Pengesahan Omnibus Law atau Undang-undang Cipta Kerja pada tahun 2020 memicu kontoversi besar masyarakat. UU ini bertujuan menyederhanakan regulasi untuk menarik investasi, namun protes muncul dari berbagai kalangan, termasuk buruh, mahasiswa, dan aktivis lingkungan. Mereka menilai bahwa kebijakan ini mengabaikan aspirasi publik dan merugikan kepentingan umum, khususnya terkait hak buruh dan perlindungan lingkungan.Â
Bagaimana teori komunikasi Jurgen Habermas dapat membantu kita memahami dinamika di balik kontroversi ini? Habermas menawarkan perspektif yang menarik tentang ruang publik, komunikasi, dan demokrasi delibratif, yang relevan untuk meninjau kebijakan seperti Omnibus Law.
Habermas dan Konsep Ruang Publik
Habermas mengemukakan bahwa ruang publik adalah arena di mana masyarakat dapat berdiskusi secara bebas dan rasional tentang isu-isu penting. Dalam ruang publik yang ideal, setiap individu memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi, dan ketentuan dibuat berdasarkan argumen logis, bukan kekuasaan.
Ia juga membedakan antara "sistem" (Struktur formal seperti birokrasi dan pasar) dan "dunia kehidupan" (lifeworld), yaitu ruang sosial tempat norma, nilai, dan identitas berkembang. Ketika sistem mendominasi dunia kehidupan, seperti dalam kasus Omnibus Law, komunikasi publik menjadi terganggu, dan kebijakan diambil tanpa legitimasi yang cukup dari masyarakat.
Omnibus Law: Kebijakan dan Memecah Belah
Omnibus Law bertujuan menyederhanakan birokrasi untuk meningkatkan investasi. Namun, proses legislasi ini menuai kritik karena minimnya pasrtisipasi publik. Proses pengesahan berlangsung sangat cepat, dengan dokumen rancangan yang sulit diakses masyarakat. Banyak pihak menilai bahwa diskusi mendalam terkait dampak kebijakan terhadap lingkungan, hak buruh, dan masyarakat adat tidak pernah dilakukan secara serius.
Distorsi Komunikasi dalam Penyusunan Kebijakan
Menurut Habermas, komunikasi di ruang publik seharusnya bebas dari dominasi. Namun, dalam kasus Omnibus Law, distorsi komunikasi terlihat jelas. Pemerintah menggunakan narasi ekonomi untuk membungkam kritik, menggambarkan oposisi sebagai penghambat pembangunan. Hal ini menciptakan polariasi dan menghalangi dialog yang sehat.
Habermas juga menyoroti "kolonialisasi dunia kehidupan" oleh sistem. Dalam konteks Omnibus Law, dominasi sistem ekonomi dan politik mengesampingkan diskursus publik. Media massa, yang seharusnya menjadi platform netral, sering kali lebih banyak menyuarakan kepentingan pemerintah, sehingga mengabaikan kritik dari masyarakat.
Protes dan Respon Pemerintah