Mohon tunggu...
Hanafi Izhar
Hanafi Izhar Mohon Tunggu... Lainnya - Penuntut Ilmu hingga akhir hayat

Senang ngopi dan berdiskusi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyikapi Polemik Pro-Palestina dan Silsilah Habaib di Indonesia

12 Agustus 2024   12:04 Diperbarui: 12 Agustus 2024   12:13 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Adapun berbicara tentang palestin, tampaknya sikap supportif atau keberpihakan tersebut tampaknya berkembang sedemikian rupa hingga terkesan eksesif. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan ekspresi tersebut seakan-akan ‘memaksa’ pihak-pihak yang awalnya netral atau berlawanan untuk berganti haluan. Dalam buku Madilog kita mendapatkan gambaran pola kemasyarakatan layaknya sebuah bola yang ‘melantun’. Sebagai contoh ketika anda menjatuhkan bola dari tangan, maka bola akan melantun atau memantul kembali tergantung pada seberapa kuat anda menjatuhkan bola tersebut. Inilah yang kemudian dapat kita sebut sebagai sebab-akibat. Semakin keras bola dijatuhkan maka semakin keras pula bola akan memantul. Semakin kuat aksi yang ditunjukkan dari pihak tertentu maka semakin kuat pula reaksi yang diberlikan pihak yang berlawanan. Maka saudara sekalian jangan heran apabila ‘aksi bela palestin’ yang berlebihan akan mengundang ‘reaksi’ berlawanan yang berlebihan pula. Begitu pula dengan kecintaan dan ke-idola-an terhadap keturunan Nabi tampaknya diekspresikan secara berlebihan baik dari umat ataupun internal habaib yang mengglorifikasi-kan hal tersebut. Sehingga sebagaimana yang disebutkan di atas. ‘Lantunan’ keras tersebut kemudian menimbulkan ‘reaksi’ balik yang ‘keras’ pula.

Maka setidaknya ini akan menjawab pertanyaan ‘mengapa demikian’? dalam hal ini kita mendapati sebuah jawaban mengapa terdapat sejumlah anak yang menyamakan ‘ayam goreng’ dengan kondisi ‘anak-anak palestin’, sekaligus menjawab pula mengapa Coki Pardede dan Indah G tertawa terbahak-bahak ketika membicarakan produk minuman tertentu serta kita mendapati pula mengapa di sekarang ini terdapat pihak-pihak yang menggugat validitas silsilah keluarga Nabi tersebut sebagaimana karya Ilmiah yang di tulis oleh K.H Imaduddin terkait isu tersebut.

Pertanyaan selanjutnya ‘kemana’ kemudian fenomena tentang keberpihakan ataupun ketidakberpihakan ini akan berlanjut? Dalam kajian sosiologi terdapat sebuah teori tentang “Interaksionisme Simbolis” yaitu satu di antara teori sosilogis yang memusatkan perhatian terhadap interaksi antara individu dan kelompok. Goffman dan Blumer menjelaskan bahwa orang/individu tidak akan pernah menanggapi orang/individu lain secara langsung, namun hal tersebut tercipta oleh kontsruksi sosial tentang ‘bagaimana mereka membayangkan orang tersebut’.

Tindakan dan ucapan Coki pardede, Indah G dan sejumlah anak yang disebutkan sebelumnya dalam perspektif ‘pro-palestin’ adalah simbol dari keberpihakan terhadap penjajahan, meremehkan kemanusiaan dan sebagainya.  sebaliknya aksi-aksi yang diunjukkan oleh pihak ‘pro-palestin’ seperti pemboikotan dan pengusiran konsumen di gerai-gerai tertentu adalah simbol dari ‘pengekangan dan pemaksaan terhadap kebebasan berpendapat’. Selanjutnya dapat pula kita pahami bahwa ceramah dan tulisan dari KH. Imad adalah bentuk protes dari glorifikasi yang terjadi terhadap habaib serta ‘reaksi’ perlawanan terhadap sikap oknum-oknum dari kalangan habaib yang memanfaatkan budaya glorifikasi itu.

Di tinjau dari filsafat dialektika maka kedua hal tersebut adalah hukum atau pola kebermasyarakatan yang akan selalu ada dan berakhir pada bentuk pemahaman hingga masyarakat baru. Tesis-antitesis-sintesis, begitulah kiranya akhir dari perhelatan yang terjadi di tengah masyarakat. Maksudnya adalah, konflik, isu dan fenomena yang terjadi seputar palestina dan silsillah tersebut akan mengakibatkan perubahan sosial di tengah kehidupan bermasyarakat.

Dengan teori interaksi simbolis setidanya mengajarkan kita, bagaimana tindakan lahir dari pola piker yang terbentuk sesuai dengan pemahaman yang terbentuk dari lingkungan dimana individu tersebut berinteraksi. Lingkungan tersebutlah yang akan mewarnai pola piker individu. Contohnya Coki Pardede dan Indah G  sebagai komedian dan aktivis media sosial yang dalam tracknya merupakan seorang pemikir bebas. Hal yang serupa juga berlaku pada KH. Imad yang hidup di tengah-tengah keluarga cendekiawan dari kalangan ‘pribumi’ yang mulai ‘gerah’ dengan penyelewengan atas glorifikasi tersebut. Maka dari itu, setidaknya dengan sosiologi kita untuk tidak mudah menjustifikasi tindakan, perilaku hingga sikap seseorang.

Mau tidak mau, suka tidak suka, perhelatan atau konflik sosial akan selalu mengarah pada perubahan sosial yaitu entah itu pergeseran nilai-nilai, tradisi, hingga tindakan masyarakat. Fenomena di atas meruapakan contoh kecil dari dinamika yang terjadi di Indonesia. Adapun sebagaimana yang saya sebutkan sebelumnya, dimanapun atau apapun pihak yang anda pilih akan selalu berdampak pada kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, setidaknya sebelum anda merujuk ke salah satu di antara dua pihak yang berselisih maka anda harus memikirkan secara matang tentang dampak yang mungkin timbul dari pilihan anda.

Adapun pilihan terakhir dan paling bijak ialah tidak mudah terikut ‘arus’ layaknya wasit di tengah lapangan. Anda harus terlebih dahulu mengetahui ‘aturan’ bermain dan mengawasi jalannya ‘permainan’ tersebut sebelum akhirnya anda menjatuhkan pilihan kepada pihak yang menurut ‘ukuran’ anda adalah ‘pemenang’ pertandingan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun