Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menguak Urgensi PRT sebagai Bentuk Kontemplasi terhadap Kekerasan dan Pelecehan

24 Juli 2022   11:55 Diperbarui: 24 Juli 2022   12:09 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemberitaan mengenai kekerasan dan pelecehan terhadap pekerja rumah tangga akan tetap menjadi kejadian luar biasa, meskipun bukanlah hal langka. Hak asasi mereka direnggut dari berbagai aspek meliputi psikis, fisik, dan ekonomi. Profesi ini memang sangat rentan, karena berkaitan pula dengan stigma perempuan di mana harus selalu tunduk dengan perintah laki-laki, bahkan sesama, dengan catatan dia merasa memiliki derajat lebih tinggi.

Pekerja rumah tangga sangat rentan tidak diperlakukan dengan baik sebab profesi ini dianggap hal remeh tanpa kemampuan khusus, tingkat pendidikan rendah, dan perbedaan preferensi antara kedua belah pihak. Namun, itu semua tidak akan terjadi apabila mereka bisa berkomunikasi dengan baik, sehingga kesalah pahaman dapat dihindari. Sebelum mulai bekerja, lebih baik mereka melakukan diskusi ringan perihal daftar 'iya' dan 'tidak' dalam keluarga.

Mengacu pada UU nomor 13 tahun 2003, pekerja rumah tangga tidak diakui sebagai sebuah profesi. Selain itu, RUU perlindungan pekerja rumah tangga masih menemui jalan buntu di DPR RI sejak 2004, karena dua partai besar tidak memberikan persetujuan. Selama belum ada payung hukum, kemungkinan pemberi kerja dalam melakukan kekerasan dan pelecehan pun akan selalu mengikuti. Tidak jarang pula mereka terbebas dari tuntutan setelah naik banding.

Pada tahun 2019, International Labor Organization (ILO) melakukan konferensi penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja serta rekomendasi 206. Indonesia selaku salah satu anggota PBB mengirimkan perwakilan meliputi pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja untuk mengikuti forum di Jenewa, Swiss, tersebut. Namun, belum ada ratifikasi sampai saat ini, sehingga hukum belum bisa ditegakkan. Padahal, sebutan pahlawan devisa negara untuk pekerja rumah tangga di luar negeri begitu dielu-elukan tentang sumbangsih pendapatan negara, tetapi mengapa dari segi perlindungan masih kurang?

Dilansir dari Jaringan Nasional Advokasi PRT (JALA PRT), sebanyak 400 PRT diperlakukan tidak manusiawi. Menurut survei pada Agustus 2021, 82% dari 868 orang bahkan tidak memiliki jaminan sosial. Upah mereka pun hanya 20-30% dari nominal minimum provinsi. JALA PRT menambahkan, pada tahun 2022 jumlah pekerja sudah mencapai lima juta orang. Jumlah masif ini mendorong Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja untuk melakukan konferensi pada 7 Februari 2022, dengan mengundang pers dan sejumlah PRT agar RUU perlindungan segera disahkan.

Terlepas dari payung hukum sebagai sarana penegak keadilan, menguak urgensi peran PRT sebagai bentuk kontemplasi terhadap kekerasan dan pelecehan dapat membangun kesadaran pemberi kerja agar memperlakukan mereka dengan baik. Langkah ini sedikit banyak dapat menggugah rasa kemanusiaan, sehingga mampu membentengi diri. Oleh karena itu, coba renungkanlah peran krusial mereka dalam kehidupan sehari-hari.

 

Memelihara Kondisi Mental

Mencuci, menyetrika, dan memasak adalah kegiatan monoton dan cukup melelahkan. Jangankan bagi wanita karier, ibu rumah tangga saja kerap mengeluh. Belum lagi ketika anak- anak mereka rewel. Membagi waktu untuk dua prioritas tidaklah mudah, sehingga emotional bag akan sedikit demi sedikit terisi, lalu meledak setelah tidak bisa lagi menampung. Hal ini terkesan sepele, tetapi menjaga kondisi mental akan sangat berpengaruh untuk mencegah rasa uring- uringan, bahkan depresi. Oleh karena itu, peran asisten sangat patut diapresiasi dengan baik.

Mereka memiliki motivasi berbeda dalam bekerja, sehingga tingkat stres akan lebih rendah. Namun, perlu menjadi catatan juga bahwa mereka tetaplah manusia. Berilah mereka tugas dengan wajar untuk menghilangkan praktik perbudakan modern.

 

Meningkatkan Produktivitas

Menyelesaikan satu pekerjaan rumah tangga dapat memakan waktu, sehingga akan mengurangi keleluasaan seseorang dalam melakukan hal lain seperti mengembangkan hobi. Salah satu kegiatan produktif tersebut dapat memberikan berbagai manfaat dan tidak dimungkiri akan menghasilkan pundi-pundi rupiah. Di sisi lain, perempuan dan UMKM sering dielu-elukan pemerintah sebagai gerakan untuk kemajuan ekonomi negara. Keberhasilan ini sedikit banyak berkat bantuan asisten dalam menyelesaikan tugas domestik.

Membantu Anak Bersosial dan Berempati

Salah satu penyebab anak terlambat berbicara adalah karena kurang berinteraksi dengan orang lain, mengingat bahasa bersifat praktis untuk memupuk pemahaman. Tanpa didampingi asisten, durasi kegiatan ini akan semakin singkat. Mereka akan lebih banyak dibiarkan sendirian, apalagi ketika kedua orang tua sama-sama berkarier. Fungsi sosial dari kehadiran sosok selain keluarga inti pun dapat melatih empati si kecil. Memercayakan mereka pada jasa penitipan bisa menjadi opsi lain, tetapi apabila mereka tetap di rumah sembari melakukan suatu aktivitas bersama secara intens, akan sangat menguntungkan dalam memantau pergaulan.

 

Meningkatkan Peran seorang Istri dan Ibu

Peran seorang istri dan ibu tidak hanya terbatas pada pekerjaan domestik. Mereka mengemban banyak tanggung jawab untuk menjaga keluarga tetap harmonis. Melakukan deep talk tentang rencana masa depan dan melayani suami bukanlah perkara sederhana. Mereka membutuhkan alokasi waktu tersendiri dan tentu pikiran jernih. Meningkatkan bounding dengan anak pun memiliki tantangan tersendiri, karena lelah psikis dan fisik akan berpengaruh pada keberhasilan. Bagaimana saat membacakan cerita, lalu mereka mengajukan banyak pertanyaan? Kesabaran sangat diperlukan dan kehadiran asisten dapat menjaga stok agar tetap waras.

 

Membantu Perputaran Ekonomi

Akibat keterbatasan lapangan pekerjaan, jumlah pengangguran akan meningkat. Ketika seseorang merekrut PRT, secara tidak langsung mereka akan membantu perputaran ekonomi negara sebab jumlah mereka tidak bisa disepelekan. Betapa indah hubungan timbal balik ini, bukan? Asisten mendapatkan upah, sementara majikan secara tidak langsung memberikan sumbangsih berarti untuk keberlangsungan hidup orang banyak.

 

Memiliki Keleluasaan untuk Melakukan Hal Penting

Bayangkan ketika seseorang harus pergi secara dadakan dan itu adalah hal penting, lalu pekerjaan rumah tangga masih menggunung? Begitu pulang niat hati ingin segera beristirahat, tetapi mereka harus berlelah-lelah terlebih dahulu. Peran asisten sudah pasti sangat membantu, karena mau ke mana saja dan kapan saja tidak akan dibayang-bayangi tanggung jawab lain. Seolah-olah, sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.

 

Setelah menguak urgensi PRT, ada pula solusi lain untuk menekan angka kekerasan dan pelecehan. Melalui pengesahan UU perlindungan, mereka akan memiliki sertifikat kredibel, untuk menaikkan level peradaban dari feodalisme menjadi lebih manusiawi. Selain itu, Komnas Perempuan dapat mengambil peran untuk memfasilitasi keluhan PRT agar lembaga ini pun tidak bersifat quasi-jurisdictional semata dan dapat dibubarkan apabila tidak diperlukan. Mencontoh tindakan KAI dalam menciptakan ruang aman bagi penumpang, pelaku pelecehan seksual akan di-blacklist dalam menggunakan jasa transportasi ini melalui pendataan NIK. Tidak jauh berbeda, pemberi kerja dengan track record buruk dilarang memilih PRT di semua agen resmi.

Peran PRT begitu krusial meskipun mereka kerap dipandang sebelah mata. Secara logika, pekerjaan tidak tercipta begitu saja tanpa tujuan, sesederhana tukang semir sepatu.

Jadi, menghargai mereka tidak akan menurunkan harga diri, karena sesama manusia dengan hubungan saling menguntungkan pun tidak menampakkan alasan untuk memperlakukan mereka dengan buruk.

Payung hukum memang cara jitu untuk menimbulkan suatu ketakutan ketika melakukan tindak kriminal. Namun, tidakkah ada rasa humanisme sama sekali di hati itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun