Mohon tunggu...
Hana RestuPratiwi
Hana RestuPratiwi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi

Seorang pembelajar yang meyakini bahwa proses bertumbuh butuh waktu.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membedah Omnibus Law dengan Kacamata Habermas: Apa yang Salah?

14 Januari 2025   14:32 Diperbarui: 14 Januari 2025   15:35 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pengesahan Omnibus Law atau Undang-undang Cipta Kerja pada tahun 2020 memicu kontoversi besar masyarakat. UU ini bertujuan menyederhanakan regulasi untuk menarik investasi, namun protes muncul dari berbagai kalangan, termasuk buruh, mahasiswa, dan aktivis lingkungan. Mereka menilai bahwa kebijakan ini mengabaikan aspirasi publik dan merugikan kepentingan umum, khususnya terkait hak buruh dan perlindungan lingkungan. 

Bagaimana teori komunikasi Jurgen Habermas dapat membantu kita memahami dinamika di balik kontroversi ini? Habermas menawarkan perspektif yang menarik tentang ruang publik, komunikasi, dan demokrasi delibratif, yang relevan untuk meninjau kebijakan seperti Omnibus Law.

Habermas dan Konsep Ruang Publik

Habermas mengemukakan bahwa ruang publik adalah arena di mana masyarakat dapat berdiskusi secara bebas dan rasional tentang isu-isu penting. Dalam ruang publik yang ideal, setiap individu memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi, dan ketentuan dibuat berdasarkan argumen logis, bukan kekuasaan.

Ia juga membedakan antara "sistem" (Struktur formal seperti birokrasi dan pasar) dan "dunia kehidupan" (lifeworld), yaitu ruang sosial tempat norma, nilai, dan identitas berkembang. Ketika sistem mendominasi dunia kehidupan, seperti dalam kasus Omnibus Law, komunikasi publik menjadi terganggu, dan kebijakan diambil tanpa legitimasi yang cukup dari masyarakat.

Omnibus Law: Kebijakan dan Memecah Belah

Omnibus Law bertujuan menyederhanakan birokrasi untuk meningkatkan investasi. Namun, proses legislasi ini menuai kritik karena minimnya pasrtisipasi publik. Proses pengesahan berlangsung sangat cepat, dengan dokumen rancangan yang sulit diakses masyarakat. Banyak pihak menilai bahwa diskusi mendalam terkait dampak kebijakan terhadap lingkungan, hak buruh, dan masyarakat adat tidak pernah dilakukan secara serius.

Distorsi Komunikasi dalam Penyusunan Kebijakan

Menurut Habermas, komunikasi di ruang publik seharusnya bebas dari dominasi. Namun, dalam kasus Omnibus Law, distorsi komunikasi terlihat jelas. Pemerintah menggunakan narasi ekonomi untuk membungkam kritik, menggambarkan oposisi sebagai penghambat pembangunan. Hal ini menciptakan polariasi dan menghalangi dialog yang sehat.

Habermas juga menyoroti "kolonialisasi dunia kehidupan" oleh sistem. Dalam konteks Omnibus Law, dominasi sistem ekonomi dan politik mengesampingkan diskursus publik. Media massa, yang seharusnya menjadi platform netral, sering kali lebih banyak menyuarakan kepentingan pemerintah, sehingga mengabaikan kritik dari masyarakat.

Protes dan Respon Pemerintah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun