Mohon tunggu...
Hana Cahyaningtyas
Hana Cahyaningtyas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Mercu Buana

43221010121 - Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - S1 Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

A-403; TB-2_Pengkajian Materi Pencegahan Kejahatan dan Korupsi Melalu Pendekatan Paideia

13 November 2022   11:19 Diperbarui: 13 November 2022   11:19 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paideia, menurut Werner Jgers dalam bukunya yang berbahasa Inggris The Ideals of Greek Culture, budaya Yunani harus dianggap sebagai salah satu pencapaian terbesar penelitian humanistik. Werner Jaegers dikenal di kalangan para ahli sebagai penulis  klasik tentang Aristoteles. Jaeger adalah seorang profesor di Berlin yang melakukan penelitian atau memperdalam pehamahnya tentang Paideia. Untuk bagian pertama dari Paideia, Werner Jaegers kemudian bergabung dengan imigrasi dan sekarang menjadi profesor di Universitas Harvard. Di Amerika, ia menyelesaikan bagian kedua dan ketiga dari mahakaryanya.

Paideia adalah kata yang tidak dapat diterjemahkan. Berasal dari kata pais = anak, yang dalam bahasa Yunani mencakup keseluruhan. Berbagai aspeknya sesuai dalam bahasa modern  dengan istilah-istilah seperti peradaban, budaya, tradisi, kebijaksanaan, dan pendidikan. Subjudul yang dikutip di atas membantu mengidentifikasi subjek buku ini, tetapi terlalu luas untuk dinyatakan secara ringkas dan jelas. Mungkin kebenaran yang paling dekat adalah bahwa budaya Yunani kuno ingin menunjukkan bahwa pola atau cita-cita tertentu dari pembentukan atau pendidikan dan perkembangan manusia tercermin dengan lebih baik.

Menurut Werner Jaeger (1888-1961), Paideia didefinisikan sebagai  bagian dari pendidikan dan budaya Yunani. Paideia, dari sudut pandang pendidikan, adalah proses membentuk diri menjadi bentuk yang ideal. Namun, dari segi budaya atau kultural, Paideia adalah rasa kebersamaan yang ditandai dengan adanya konflik yang beragam dan keseimbangan arus intelektual dan spiritual. Paideia adalah hasil dari pemikiran para penyair, politisi, penulis dan filsuf, yang perkembangannya telah membentuk budaya Yunani klasik yang hebat.

Karya Jger dapat dikatakan didasarkan pada dua tesis dasar tentang hal ini. Untuk satu, itu memiliki tempat yang unik dalam sejarah berdasarkan apa yang orang Yunani pikirkan tentang membesarkan keluarganya. Budaya oriental memiliki norma dan sistem pendidikannya sendiri. Tujuan mereka, bagaimanapun, adalah terutama untuk melestarikan lembaga-lembaga agama, politik, atau sosial yang  ada. Untuk orang-orang Yunani, tujuannya berbeda. Ini tentang mengembangkan orang sebagai manusia yang memiliki pemikiran yang ideal. Pemikiran Yunani sangat antroposentris, sebuah fakta yang tercermin dalam agama, patung, puisi, filsafat, dan kehidupan sipil mereka. Menurut Jaeger, bangsa lain menciptakan dewa, raja, dan roh, sedangkan orang Yunani sendiri  menciptakan manusia. Perbedaan ini begitu penting sehingga membenarkan dikotomi sejarah manusia di dunia non- Hellenik yang mendahuluinya, dan mungkin lebih tepatnya, dunia yang dimulai di Yunani. Dengan demikian, orang Yunani  adalah orang yang pertama kali melihat model kepribadian sadar dalam pendidikan  yang  sesuai dengan citra ideal manusia. Ini sulit karena sebagian besar tidak diketahui dengan sendirinya dan berubah perlahan  selama berabad-abad.

Menurut Plato, pendidikan atau Paideia adalah metode mendidik manusia agar ia berkembang dari tempat gelap ke tempat terang (peristrophe), untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan (perigorge). Salah satu hal yang menarik dari Paideia adalah para pendidik harus serius dalam mendidik anak didiknya. Plato juga mengatakan bahwa pendidikan adalah permainan atau buatan. Mereka yang ingin menjadi pemimpin harus memainkan permainan  yang berkaitan dengan doktrin moral. Plato dengan tegas menyangkal mitos kematian, kebencian, dan kesedihan. Menurutnya, seorang pemimpin yang ambisius harus bebas berpikir  positif dan takut akan perbudakan dan penindasan. Selain itu, Plato juga menyangkal mitos bahwa para dewa telah kehilangan batas dan pahlawan menyukai korupsi dan melakukan tindakan amoral. Menurut Plato, cerita dan mitos  adalah salah dan jahat.

Plato berpendapat bahwa jika ada kesamaan antara negara dan manusia, moralitas adalah hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam kehidupan bernegara, dan moralitas sangat penting untuk keberadaan manusia oleh penguasa dan semua warga negara. negara adalah komunitas etis yang mencapai kebajikan dan kebaikan. Negara yang ideal adalah negara yang memiliki sifat layaknya keluarga, sehingga setiap warga negara harus memiliki sikap kekeluargaan yang mencerminkan kerukunan dan keharmonisan. Menurut Plato, ketika pemimpin masa depan lahir, metode pembelajaran yang digunakan terhubung ke pusat identitas manusia yaitu jiwa. Jiwa disebut demikian karena sifatnya yang ulet atau mudah beradaptasi. Memiliki visi yang jelas tentang bagaimana pendidikan membimbing kehidupan peserta didik untuk mencapai tujuan dan cita-citanya. Dalam memilih calon pemimpin, Plato menekankan bahwa mereka harus memiliki silsilah yang baik, mencintai kebijaksanaan, pengetahuan, kebenaran, membenci kebohongan, memiliki ingatan yang baik, dan memiliki moral yang baik.

Untuk mencegah kejahatan dan korupsi, pendidikan merupakan hal mendasar dan digunakan sebagai media untuk menanamkan moralitas pada individu. Seperti yang dijelaskan oleh Plato sebelumnya, pendidikan bertujuan untuk menemukan kebenaran sejati dan mengembangkan karakter pada manusia sehingga menjadi manusia yang memiliki pemikiran yang ideal. Ki Hajar Dewantara juga mengatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang berakhlak mulia. Pendidikan yang berbudi luhur berarti pendidikan yang bertujuan untuk menghasilkan generasi yang berakhlak mulia, arif, ulet dan adil. Oleh karena itu, pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan karakter individu untuk memperoleh literasi dan martabat manusia sehingga manusia tersebut menjalankan kehidupannya dengan seimbang antara Ephitumia, Thumos, dan juga Logostikonnya.

Upaya pencegahan korupsi tidak hanya diatasi dengan prosedur penegakan hukum yang ada di suatu negara. Namun, upaya anti korupsi dapat dilakukan melalui tindakan pencegahan, yaitu menanamkan nilai-nilai agama atau moral yang tidak dapat dikorupsi melalui pendidikan. Pengembangan moralitas tanpa korupsi perlu dikembangkan lebih lanjut karena berkaitan dengan kesadaran hukum. Kesadaran hukum merupakan pemahaman individu terhadap penafsiran hukum. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesadaran hukum juga dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan.

Pengembangan diri adalah fondasi terpenting pendidikan dalam hal antikorupsi. Tujuan pendidikan tidak ada gunanya jika tidak ada dasar pembentukan karakter. Edukasi yang dimaksud bukan tentang pemberantasan korupsi, tetapi tentang upaya pencegahannya dengan menyadarkan individu untuk bertindak anti korupsi. Oleh karena itu, pendidikan harus memahami nilai korupsi sebagai nilai negatif yang dapat merugikan banyak pihak, dan terbentuklah karakter pribadi yang anti korupsi. Pencegahan kejahatan adalah proses memprediksi, mengidentifikasi dan menilai risiko jika kejahatan terjadi dan memulai atau mengambil tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kejahatan. Sebagai aturan, hukum muncul dari kehendak dan kesadaran setiap individu dan biasanya berfungsi untuk menciptakan keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan sosial. Sebagai sarana pencegahan kejahatan, maka hukum dijadikan sebagai acuan utama bagi pelaku kejahatan. Dimana undang-undang mengatur aturan untuk kejahatan dan mengatur konsekuensi atau hukuman bagi pelaku kejahatan.

 Menerapkan etika anti korupsi melalui pendidikan merupakan langkah penanaman nilai antikorupsi sejak dini. Karena yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi adalah hilangnya nilai-nilai moral anti korupsi seperti integritas, tanggung jawab, disiplin dan kerja keras. Di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pendidikan adalah kunci untuk mempercepat upaya antikorupsi di negara ini. Pendidikan dijadikan sebagai jantung dan urat nadi peletakan dasar pembentukan karakter, moralitas dan integritas anak bangsa. Sehingga nantinya akan lahir generasi-generasi yang memiliki sifat antikorupsi bawaan. Berdasarkan hal tersebut, KPK menekankan pendidikan sebagai alat antikorupsi. Pendidikan yang dimaksud juga meliputi pendidikan formal dan nonformal mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Dimana dalam proses pendidikan yang sedang berlangsung dijelaskan unsur-unsur dan nilai-nilai antikorupsi kepada anak bangsa. Pendekatan pencegahan dengan Paideia (pendidikan) bertujuan untuk membangun budaya dan peradaban bangsa yang anti korupsi, dan internalisasi nilai-nilai anti korupsi melalui pendidikan bertujuan untuk membentuk moralitas dan budaya anti korupsi yang meningkat.

Citasi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun