Mohon tunggu...
Hanafi Izhar
Hanafi Izhar Mohon Tunggu... Lainnya - Penuntut Ilmu hingga akhir hayat

Senang ngopi dan berdiskusi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masyarakat Ironi

8 Februari 2022   09:34 Diperbarui: 8 Februari 2022   09:36 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selamat pagi para pembaca yang budiman dimanapun kalian berada ..

semoga kesehatan dan kesejahteraan selalu terlimpahkan pada kita semua..

....

Pagi ini sama seperti pagi-pagi yang lain, dan sama seperti kebiasaan kebanyakan pemuda milenial, kebiasaan saya ketika bangun pagi adalah langsung menyalakan Gadged untuk mengulur waktu dengan membuka media sosial.

...

Teman-teman sekalian pasti sadar bahwa hidup dewasa ini tidak bisa dilepaskan dengan teknologi, terutama Gadget yang kita pegang setiap hari ini, dimana Hp yang awalnya digunakan untuk memudahkan komunikasi justru semakin kesini semakin banyak fungsinya, mulai dari berbelanja online, belajar online, membaca berita, bermain games, dan masih banyak lagi. Ini tentunya merupakan konsekuensi logis dari berkembangnya zaman sekaligus menjadi pisau bermata dua bagi penggunanya. 

Kenapa demikian ?

Penggunaan Gadget tujuan awalnya adalah memudahkan manusia dalam menjalankan kesehariannya, namun kenyataan yang kita lihat dewasa ini justru kemanusiaan semakin memudar dengan kemajuan teknologi. Saking dimanjanya kita dengan kemajuan tersebut membuat kita menjadi ketergantungan terhadap teknologi. Hal pertama yang saya rasakan sebagai bagian dari masyarakat milenial adalah habisnya waktu yang digunakan karena bermain Gadget sehingga produktifitas banyak berkurang, kemudian hal lainnya yang paling terasa bagi saya adalah ketika gadget mengambil alih tongkrongan. Gadget yang harusnya  mendekatkan yang jauh menjadi alasan menjauhkan yang dekat. Contoh kecil ketika sedang nongkrong yang harusnya digunakan untuk bersosialisasi justru menjadi momen bagi orang untuk bermain games, walaupun raganya dekat namun  terasa jauh. Inilah mungkin yang menjadikan kita makhluk individualis, ketimbang makhluk sosial. 

Maka solusi dari permasalahan ini adalah self control (penguasaan diri) yang mana ini perlu dilatih berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan baru. Kebiasaan baru dapat dimulai dengan mencari hal lain diluar gadget untuk menghabiskan waktu tentunya hal yang positif dan bermanfaat seperti mengikuti organisasi, berolahraga atau nongkrong tanpa membawa gadget. Atau bisa juga dengan mengembalikan gadget pada tujuan aslinya yaitu untuk memudahkan manusia dalam melaksanakan aktifitas dimana harusnya kita sebagai subjek menggunakan gadget untuk meningkatkan kreatifitas dan produktifitas seperti membuat konten konten bermanfaat.

Sebenarnya saya tidak tahu kenapa saya malah membicarakan gadget padahal tujuan utama penulisan artikel ini untuk mengangkat ironi yang terjadi di Negara kita hahaha..

Kembali ke cerita awal ketika saya berselancar di media sosial saya mendapati bahwa kebanyakan manusia Indonesia adalah manusia yang visual. Maksud visual sendiri adalah cara perolehan pengetahuan masyarakat Indonesia umumnya dengan melihat gambar. Kenapa demikian? saya simpulkan dari minat menonton yang tinggi ketimbang minat membaca. Dengan kata lain masyarakat indonesia adalah masyarakat yang realistis namun tidak kritis. Walaupun menonton dan membaca sama-sama menggunakan visual, tetap saja keitka menonton porsi akal yang diberikan lebih ringan ketimbang melakukan aktifitas membaca. 

Realistis sendiri berdasarkan hemat pemikiran saya adalah kepuasan yang didapati dari pengalaman visual. Orang yang realistis umumnya cenderung Materialis. Tapi walaupun demikian tingkat realistis yang tinggi tidak menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang materialis. Hal ini dibuktikan dengan trending-trending media sosial yang bernuansa mistis atau bernuansa fiktif seperti sinetron dan konspirasi ga jelas. Ini membuktikan bahwa pengalaman visual di Indonesia justru menjadikan masyarakat yang imaginatif ketimbang masyarakat yang kritis. 

Inilah ironi yang terjadi di Negara kita. Tipe masyarakat yang tidak suka untuk berpikir berat (kritis) lebih senang menerima apa adanya daripada menyeleksi dan mengevaluasi informasi yang ada sehingga menyebabkan mudahnya terjadi kericuhan dan perpecahan. Menariknya informasi yang ada justru dikembangkan menjadi narasi yang fiktif. yaahh tidak heran karena konsumsinya adalah mistis dan gosip. Mistis memerlukan bumbu-bumbu "horor" agar lebih menarik, sedangkan gosip memerlukan bumbu- bumbu "panas" agar lebih seru dan kegiatan ini memerlukan daya kreatifitas yang tinggi tentunya. 

...

Sekian dari saya semoga bermanfaat .. apapun gosip dan beritanya tetap teh botol sosro minumannya.. aku bangga jadi anak Indonesiaa .. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun