok menengah ke bawah. Menurutnya, kondisi tersebut dapat mengurangi konsumsi domestik
Oleh karena itu DR. Irwan Setiawan menyarankan agar pemerintah menyediakan mekanisme mitigasi agar dampak yang di rasakan masyarakat tidak signifikan.
Sementara itu dampak bagi pengusaha menurut Direktur Center Of Economic and Studies ( CELIOS ), Bhima Yudhistira, seperti yang dimuat di CNBC Indonesia, yang menekankan bahwa kenaikan PPN dapat ,memperlambat pemulihan ekonomi. Daya beli masyarakat menurun karena tekanan harga barang, sementara UMKM menghadapi kesulitan menyelesaikan margin keuntungan.
SIAPA YANG PALING TERDAMPAK DARI KENAIKAN PPN 12%?
Pakar ekonomi telah memperingatkan bahwa kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah adalah yang paling rentang terhadap kenaikan ini.
Dengan pengeluaran yang lebih besar pada kebutuhan, kenaikan PPN secara langsung memengaruhi keseimbangan anggaran rumah tangga mereka. Sementara itu, UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional juga diprediksi menghadapi tantangan besar. Sehingga pemerintah dinilai perlu menyediakan kebijakan insentif atau subsidi untuk melindungi sektor ini agar tetap produktif.
Dampak Kenaikan PPN pada Dunia Usaha
bisnis yang bergantung pada konsumsi rumah tangga, seperti sector retail dan usaha hiburan, beresiko kehilangan omzet lebih besar. Selain itu sector usaha yang menjual barang atau jasa dengan elastissitas permintaan tinggi juga akan merasakan dampaknya lebih besar atas penurunan daya beli konsumen
Atas kenaikan pajak 12 persen ini, banyak sekali issue issue yang beretebaran di lingkungan masyarakat menanggapi hal tersebut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan jawaban panjang soal kenaikan PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 mendatang.
- Kenaikan Harga Cuma 0,9%
DJP menyatakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari awalnya 11% menjadi 12% hanya akan menyebabkan tambahan harga tak sampai 1%. Tepatnya cuma kenaikan harga senilai 0,9% bagi konsumen. "Kenaikan PPN 11% menjadi 12% hanya menyebabkan tambahan harga sebesar 0,9% bagi konsumen," tulis DJP dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/12/2024).
sebagai contoh, sekaleng soda harganya Rp 7.000. Saat ini dengan PPN yang masih berlaku sebesar 11% maka akan dikenakan tambahan Rp 770, jika diakumulasi harga sekaleng soda tersebut akan menjadi Rp 7.770. Nah saat PPN naik menjadi 12%, artinya akan ada tambahan harga senilai Rp 840, maka ketika diakumulasi harga sekaleng soda tersebut menjadi Rp 7.840. DJP menilai kenaikan yang terjadi cuma 0,9%. Cara menghitungnya, harga dengan PPN 12% dikurang harga dengan PPN 11%, kemudian dibagi dengan harga dengan PPN 11% dikalikan 100%. - Inflasi terjaga
Inflasi pun akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di kisaran 1,5%-3,5%. Dengan demikian, kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan.Sementara itu, bila dikilas balik, kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 juga tidak menyebabkan lonjakan harga barang/jasa dan tergerusnya daya beli masyarakat. Berkaca pada periode kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022, dampak terhadap inflasi dan daya beli tidak signifikan.
Perbandingan tarif PPN di Vietnam
" Vietnam sangat paham, kalau konsumsi sedang melemah, ekonominya distimulus dengan tarif pajak lebih rendah. Tapi kepatuhan pajaknya dikejar. Itu mendorong pendapatan lebih besar lagi " ujar Bhima dalam acara obrolan newsroom Kompas.com, dikutip sabtu (21/12/2024)
Vietnam sebelumnya telah menurunkan tarif PPN dari 10 persen mejadi 8 persen untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah perlambatan ekonomi global. Langkah ini dinilai efektif dalam mendorong konsumsi domestic sekaligus meningkatkan penerimaan pajak melaui kepatuhan yang lebih baik.
Bhima juga menyampaikan bahwa kebijakan fiskal Vietnam dapat menjadi contoh bagi Indonesia untuk memperioritaskan daya beli masyarakat sekaligus mendorong penerimaan negara secara berkelanjutan
KESIMPULAN
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen merupakan kebijakan strategis yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara guna mendukung pembangunan nasional dan memperkuat stabilitas fiskal. Dalam jangka panjang, kebijakan ini berpotensi memberikan dampak positif, terutama dalam menyediakan sumber pendanaan bagi program-program pemerintah yang bersifat produktif.
Namun, kebijakan ini juga membawa tantangan, terutama dalam jangka pendek. Dampak langsung yang dirasakan adalah potensi penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang dan jasa. Selain itu, sektor usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), berisiko mengalami tekanan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini juga dikhawatirkan dapat memicu inflasi yang berpotensi memperburuk kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah.
Dari analisis ini, dapat disimpulkan bahwa kenaikan PPN 12 persen memiliki karakteristik sebagai solusi fiskal, namun perlu diimbangi dengan kebijakan pendukung agar tidak menjadi beban yang berat bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
SARAN
Pendampingan untuk UMKM
Pemerintah perlu memberikan insentif atau subsidi kepada UMKM untuk membantu mereka beradaptasi dengan kebijakan ini. Pelatihan dan pendampingan dalam pengelolaan keuangan juga penting agar mereka dapat tetap bertahan dan berkembang.
Kebijakan Sosial untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Untuk mengurangi dampak kenaikan harga terhadap masyarakat miskin, pemerintah perlu memperkuat jaring pengaman sosial, seperti subsidi kebutuhan pokok, bantuan langsung tunai (BLT), atau program keluarga harapan (PKH).
Pengendalian Inflasi
Bank Indonesia dan pemerintah harus bekerja sama dalam mengendalikan inflasi dengan memastikan ketersediaan pasokan barang kebutuhan pokok dan menjaga stabilitas harga.
Sosialisasi dan Edukasi Pajak
Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi mengenai pentingnya pajak dan manfaat yang dihasilkan dari kebijakan ini. Edukasi ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap kebijakan pajak serta mendorong kepatuhan pajak.
Evaluasi Berkala
Pemerintah harus melakukan evaluasi secara berkala terhadap implementasi kenaikan PPN. Jika ditemukan dampak negatif yang signifikan, perlu dilakukan penyesuaian kebijakan agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi.
Dengan mengimplementasikan kebijakan pendukung yang tepat, kenaikan PPN 12 persen dapat memberikan manfaat optimal tanpa menimbulkan beban yang berlebihan bagi perekonomian Indonesia.
Sumber ini di peroleh dari klikpajak, tirto id, detik com, kompas. com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI