Â
Memiliki Keleluasaan untuk Melakukan Hal Penting
Bayangkan ketika seseorang harus pergi secara dadakan dan itu adalah hal penting, lalu pekerjaan rumah tangga masih menggunung? Begitu pulang niat hati ingin segera beristirahat, tetapi mereka harus berlelah-lelah terlebih dahulu. Peran asisten sudah pasti sangat membantu, karena mau ke mana saja dan kapan saja tidak akan dibayang-bayangi tanggung jawab lain. Seolah-olah, sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.
Â
Setelah menguak urgensi PRT, ada pula solusi lain untuk menekan angka kekerasan dan pelecehan. Melalui pengesahan UU perlindungan, mereka akan memiliki sertifikat kredibel, untuk menaikkan level peradaban dari feodalisme menjadi lebih manusiawi. Selain itu, Komnas Perempuan dapat mengambil peran untuk memfasilitasi keluhan PRT agar lembaga ini pun tidak bersifat quasi-jurisdictional semata dan dapat dibubarkan apabila tidak diperlukan. Mencontoh tindakan KAI dalam menciptakan ruang aman bagi penumpang, pelaku pelecehan seksual akan di-blacklist dalam menggunakan jasa transportasi ini melalui pendataan NIK. Tidak jauh berbeda, pemberi kerja dengan track record buruk dilarang memilih PRT di semua agen resmi.
Peran PRT begitu krusial meskipun mereka kerap dipandang sebelah mata. Secara logika, pekerjaan tidak tercipta begitu saja tanpa tujuan, sesederhana tukang semir sepatu.
Jadi, menghargai mereka tidak akan menurunkan harga diri, karena sesama manusia dengan hubungan saling menguntungkan pun tidak menampakkan alasan untuk memperlakukan mereka dengan buruk.
Payung hukum memang cara jitu untuk menimbulkan suatu ketakutan ketika melakukan tindak kriminal. Namun, tidakkah ada rasa humanisme sama sekali di hati itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H