Mohon tunggu...
wiyanto
wiyanto Mohon Tunggu... Guru -

Saya adalah guru sejarah di salah satu sekolah di Kota Semarang. Sangat intens dengan perkembangan pendidikan dan politik di negeri ini.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kendalikan Jari Kita untuk Kebhinekaan Indonesia - Antihoax Sang Pendidik

25 Oktober 2017   12:21 Diperbarui: 3 November 2017   20:06 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Wiyanto, S.Pd, M.Pd

 

Pengantar

Perkembangan teknologi dan informasi terutama perkembangan media sosial tidak terelakkan lagi. Kita telah memasuki era digital, dimana semua informasi dengan cepat dapat kita dapatkan setiap saat. Hanya dengan satu klik saja kita akan dengan cepat mendapatkan informasi yang kita inginkan. Bahkan kini, meskipun kita tidak mengharapkan informasi apa pun saja kita akan dengan mudah mendapatkannya.

Berita yang kita dapatkan seringkali bukan fakta yang sesungguhnya. Istilah yang ngetrend saat ini adalah Hoax. Menurut Mac Dougall, Curtis D (1958: 8) Hoax atau pemberintaan palsu adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Tujuan dari hoax itu sendiri adalah untuk memperdaya atau untuk membuat orang lain percaya akan berita bohong tersebut.

Menanggapi berbagai perkembangan yang terjadi di negeri ini kaitannya dengan pemberitaan yang bersifat Hoaxs, pada tanggal 8 Juni 2017 Presiden Joko Widodo menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia agar seluruh pengguna media sosial menghentikan penyebaran berita hoax. "Saya Joko Widodo Presiden Republik Indonesia, kepada seluruh masyarakat Indonesia di mana pun berada, marilah bersama-sama kita hentikan penyebaran berita bohong atau hasutan yang mengandung kebencian di sosial media. Mari kita tunjukkan nilai-nilai kesatuan, nilai-nilai kesopanan sebagai budaya bangsa Indonesia" (m.kumparan.com).

Kegundahan pemerintah tidak hanya sampai disitu, pada tanggal 30 Agustus 2017, ketika membuka simposium KNPI di Hotel Aryaduta Jakarta Pusat, Menkopolhukan Wiranto juga menyatakan bahwa ancaman negara saat ini bukan peperangan militer, melainkan lebih kearah multidimensional. Pendoktrinan dan penyebaran hoaxs, disebutnya sebagai cara baru menghancurkan negara. Wiranto juga menyinggung penyebaran hoaxs dan kelompok berideologi di luara Pancasila. Wiranto menegaskan tindakan pemerintah memberangus kelompok-kelompok tersebut hingga ke akar-akarnya sudah tepat. (m.liputan6.com/news/read/3076935/wiranto-hoax-itu-ancaman-buat-negara)

Ini artinya hoax atau berita bohong yang menyebar melalui media sosial dinilai sudah sangat meresahkan. Tidak hanya bagi individu yang menjadi korban, yang lebih besar adalah nilai persatuan dan kesatuan bangsa yang terancam karena penyebaran berita hoax tersebut. Masyarakat dengan mudah terhasut dan percaya dengan berbagai berita yang belum tentu kebenarannya

Pertanyaannya sekarang adalah mengapa sampai seorang Presiden perlu memperingatkan masyarakatnya tentang hal tersebut? Seberapa bahayanya perilaku penyebaran hoax ini berdampak bagi kelangsungan kehidupan bangsa?

Perkembangan Hoax

Di Era millineal seperti sekarang ini, semua sendi kehidupan tidak lepas dari perkembangan teknologi dan informasi terutama media sosial. Istilah Hoax sebenarnya sudah dikenal sejak abad 19. Tepatnya pada tahu 1808 (istilah Inggris) yang tertuang dalam buku yang berjudul Sins Againt Science karya Linda Walsh. Dan lebih popular lagi istilah ini hadir ketika dijadikan sebagai judul sebuah film yang berjudul The Hoaxyang dibintangi oleh Richard Gere (Wikipedia.com).

Di Indonesia sendiri, Hoax atau berita bohong sebenarnya sudah lama didengar namun baru akhir-akhir ini menjadi berita yang menghebohkan. Kita dulu mengenalnya dengan istilah April Mop. Dimana, pada bulan April akan muncul banyak berita yang intinya untuk membohongi orang, namun orang-orang yang menerima berita tersebut akan dengan cepat percaya. Awalnya hanya menjadi sebuah lelucon dan guyonan dalam pergaulan. Akan tetapi dalam perkembangannya dijadikan sebagai sebuah komoditas yang bisa menjadi mata pencaharian bagi individu atau kelompok tertentu dengan menyebarkan hoaxs tersebut. Terutama menjelang perhelatan politik digelar, seperti pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah dan sebagainya yang tentu tujuan akhirnya adalah untuk menyerang pihak-pihak tertentu yang menjadi lawan dalam pertarungan politik tersebut.

Dewan Pers mencatat sejarah munculnya berita tidak benar atau hoax sudah mulai muncul sejak perhelatan pemilihan presiden tahun 2014. Pada waktu itu banyak berita yang diproduksi oleh media-media mainstream maupun abal-abal yang acapkali tidak benar. Banyak media tersebut yang tidak lagi independen, memihak kepada salah satu pasangan calon dan sebagainya, para wartawan banyak yang menjadi tim sukses untuk membentuk opini public tentang calon yang mereka dukung. Perkembangan Hoax menjadi massif menyusul berkembangnya media sosial. hampir semua media sosial yang ada saat itu dijadikan sebagai sarana untuk menyebarkan berita bohong tersebut.

Yang terakhir adalah hadirnya kelompok Saracen. Entah dari mana munculnya sebutan dan kelompok ini hadir. Kelompok ini diduga memproduksi konten-konten yang keseluruhannya adalah berita kebohongan, dimana mereka membuat berita berdasarkan pesanan dengan tarif yang sangat menggiurkan bagi pelakunya. Dampak dari pemberitaan bohong yang dilakukan oleh kelompok ini menunjukkan bahwa di Indonesia telah terjadi peningkatan turbulensi kebencian atas kelompok maupun golongan tertentu yang memang sengaja dirancang. Untung saja dengan segera kepolisian Republik Indonesia dengan sigap dapat mengungkap jaringan Saracen ini.

Saat ini, meskipun kelompok Saracen telah terbongkar kedoknya dan jaringannya, sebenarnya kita masih harus lebih waspada sebab masih banyak kelompok-kelompok lainnya yang memang masih bergerilya untuk membuat bangsa ini tidak tenang dengan menyebarkan berita-berita bohong yang berisikan fitnah dan adu domba.

 Kendalikan Jari Lawan Penghancur Kebhinekaan

Bila kita cermati sejak akan digelarnya kampanye Pilpres 2014, telah terjadi banyak sekali pemberintaan-pemberintaan yang saling menyudutkan antara kelompok-kelompok yang bersaing pada masa itu. Meskipun perhelatan tersebut sudah berakhir, toh sikap tidak suka yang telah menjalar dalam ubun-ubun tiap pendukung masih saja nampak hingga sekarang. Aneh memang negeri ini.

Keadaan ini apabila dibiarkan memang akan berdampak sangat buruk bagi perkembangan bangsa ini kedepan. Bangsa Indonesia yang begitu luas, dengan beragam etnis, agama dan budaya sangat rentan dengan pemberitaan bohong dan ujaran kebencian ini. Dis-integrasi menjadi nyata tatkala para pendukung politik secara fanatik menjalankan praktek-praktek ini. Bangsa ini memang sedang berada dalam tahap kritis menunggu perpecahan.

Oleh karena itu perlu kesadaran dan jiwa nasionalisme yang tinggi agar apa yang ditakutkan bersama ini tidak terjadi dikemudian hari. Sudah saatnya indvidu masyarakat menyadari posisi dan kedudukannya dalam kehidupan bernegara. Masyarakat harus segera diingatkan akan tujuan nasional bangsa ini, bahwa tujuan utama negeri ini bukan untuk satu golongan atau satu kelompok saja melainkan untuk tujuan dan kepentingan bersama. Rantai pemberitaan bohong dan ujaran kebencian antar kelompok harus segera diputus demi kelangsungan kehidupan berbangsa kita.

Langkah yang mungkin dapat kita lakukan adalah dari hal-hal yang sederhana, dari hal yang kecil dan kita mulai dari diri kita sendiri. Ketika kita mendapatkan suatu informasi, kita harus secara cerdas menyaringnya. Kita harus mengetahui apakah berita yang kita terima itu benar atau tidak tersebut secara pasti. Ketika memang berita tersebut tidak benar, maka dengan segera kita tinggalkan dan abaikan berita tersebut. Jika pun benar, kita juga tidak harus segera dengan cepat menggerakkan jari kita untuk menyebarkannya kepada pihak lain. Kita harus mampu menimbang baik dan buruknya dari dampak yang akan ditimbulkan berita yang kita terima tersebut. Saring dan baru sharing,mungkin itu yang bisa kita lakukan.

Kita tidak perlu latah untuk menjadi orang pertama yang ingin dianggap mengetahui segala informasi yang sekali lagi belum tentu kebenarannya. Tidak usah takut ketika kita dianggap ketinggalan informasi, tidak usah peduli orang lain menilai kita tidak peka terhadap segala berita yang ada di sekitar kita. Toh, di jaman ini berita yang sering kita terima belum tentu benar sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

Mengidentifikasi benar atau tidaknya suatu berita yang kita terima memang tidak mudah, akan tetapi perlu usaha untuk kita menyadari bahwa berita yang kita terima itu benar sesuai dengan fakta sebenarnya. Biasanya jika berita yang kita terima tersebut tidak benar, maka hati kecil kita akan mempertanyakan "benar tidak ya berita ini?". Dan dari sana akan muncul pertanyaan lain dalam diri kita, sebab sebagai manusia, secara psikologis pastinya kita memiliki sikap ingin mengetahui segala sesuatu. Jika sudah sampai di tahap ini maka rasa ingin tahu tersebut harus terjawab, maka usahakan mencari jawaban yang pasti. Mencari jawaban atas suatu berita yang kita terima dapat kita lakukan dengan berbagai cara. Intinya jangan terburu-buru untuk menerima kebenaran suatu berita yang sampai di hadapan kita. Kita harus kritis terhadap semua informasi tersebut.

Pada akhirnya, dengan mengendalikan jari-jari kita untuk tidak ikut terlibat dalam penyebaran berita bohong (hoax) maka kita telah melakukan satu usaha untuk ikut memutus rantai pemberitaan bohong tersebut. Meski pun kecil peran kita, jika hal tersebut kita lakukan bersama-sama tentu akan berdampak besar bagi kelangsungan kebhinekaan yang kita jaga bersama ini.

 Ajari Siswa Kritis

Pada masa perkembangan tekonologi informasi yang begitu pesat ini sebagai seorang Pendidik, kita harus memiliki kepekaan informasi yang terjadi di sekitar kita di hampir setiap waktu. Baik pemberitaan dari media televisi, internet maupun media sosial lainnya. Kepekaan ini diperlukan sebagai modal untuk memberikan penerangan dan pencerahan kepada para siswa didik kita di sekolah. Di era yang serba digital seperti sekarang ini, sebagai pendidik kita dituntut untuk tidak hanya mampu mengoperasikannya tetapi harus mampu pula dalam mengendalikan isinya yang kemudian dapat kita tularkan kepada para peserta didik kita di sekolah.

Sebagai seorang pendidik seringkali kita mendapatkan pertanyaan yang mengagetkan dari siswa kita tentang berita yang didapatkannya dari media sosial yang dia miliki (entah twitter, facebook, whatsaap, instagram atau media sosial lainnya). "Pak benarkah berita ini?" atau pertanyaan lainnya. Jika kita mengalami peristiwa seperti ini, maka ini adalah celah yang dapat kita masuki untuk membuat siswa kita menjadi generasi yang kritis. Generasi yang mau menyaring segala informasi dan kita bisa memberikan jalan terang bagi mereka.

Pengalaman penulis ketika mendapatkan informasi dari media sosial dan sudah penulis tularkan kepada para siswa agar mereka menjadi peserta didik yang kritis terhadap segala informasi yang mereka terima antara lain sebagai berikut, 1) ajari mereka mengetahui darimana berita tersebut berasal, hal ini menjadi penting sebab tingkat validitas informasi dapat diketahui dari mana asal berita dan pembuat berita tersebut, 2) minta mereka mencari informasi lebih dalam dengan membuka alamat tautan yang mereka terima, 3) mintalah mereka untuk membandingkan dengan informasi yang sejenis dengan berita yang mereka dapatkan, 4) mintalah mereka untuk memberikan kesimpulan atas berita atu informasi yang mereka dapatkan tersebut dan pada akhirnya 5) berikan kesempatan kepada mereka untuk menimbang baik dan buruknya menyebarkan kembali informasi atau berita yang mereka terima tersebut seandainya disebarkan kembali. Lima langkah sederhana tersebut memungkinkan siswa kita menjadi generasi yang memiliki sikap kritis terhadap segala informasi yang mereka dapatkan.

Pada masa di mana segala informasi dapat dengan cepat kita terima seperti sekarang ini, sebagai seorang pendidik kita tidak perlu malu seandainya kita tidak mengetahui jawaban akan pertanyaan yang disampaikan oleh siswa atas sebuah informasi tertentu yang mereka dapatkan. Tetapi justru kita berkesempatan untuk berdiskusi dan mengajari peserta didik kita untuk peka dan kritis terhadap segala permasalahan dan informasi yang berkembang saat ini. Lebih besar lagi adalah untuk masa depan mereka kelak, salah satunya adalah agar mereka tidak terjebak ikut dalam siklus atau rantai pemberitaan bohong yang dapat berdampak pada perpecahan kebhinekaan bangsa yang kita cintai ini.

Penutup

Perkembangan teknologi dan informasi, terutama perkembangan media sosial memang tidak dapat kita hindari. Banyak dampak positif yang kita dapatkan, namun banyak pula dampak negatif yang kita terima dari perkembangan tersebut. Semuanya adalah pilihan yang ada di depan mata kita. Sebagai bagian dari era millennial, kita memang harus melek terhadap teknologi dan informasi, sekaligus kita harus memiliki sikap kritis terhadap segala informasi yang kita terima.

Tantangan besar bagi kita semua terutama hoax atau pemberitaan bohong yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa harus kita lawan bersama-sama. Semua individu masyarakat memiliki peran besar untuk ambil bagian dalam melawan hoax ini. Mengendalikan jari-jari kita, Saring dan Sharing jika mendapatkan informasi apa pun, tidak latah dan gegabah untuk segera menyebarkannya kembali adalah jurus sakti agar kita tidak menjadi bagian dari rantai penyebaran berita bohong dan menjadi penyelamat bagi keselamatan bangsa ini untuk anak cucu kita di masa depan.

Semoga tulisan ini menyadarkan kita semua tentang pentingnya kita mengendalikan jari-jari kita agar tidak ikut menjadi bagian dari siklus pemberitaan bohong (hoax) demi kebhinekaan Indonesia yang kita cintai ini. Semoga bermanfaat.

Sumber Bacaan:

Mac Dugall, Curtis D. 1958. Hoaxes. Dover. p.6

m.kumparan.com

m.liputan6.com/news/read/3076935/wiranto-hoax-itu-ancaman-buat-negara

Wikipedia.com

*Penulis adalah guru mata pelajaran Sejarah SMA Karangturi Semarang

#antihoax  #marimas #pgrijateng

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun