Dosen Pengampu: Apollo, Proff. Dr, M.Si.Ak
Nama : Hana Cahyaningtyas
NIM: 43221010121
Universitas Mercu Buana
Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB
Menurut plato manusia sendiri tidak hanya terdiri dari satu tubuh seperti pemikiran orang lain namun menurutnya manusia terdiri dari tiga unsur yaitu Ephitumia yang berartikan menusia terdiri dari nafsu-nafsu duniawi, ephitumia diilustrasikan oleh plato sebagai bagian tubuh dimulai dari perut hingga bagian kebawah yang selalu memiliki keinginan atau haus akan kesenangan jasmani. Â Unsur lainnya adalah Thumos yang berartikan bahwa manusia terdiri dari rasa semangat manusia untuk mendapatkan rasa penghormatan dari manusia lain atau afiliasi dan juga menjunjung tinggi martabatnya. Dan yang terakhir menurut plato manusia juga terdiri dari Logostikon atau intelektual yang berartikan manusia juga akan selalu mencari tahu akan kebenaran duniawi dan memperdalam ilmu pengetahuan yang ada maupun yang belum terpecahkan. Sehingga sangatlah penting untuk menjaga ketiga unsur tersebut untuk seimbang sehingga manusia dapat hidup dengan rasa kebahagian yang terpenuhi dalam hidupnya, apabila salah satu unsur tersebut menjadi lebih penting dari unsur lainnya maka hidup seorang manusia akan mengalami berbagai permasalahan baik permasalahan batin maupun secara fisik.
Salah satu akibat dari tidak seimbangnya ketiga unsur manusia menurut plato tersebut apabila seorang mengabaikan unsur Thumos dan Logostikon dan hanya mementingkan Ephitumia nya sehingga manusia tersebut hanya peduli akan nafsu-nafsu pribadinya saja tanpa memperdulikan orang lain bahkan tidak memperdulikan bagaimana cara untuk memenuhi nafsu -- nafsu tersebut, hal ini tentu dapat merugikan bagi orang lain apabila dalam praktiknya sudah bertentangan dengan hukum hukum yang berlaku di negara yang ditempati manusia tersebut. Dari pemahaman tersebut bisa dibilang bahwa korupsi dan kejahatan merupakan salah satu akibat dari manusia yang mengabaikan keseimbangan antar ke-tiga unsur tersebut. Oleh sebab itu sebelum kita mendalami apa penyebab manusia melakukan korupsi atau kejahatan dan bagaimana cara untuk mencegah maupun melawan korupsi dan kejahatan, sangatlah penting untuk memahami terlebih dahulu pengertian dari korupsi dan kejahatan.
Apa itu kejahatan dan korupsi?
Jauh sebelum masa kini, plato telah mengungkapkan bahwa emas dan manusia merupakan sumber kejahatan. Maka sangatlah agung kekayaan dalam pandangan manusia, dan makin menurun penghargaan terhadap asusila, sehingga bisa dilihat pada negara bahkan di lingkungan yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi pasti tangka kejahatan yang adapun tinggi. Sehingga menurut Gina Lombroso pada bukunya mengungkapkan bahwa pelaku kejahatan itu memiliki ciri ciri tersendiri seperti para penipu yang menggunakan ekspresi atau sifat yang ramah, wajahnya yang terlihat pucat dan tampak tidak bisa memerah yang akan terlihat semakin memucat ketika berada di bawah tekanan emosi apapun. Selain itu para penipu juga mempunyai mata yang kecil, hidung yang bengkok dan berukuran besar, mengalami kebotakan dan penumbuhan rabut abu -- abu pada usia dini, dan juga sering mempunyai wajah yang cenderung feminism.
Sebelum Gina Lambroso mengungkapkan ciri -- ciri dari pelaku kejahatan, sang ayah yaitu Cesare Lambroso ( 1935 -- 1909) menjadi salah satu orang pertama yang memperdalam mengenai metode ilmiah dalam mempelajari perilaku kejahatan, berpendapat bahwa korelasi atau hubungan antara bentuk dan struktur tubuh dari pelaku kejahatan dan juga tipe manusia penjahat, Â ia melakukan semua penelitianya berdasarkan pada teori Augus Comte (1798 -- 1857) yaitu teori positivism. Lambroso menjelaskan bahwa sisi biologis seorang penjahat dapat dilihat melalui rias fisiknya yaitu telinga yang berukuran abnormal, wajah yang asimetris, mempunyai lengan yang panjang, dahi miring dan karakakteristik lainnya. Sebenarnya penjahat adalah mereka yang dengan baik menyembunyikan jati diri nya dihadapan publik.
Kata "kejahatan" diartikan sebagai "suatu perbuatan yang diancam dengan hukum dan biasanya dianggap sebagai perbuatan jahat". Kata "jahat" pertama kali digunakan pada Abad Pertengahan Tinggi sekitar tahun 1250. Sekitar waktu ini,  Abad Pertengahan atau "Zaman Iman" akan segera berakhir, dan Marco Polo  kembali dari petualangannya dengan  rempah-rempah. Pada tahun 1885, penggunaan kata kriminologi dugunakan oleh seorang professor hukum di italia yaitu Raffaele Garofalo yang percaya akan perilaku criminal haruslah diperdalam untuk dipelajari melalui metode -- metode ilmiah. Secara etimologis kejahatan atau dalam Bahasa inggris disebut crime yang berasal dari Bahasa Prancis lama yaitu crimen yang berarti tuduhan dan logos yang berarti pengetahuan dan dari situ bisa disimpulkan bahwa kriminologi atau kejahatan sering diartikan sebagai tidakan yang melanggar aturan hukum disuatu negara dengan konsekuensi pelaku akan dijerat hukuman yang sudah diatur dalam peraturan pelanggaran tersebut. Namun, Rabi Ernest Klein, seorang ahli bahasa Kanada kelahiran Rumania, mengatakan dalam Comprehensive Etymology of the English Language-nya bahwa crimen sebenarnya berasal dari ungkapan "cry of pain." Kata Latin berasal dari bahasa Yunani kuno krima, yang berarti hukuman atau hukuman pengadilan. Kata kejahatan dapat berarti perbuatan pidana, kesalahan atau dosa yang berat, perbuatan bodoh, tidak masuk akal atau memalukan, atau perbuatan lalai.
Dan menurut Bonger (1982: 21-24) dalam bukunya pengantar tentang kriminologi, mengartikan kejahatan sebagai perbuatan, tindakan, perilaku immoral dan anti sosial yang tidak diinginkan oleh kelompok pergaulan yang berhubungan, dan secara sadar ditentang oleh pemerintah atau negara dengan pemberian penderitaan berupa sebuah hukuman atau tindakan yang setimpal. Aristoteles mengungkapkan bahwa "kemiskinan menimbulkan kejahatan dari pemberontakan, dan kejahatan besar tidak dilakukan untuk keperluan hidup, melaikan untuk kemewahan semata". Uangkapan yang dituturkan oleh Aristoteles mempunyai suatu artian yang sama dengan salah satu bentuk kejahatan yaitu korupsi.
Menurut Robert Klitgaard korupsi merupakan salah satu perbuatan atau perilaku yang menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan secara resmi dalam jabatanya yang terdapat dalam suatu tatanan negara, sehingga orang tersebut memperoleh keuntungan pribadi baik itu status ataupun materi seperti uang yang digunakan untuk kepentingan pribadi atau perorangan, dan juga keluarga atau kelompok sendiri dengan cara melanggar aturan sebuah pelaksanaan yang telah diatur dalam suatu negara tersebut. Kejahatan oleh mereka yang berkuasa bersifat eksperimental dan tindakan mereka mengarah pada landasan etika, sosial dan politik yang sama sekali baru. Kejahatan-kejahatan ini diselesaikan untuk merestrukturisasi semua bidang, terutama bidang hukum dan politik, sehingga mereka dapat memainkan peran legislatifnya. Oleh karena itu, setelah menjelaskan pengertian kejahatan, kita akan membahas tentang contoh kejahatan -- korupsi. Korupsi dalam hal ini merupakan  kejahatan melawan hukum yang  dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat.
Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu "corruptio" atau "corruptus". Korupsi secara harafiah diartikan sebagai keburukan, ketidakjujuran, penyuapan, amoralitas, dan segala sesuatu yang bertentangan dengan kesucian. Corruption dalam bahasa Inggris, Corrupt dalam bahasa Prancis, dan Corruptie dalam bahasa Belanda. Dari ketiga bahasa tersebut, lalu diikuti oleh bahasa Indonesia yang berkembang, yaitu Korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penghapusan atau penyelewengan uang pemerintah atau perusahaan dan dana lain yang dilakukan untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain. Berdasarkan UU no. Pasal 31 Tahun 1999 menyatakan bahwa "Korupsi adalah  orang yang secara melawan hukum  memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan yang dapat merusak perekonomian atau perekonomian negara". Jika disimpulkan, korupsi secara umum didefinisikan sebagai praktik seseorang yang menyalahgunakan posisi atau kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
 Korupsi adalah kegiatan yang tidak jujur atau curang karena melibatkan keuntungan pribadi dan biasanya melibatkan suap. Oleh karena itu, korupsi secara luas diartikan sebagai  penyalahgunaan  kepercayaan  seseorang terkait dengan suatu isu atau organisasi untuk mencari keuntungan. Korupsi dikategorikan dalam berbagai perspektif yaitu hukum, politik, sosiologi dan agama. Dari segi hukum, korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan (crime). Oleh karena itu,  pencegahan korupsi perlu dilakukan dengan penguatan perangkat hukum seperti undang-undang antikorupsi. Dari perspektif politik, korupsi biasanya dilakukan oleh  elit politisi dan birokrat yang memegang kekuasaan tinggi, kemudian menggunakan kekuasaannya sebagai bentuk  kejahatan  korupsi. Dari perspektif sosiologis, korupsi didefinisikan sebagai  masalah sosial, institusional dan struktural. Pandangan sosiologis ini menekankan bahwa korupsi dilakukan oleh masyarakat dan merupakan  kejahatan sosial. Terakhir, dari sudut pandang agama,  korupsi adalah akibat  lemahnya nilai-nilai agama dan moral seseorang. Oleh karena itu, perlu dilakukan lebih banyak upaya untuk menanamkan nilai-nilai agama kepada masyarakat untuk mencegah korupsi.
Seorang filosof Inggris bernama Thomas Hobbes (1588-1679) mengatakan bahwa kehidupan harus tunduk pada  hukum alam (natural). Hal ini sesuai dengan petunjuk hukum alam, sehingga pengetahuan manusia harus didasarkan pada pengalaman  dan pengamatan yang objektif. Di alam ini, individu harus memahami makna sebab-akibat, yaitu kausalitas. Gagasan ini menjelaskan bahwa pikiran manusia tidak dapat menerima pengetahuan yang bersifat apriori. Thomas Hobbes menjelaskan bahwa gerak dan materi adalah penyebab pertama, dan dia mengetahui hal ini  dari pemikiran mekanistik Newton. Teori pengetahuan yang dikemukakan oleh Hobbes juga berimplikasi pada etika dan moralitas. Berdasarkan pemikirannya, Hobbes membentuk paham  realisme, positivisme dan materialisme. Akibat dari hal ini dinilai sangat besar, dimana orang tidak boleh menghargai kejujuran, keadilan dan kebahagiaan karena  tidak berhubungan dengan kenyataan.
 Melalui ajaran Hobbes,  korupsi adalah suatu bentuk kejahatan.  Hobbes menghargai ini karena korupsi adalah cara  mencari kesenangan tubuh, dan kesenangan adalah kebenaran. Oleh karena itu korupsi dalam bentuk apapun adalah cara cerdas untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik  dan tidak ada batasnya. Dengan demikian, seseorang yang melakukan korupsi, atau yang disebut koruptor, adalah seorang hedonis  abadi. Seperti semua masalah yang mempunyai solusi atau cara ubtuk mencegahnya, kejahatanpun dapat dihentikan ataupun dicegah yaitu dengan memberikan pendidikan yang ideal sesuai dengan aturannya dan juga mengajarkan kepada anak bangsa untuk memahami bahwa tindak kejahatan merupakan suatu hal yang buruk. Filsafat politik Plato menawarkan pendidikan yang berperan sebagai kunci untuk mereformasi masyarakat. Pendidikan sebagai beradab (paideia) mengarahkan keinginan anak-anak  berbakat menjadi pemimpin pada sisi kebaikan. Pada usia dini, dimensi pra-rasional digarap melalui musik dan senam agar pemimpin masa depan mengembangkan rasa harmoni (yang indah dan baik). Jika keinginan telah muncul, kurikulum selanjutnya adalah pelatihan topik nyata teoritis dan keterampilan percakapan. Hanya dengan cara inilah para filsuf raja dan ratu yang bijaksana, berani, rendah hati, dan adil campur tangan untuk mereformasi tatanan masyarakat mereka.Paideia adalah cara klasik untuk mereformasi tatanan politik. Paideia sedang mempersiapkan munculnya seorang tokoh terkemuka yang dapat menarik banyak orang untuk mengikuti teladannya.
Mengapa manusia melakukan kejahatan dan korupsi?
Secara historis, para pemikir terkemuka telah mengembangkan aliran pemikiran untuk menjelaskan dan memahami aktivitas dan perilaku kriminal yang telah digantikan oleh aliran lain. Teori-teori ini dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Di bawah ini adalah deskripsi singkat dari beberapa teori dalam setiap kategori.
 Teori Psikodinamik - Teori ini didasarkan pada karya Sigmund Freud. Dia percaya bahwa kepribadian manusia terdiri dari tiga komponen: identitas, ego dan superego. Ketika seseorang mengalami konflik antara ketiga unsur tersebut, maka terciptalah ketidak seimbangan psikologis. Id, ego, dan superego adalah tiga bagian dari peralatan mental yang didefinisikan dalam model struktur jiwa Sigmund Freud. Menurut model psikis, id adalah serangkaian arus naluriah yang tidak terkoordinasi, ego adalah bagian yang terorganisir dan realistis, dan superego memainkan peran penting dan moral. Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga elemen.
 Teori Perilaku - Teori ini menyatakan bahwa perilaku kriminal didorong oleh pembelajaran gaya hidup tersebut dari lingkungan seseorang dan contoh penjahat. Sosiolog Amerika Edwin Sutherland adalah pendukung awal pendekatan semacam itu. Ada banyak penelitian tentang ide ini, yang telah menghasilkan banyak dukungan untuk pendekatan ini.
 Teori Kognitif - Teori ini didasarkan pada karya psikolog Prancis Jean Piaget. Piaget mengajarkan bahwa orang biasa harus melalui tiga tingkat perkembangan moral agar dapat hidup dan bertindak secara moral. Albert Ellis dan Aaron Beck adalah pemimpin dalam pendekatan ini, percaya bahwa penjahat menipu karena mereka belum mengembangkan keterampilan penilaian moral. Percaya bahwa orang melakukan tindakan kriminal sebagai akibat dari reaksi terhadap ketegangan atau stres. Reaksi ini membantu menghilangkan stres ini. Ada dua penyebab umum dari ketegangan tersebut. Pertama, seseorang mungkin mengalami ketegangan ketika dia menghalangi orang lain mencapai tujuannya. Kedua, ketika orang lain menahan barang berharga, ketegangan bisa muncul. Robert K. Merton, seorang sosiolog di Universitas Columbia, pertama kali mengajukan teori ini pada tahun 1938. Meskipun pendekatan ini menjelaskan beberapa jenis pelanggaran hukum, para kritikus mengatakan pendekatan ini tidak memiliki penjelasan untuk kejahatan kerah putih dan memiliki dukungan ilmiah yang lemah.
Dari berbagai macam teori yang telah di paparkan tersebut bisa kita lihat bahwa kejahatan sebenarnya muncul dalam diri manusia atas dasar sifat serakah manusia atau nafsu -- nafsu duniawi dan juga datang dari berbagai tekanan kehidupan social terutama ekonomi yang sulit. Fraud triangle theory adalah cara berpikir tentang penyebab penipuan. Ide ini pertama kali dikembangkan oleh Cressey (1953) dan disebut Segitiga Kecurangan atau Fraud Triangle. Fraud Triangle menggambarkan tiga faktor yang ada dalam lanskap fraud.
1. tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk masalah keuangan dan non-keuangan seperti gaya hidup, kebutuhan keuangan, Â dan banyak lagi.
 2. Peluang, yaitu situasi yang membuka peluang terjadinya kesalahan. Hal ini biasanya disebabkan oleh lemahnya pengendalian internal, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan kekuasaan dalam suatu organisasi. Dari 3 elemen segitiga penipuan, peluang adalah elemen yang paling mungkin diminimalkan dengan menerapkan proses, prosedur, dan kontrol serta deteksi dini penipuanÂ
3. Rasionalisasi, yaitu adanya suatu sikap, watak, atau seperangkat nilai etika yang memungkinkan pihak tertentu melakukan kesalahan, atau individu dalam lingkungan yang cukup menekan yang mengarahkan mereka untuk merasionalisasikan kesalahannya. Rasionalisasi menjadi faktor penting dalam kasus fraud dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya.
Dalam teori GONE, Jack Bologne menyatakan bahwa ada empat penyebab utama korupsi. Keserakahan, Peluang, Kebutuhan, dan Pengungkapan. Dia menyebutnya Teori GONE. Itu berasal dari huruf pertama setiap kata. Teori GONE Menurut Jacques Bologne, yaitu:
 1. Greed (Keserakahan) berkaitan dengan keserakahan dan ketamakan para penjahat korup. Korup adalah orang yang tidak puas dengan keadaannya. Punya segunung emas, andai saja aku punya segunung emas lagi. Apakah Anda memiliki banyak harta atau ingin memiliki pulau pribadi
 2. Opportunity (Peluang) terkait sistem yang menawarkan lubang busuk terjadinya korupsi. Kontrol yang berantakan memungkinkan pekerjaan tanpa beban. Sehingga nilai penyimpangan cenderung meningkat. Pada saat yang sama, sistem pengawasan tidak ketat. Orang dengan mudah memanipulasi angka. Jangan ragu untuk menipu. Peluang korupsi terbuka lebar.
3. Need (Kebutuhan) mengacu pada sikap mental tidak pernah cukup, penuh konsumerisme, selalu penuh dengan kebutuhan yang tidak pernah berakhir.
4. Exposes (Pengungkapan) Sedikit pengungkapan tentang hukuman bagi orang yang korup membuat hukuman yang diberikan terlihat tidak membuat jera pelaku atau orang lain atau minim  efek jera.
Tingkah laku seseorang saat melakukan kecurangan disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam teori Triangle Fraud, ada tiga faktor bagus yang menjelaskan mengapa mereka melakukan kejahatan atau mengapa mereka mengkorupsi uang dari sebuah korporasi. Menurut penjelasan Triangular Fraud Theory di atas, adanya dan rasionalisasi dari tekanan, peluang atau peluang membuat sebagian orang lebih rentan terhadap pencucian uang ketika menerima dana hasil korupsi. Hal ini menuntut penyidik untuk mengungkap adanya praktik pencucian uang yang beroperasi di lingkungan pemerintahan. Di sisi lain, teori GONE sendiri memiliki unsur keserakahan (greed), peluang (opportunity), kebutuhan (necessity), dan eksposur (hukuman rendah). Empat elemen teori GONE lebih menyempurnakan teori Triangle Fraud dalam hal mengapa orang korup berbuat curang.
Bagaiman cara pencegahan terjadinya kejahatan dan korupsi dengan pendekatan Paideia?
Pendidikan adalah usaha  secara sadar, terencana,  dan terstruktur yang diukur oleh pendidik dalam upaya menumbuhkan dan mengembangkan potensi anak. Pendidikan antikorupsi adalah upaya sadar untuk memahami dan mencegah praktik korupsi  melalui pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal di lingkungan rumah dan pendidikan informal di masyarakat. Penyebab semua ini adalah korupsi yang terjadi di negara kita berada pada tahap yang sangat kritis/mengkhawatirkan dan berdampak besar pada hampir semua aspek kehidupan. Pendidikan antikorupsi bukan hanya sekedar mengenalkan nilai-nilai antikorupsi, melainkan tentang memahami dan mengakui nilai-nilai tersebut serta terus mengamalkan nilai-nilai antikorupsi dalam kebiasaan hidup sehari-hari. Pendidikan pada awalnya  merupakan sistem model  yang diciptakan oleh orang Yunani kuno untuk membentuk karakter manusia menjadi manusia  ideal.
Paideia, menurut Werner Jgers dalam bukunya yang berbahasa Inggris The Ideals of Greek Culture, budaya Yunani harus dianggap sebagai salah satu pencapaian terbesar penelitian humanistik. Werner Jaegers dikenal di kalangan para ahli sebagai penulis  klasik tentang Aristoteles. Jaeger adalah seorang profesor di Berlin yang melakukan penelitian atau memperdalam pehamahnya tentang Paideia. Untuk bagian pertama dari Paideia, Werner Jaegers kemudian bergabung dengan imigrasi dan sekarang menjadi profesor di Universitas Harvard. Di Amerika, ia menyelesaikan bagian kedua dan ketiga dari mahakaryanya.
Paideia adalah kata yang tidak dapat diterjemahkan. Berasal dari kata pais = anak, yang dalam bahasa Yunani mencakup keseluruhan. Berbagai aspeknya sesuai dalam bahasa modern  dengan istilah-istilah seperti peradaban, budaya, tradisi, kebijaksanaan, dan pendidikan. Subjudul yang dikutip di atas membantu mengidentifikasi subjek buku ini, tetapi terlalu luas untuk dinyatakan secara ringkas dan jelas. Mungkin kebenaran yang paling dekat adalah bahwa budaya Yunani kuno ingin menunjukkan bahwa pola atau cita-cita tertentu dari pembentukan atau pendidikan dan perkembangan manusia tercermin dengan lebih baik.
Menurut Werner Jaeger (1888-1961), Paideia didefinisikan sebagai  bagian dari pendidikan dan budaya Yunani. Paideia, dari sudut pandang pendidikan, adalah proses membentuk diri menjadi bentuk yang ideal. Namun, dari segi budaya atau kultural, Paideia adalah rasa kebersamaan yang ditandai dengan adanya konflik yang beragam dan keseimbangan arus intelektual dan spiritual. Paideia adalah hasil dari pemikiran para penyair, politisi, penulis dan filsuf, yang perkembangannya telah membentuk budaya Yunani klasik yang hebat.
Karya Jger dapat dikatakan didasarkan pada dua tesis dasar tentang hal ini. Untuk satu, itu memiliki tempat yang unik dalam sejarah berdasarkan apa yang orang Yunani pikirkan tentang membesarkan keluarganya. Budaya oriental memiliki norma dan sistem pendidikannya sendiri. Tujuan mereka, bagaimanapun, adalah terutama untuk melestarikan lembaga-lembaga agama, politik, atau sosial yang  ada. Untuk orang-orang Yunani, tujuannya berbeda. Ini tentang mengembangkan orang sebagai manusia yang memiliki pemikiran yang ideal. Pemikiran Yunani sangat antroposentris, sebuah fakta yang tercermin dalam agama, patung, puisi, filsafat, dan kehidupan sipil mereka. Menurut Jaeger, bangsa lain menciptakan dewa, raja, dan roh, sedangkan orang Yunani sendiri  menciptakan manusia. Perbedaan ini begitu penting sehingga membenarkan dikotomi sejarah manusia di dunia non- Hellenik yang mendahuluinya, dan mungkin lebih tepatnya, dunia yang dimulai di Yunani. Dengan demikian, orang Yunani  adalah orang yang pertama kali melihat model kepribadian sadar dalam pendidikan  yang  sesuai dengan citra ideal manusia. Ini sulit karena sebagian besar tidak diketahui dengan sendirinya dan berubah perlahan  selama berabad-abad.
Menurut Plato, pendidikan atau Paideia adalah metode mendidik manusia agar ia berkembang dari tempat gelap ke tempat terang (peristrophe), untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan (perigorge). Salah satu hal yang menarik dari Paideia adalah para pendidik harus serius dalam mendidik anak didiknya. Plato juga mengatakan bahwa pendidikan adalah permainan atau buatan. Mereka yang ingin menjadi pemimpin harus memainkan permainan  yang berkaitan dengan doktrin moral. Plato dengan tegas menyangkal mitos kematian, kebencian, dan kesedihan. Menurutnya, seorang pemimpin yang ambisius harus bebas berpikir  positif dan takut akan perbudakan dan penindasan. Selain itu, Plato juga menyangkal mitos bahwa para dewa telah kehilangan batas dan pahlawan menyukai korupsi dan melakukan tindakan amoral. Menurut Plato, cerita dan mitos  adalah salah dan jahat.
Plato berpendapat bahwa jika ada kesamaan antara negara dan manusia, moralitas adalah hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam kehidupan bernegara, dan moralitas sangat penting untuk keberadaan manusia oleh penguasa dan semua warga negara. negara adalah komunitas etis yang mencapai kebajikan dan kebaikan. Negara yang ideal adalah negara yang memiliki sifat layaknya keluarga, sehingga setiap warga negara harus memiliki sikap kekeluargaan yang mencerminkan kerukunan dan keharmonisan. Menurut Plato, ketika pemimpin masa depan lahir, metode pembelajaran yang digunakan terhubung ke pusat identitas manusia yaitu jiwa. Jiwa disebut demikian karena sifatnya yang ulet atau mudah beradaptasi. Memiliki visi yang jelas tentang bagaimana pendidikan membimbing kehidupan peserta didik untuk mencapai tujuan dan cita-citanya. Dalam memilih calon pemimpin, Plato menekankan bahwa mereka harus memiliki silsilah yang baik, mencintai kebijaksanaan, pengetahuan, kebenaran, membenci kebohongan, memiliki ingatan yang baik, dan memiliki moral yang baik.
Untuk mencegah kejahatan dan korupsi, pendidikan merupakan hal mendasar dan digunakan sebagai media untuk menanamkan moralitas pada individu. Seperti yang dijelaskan oleh Plato sebelumnya, pendidikan bertujuan untuk menemukan kebenaran sejati dan mengembangkan karakter pada manusia sehingga menjadi manusia yang memiliki pemikiran yang ideal. Ki Hajar Dewantara juga mengatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang berakhlak mulia. Pendidikan yang berbudi luhur berarti pendidikan yang bertujuan untuk menghasilkan generasi yang berakhlak mulia, arif, ulet dan adil. Oleh karena itu, pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan karakter individu untuk memperoleh literasi dan martabat manusia sehingga manusia tersebut menjalankan kehidupannya dengan seimbang antara Ephitumia, Thumos, dan juga Logostikonnya.
Upaya pencegahan korupsi tidak hanya diatasi dengan prosedur penegakan hukum yang ada di suatu negara. Namun, upaya anti korupsi dapat dilakukan melalui tindakan pencegahan, yaitu menanamkan nilai-nilai agama atau moral yang tidak dapat dikorupsi melalui pendidikan. Pengembangan moralitas tanpa korupsi perlu dikembangkan lebih lanjut karena berkaitan dengan kesadaran hukum. Kesadaran hukum merupakan pemahaman individu terhadap penafsiran hukum. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesadaran hukum juga dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan.
Pengembangan diri adalah fondasi terpenting pendidikan dalam hal antikorupsi. Tujuan pendidikan tidak ada gunanya jika tidak ada dasar pembentukan karakter. Edukasi yang dimaksud bukan tentang pemberantasan korupsi, tetapi tentang upaya pencegahannya dengan menyadarkan individu untuk bertindak anti korupsi. Oleh karena itu, pendidikan harus memahami nilai korupsi sebagai nilai negatif yang dapat merugikan banyak pihak, dan terbentuklah karakter pribadi yang anti korupsi. Pencegahan kejahatan adalah proses memprediksi, mengidentifikasi dan menilai risiko jika kejahatan terjadi dan memulai atau mengambil tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kejahatan. Sebagai aturan, hukum muncul dari kehendak dan kesadaran setiap individu dan biasanya berfungsi untuk menciptakan keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan sosial. Sebagai sarana pencegahan kejahatan, maka hukum dijadikan sebagai acuan utama bagi pelaku kejahatan. Dimana undang-undang mengatur aturan untuk kejahatan dan mengatur konsekuensi atau hukuman bagi pelaku kejahatan.
 Menerapkan etika anti korupsi melalui pendidikan merupakan langkah penanaman nilai antikorupsi sejak dini. Karena yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi adalah hilangnya nilai-nilai moral anti korupsi seperti integritas, tanggung jawab, disiplin dan kerja keras. Di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pendidikan adalah kunci untuk mempercepat upaya antikorupsi di negara ini. Pendidikan dijadikan sebagai jantung dan urat nadi peletakan dasar pembentukan karakter, moralitas dan integritas anak bangsa. Sehingga nantinya akan lahir generasi-generasi yang memiliki sifat antikorupsi bawaan. Berdasarkan hal tersebut, KPK menekankan pendidikan sebagai alat antikorupsi. Pendidikan yang dimaksud juga meliputi pendidikan formal dan nonformal mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Dimana dalam proses pendidikan yang sedang berlangsung dijelaskan unsur-unsur dan nilai-nilai antikorupsi kepada anak bangsa. Pendekatan pencegahan dengan Paideia (pendidikan) bertujuan untuk membangun budaya dan peradaban bangsa yang anti korupsi, dan internalisasi nilai-nilai anti korupsi melalui pendidikan bertujuan untuk membentuk moralitas dan budaya anti korupsi yang meningkat.
Citasi :
Apollo. (2019, December 27). Filsafat Manusia dan Kejahatan [14]. Dikutip dari Kompasiana: https://www.kompasiana.com/balawadayu/5e06001b097f36298a6b95c2/filsafat-manusia-dan-kejahatan-14?page=2&page_images=1
Apollo. (2019, December 27). Filsafat Manusia dan Kejahatan [3]. Dikutip dari Kompasiana: https://www.kompasiana.com/balawadayu/5e059206d541df23bd2bb652/filsafat-manusia-dan-kejahatan-3
Apollo. (2020, Januari 6). Tipe Bentuk Tubuh Pelaku Kejahatan. Dikutip daro Kompasiana: https://www.kompasiana.com/balawadayu/5e12db73097f3668a1039794/tipe-bentuk-tubuh-pelaku-kejahatan
Rhety Ayu Dewayani. (2015, Maret 4) Money Laundering: Tantangan Baru Bagi Auditor Investigatif. Dikutip dari DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4
Apollo. (2022, October 30). Apa Itu Paideia Era Yunani. Dikutip dari Kompasiana: https://www.kompasiana.com/balawadayu/62e144953555e42d3709a032/apa-itu-pendidikan-paideia-era-yunani
Agus Supandi, Dellia Mila Vernia. (2015, April 2). Peran Pendidikan Anti Korupsi Dalam Rangka Mewujudkan Pembangunan Nasional Yang Bersih Dari Korupsi. Dikutip dari Research and Development Journal Of Education Vol. 1 No. 2 April 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H