Dampak Kenaikan PPN pada Dunia Usaha
bisnis yang bergantung pada konsumsi rumah tangga, seperti sector retail dan usaha hiburan, beresiko kehilangan omzet lebih besar. Selain itu sector usaha yang menjual barang atau jasa dengan elastissitas permintaan tinggi juga akan merasakan dampaknya lebih besar atas penurunan daya beli konsumen
Atas kenaikan pajak 12 persen ini, banyak sekali issue issue yang beretebaran di lingkungan masyarakat menanggapi hal tersebut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan jawaban panjang soal kenaikan PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 mendatang.
- Kenaikan Harga Cuma 0,9%
DJP menyatakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari awalnya 11% menjadi 12% hanya akan menyebabkan tambahan harga tak sampai 1%. Tepatnya cuma kenaikan harga senilai 0,9% bagi konsumen. "Kenaikan PPN 11% menjadi 12% hanya menyebabkan tambahan harga sebesar 0,9% bagi konsumen," tulis DJP dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/12/2024).
sebagai contoh, sekaleng soda harganya Rp 7.000. Saat ini dengan PPN yang masih berlaku sebesar 11% maka akan dikenakan tambahan Rp 770, jika diakumulasi harga sekaleng soda tersebut akan menjadi Rp 7.770. Nah saat PPN naik menjadi 12%, artinya akan ada tambahan harga senilai Rp 840, maka ketika diakumulasi harga sekaleng soda tersebut menjadi Rp 7.840. DJP menilai kenaikan yang terjadi cuma 0,9%. Cara menghitungnya, harga dengan PPN 12% dikurang harga dengan PPN 11%, kemudian dibagi dengan harga dengan PPN 11% dikalikan 100%. - Inflasi terjaga
Inflasi pun akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di kisaran 1,5%-3,5%. Dengan demikian, kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan.Sementara itu, bila dikilas balik, kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 juga tidak menyebabkan lonjakan harga barang/jasa dan tergerusnya daya beli masyarakat. Berkaca pada periode kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022, dampak terhadap inflasi dan daya beli tidak signifikan.
Perbandingan tarif PPN di Vietnam
" Vietnam sangat paham, kalau konsumsi sedang melemah, ekonominya distimulus dengan tarif pajak lebih rendah. Tapi kepatuhan pajaknya dikejar. Itu mendorong pendapatan lebih besar lagi " ujar Bhima dalam acara obrolan newsroom Kompas.com, dikutip sabtu (21/12/2024)
Vietnam sebelumnya telah menurunkan tarif PPN dari 10 persen mejadi 8 persen untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah perlambatan ekonomi global. Langkah ini dinilai efektif dalam mendorong konsumsi domestic sekaligus meningkatkan penerimaan pajak melaui kepatuhan yang lebih baik.
Bhima juga menyampaikan bahwa kebijakan fiskal Vietnam dapat menjadi contoh bagi Indonesia untuk memperioritaskan daya beli masyarakat sekaligus mendorong penerimaan negara secara berkelanjutan
KESIMPULAN
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen merupakan kebijakan strategis yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara guna mendukung pembangunan nasional dan memperkuat stabilitas fiskal. Dalam jangka panjang, kebijakan ini berpotensi memberikan dampak positif, terutama dalam menyediakan sumber pendanaan bagi program-program pemerintah yang bersifat produktif.
Namun, kebijakan ini juga membawa tantangan, terutama dalam jangka pendek. Dampak langsung yang dirasakan adalah potensi penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang dan jasa. Selain itu, sektor usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), berisiko mengalami tekanan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini juga dikhawatirkan dapat memicu inflasi yang berpotensi memperburuk kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah.