Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Internet Membuat Saya Bersyukur Menempuh Pendidikan di Era Modern

1 Juli 2022   12:38 Diperbarui: 1 Juli 2022   12:50 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diambil dari Pexels

Saya mengenal internetnya Indonesia sejak tahun 2008. Namun, saat itu saya belum menggunakannya. Dua teman saya mengajak ke warnet untuk mengisi waktu akhir pekan, tetapi saya tidak pernah mengiakan sebab perjalanan yang ditempuh menggunakan sepeda kayuh terbilang jauh. Saya takut akan kelelahan di tengah perjalanan dan merepotkan mereka yang memiliki stamina lebih oke.

Sebenarnya, saya sangat penasaran. Apa sih yang bisa mereka dapatkan? Saya tidak begitu ingat manfaat-manfaat yang mereka sampaikan, tetapi salah satunya adalah akses ke materi pelajaran. Salah satu dari mereka langganan juara satu paralel, sehingga saya bertambah antusias untuk meningkatkan prestasi dengan internet. 

Tempat tinggal saya berada di kabupaten dari sebuah kota kecil. Setahun kemudian, saya baru bisa menggunakan internet dengan mudah melalui ponsel. Saya tidak mempunyai laptop atau komputer, sehingga manfaat yang saya dapatkan terbatas. Apalagi, saat itu ponsel belum secanggih sekarang. Layarnya pun kecil dan tutsnya keras. Hal ini membuat saya tidak betah berlama-lama untuk berselancar di dunia maya. 

Beruntung, saat saya naik ke kelas XI, ada program internet gratis dari sekolah. Untuk mekanismenya, siswa diberikan jadwal dan dibatasi selama dua jam setelah pembelajaran selesai. Selain mencari materi pelajaran, kesempatan yang diberikan saya gunakan untuk mengerjakan tugas dan hiburan seperti mengunduh film serta lagu. 

Awalnya, program tersebut sukses besar. Para siswa dengan antusias menunggu giliran. Namun, lama kelamaan, minat mereka berkurang, karena lebih memilih untuk pulang. Alhasil, saya pun bisa menggunakan salah satu layanan Telkom Indonesia itu lebih lama. Kebetulan, saya mengikuti ekstra kulikuler mading dan penyiar radio, sehingga saya mengembangkan manfaat internet untuk mencari inspirasi konten. 

Manfaat internet semakin saya rasakan ketika proses mendaftar universitas. Saya berpikir, kalau tidak ada internet, kepada siapa saya akan menanyakan banyak hal? Memang ada guru bimbingan konseling yang akan membantu, tetapi saya rasa kurang maksimal sebab ada banyak siswa juga yang ingin berkuliah. 

Pada suatu waktu, di sebuah bilik pojok perpustakaan dekat jendela, timbul perasaan terharu yang tidak terbendung di hati saya. Sejenak, saya mengalihkan pandangan dari laptop ke pemandangan hijau di bawah sana. Saya merenung, "Bagaimana jadinya kalau saya menjalani perkuliahan sampai ke proses skripsi tanpa adanya internet?"

Saya membayangkan kalau orang tua saya akan mengeluarkan bujet tambahan untuk saya gunakan mencari referensi. Saya juga akan lebih lelah dalam menempuh pendidikan sebab saya harus menemui narasumber secara langsung atau blusukan berburu materi cetak. Namun, berkat layanan yang sangat menguntungkan dari Telkom Indonesia, saya tidak menemui hambatan yang berarti. Paling penting, saya bisa menghemat pengeluaran dengan memdapatkan sumber bacaan gratis.

Lulus S1, saya ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri dengan beasiswa. Saya berselancar tentang kampus dan berbagai hal yang saya butuhkan untuk merealisasikannya. Ternyata cukup memusingkan, tetapi saya mendapatkan ilmu dan pengalaman berharga. Teman-teman yang tertarik untuk mengikuti cita-cita saya pun bertanya dan saya jelaskan A-Z. Meskipun saya belum berhasil, setidaknya apa yang saya tahu berkat banyak membaca literatur sedikit banyak dapat membantu mereka. Ketika saya menjadi IELTS tutor di sebuah lembaga pun, sangat berguna dalam memotivasi partisipan agar senantiasa mengejar impian bersekolah ke negara orang.

Saya tetap ingin melanjutkan pendidikan, meskipun tanpa beasiswa dan akhirnya diterima di sebuah universitas dalam negeri. Prosesnya sangat instan dan saya tidak terlalu khawatir untuk pergi ke luar kota sendirian, bahkan di sana tidak ada kenalan. Saya membeli tiket kereta secara daring, lalu memesan kos harian dekat kampus sebelum tes tulis. Andaikan saya hidup di zaman internet belum ada, bagaimana saya tahu di universitas itu ada jurusan yang saya inginkan? Bagaimana saya akan bertahan hidup tanpa sanak saudara? 

Tidak jauh berbeda, hal yang saya syukuri ketika kuliah di era modern adalah internet yang sangat membantu dalam proses pembelajaran. Apalagi, saat itu datanglah wabah Covid-19 dan saya harus mengerjakan tesis dari rumah. Menyadari bahwa saya memerlukan akses yang lebih luas, akhirnya orang tua memasang WiFi IndiHome dari Telkom Indonesia. Seakan alam semesta mendukung, tetangga saya adalah salah satu tim teknisi, sehingga proses pemasangan pun menjadi lebih mudah dan cepat.

Kalau saya ditanya, "Apa yang berkontribusi dalam menekan angka Covid-19," saya akan menjawab, salah satunya adalah internet. Mahasiswa yang sedang memerlukan referensi tidak melulu harus keluar rumah. Berbekal laptop atau komputer dan jaringan, referensi bisa didapatkan dengan mudah. Data-data pendukung apabila diperlukan pun ada dengan mengakses situs tertentu.

Meskipun saya gigih dalam mengerjakan tesis, tetapi ada ketakutan kalau saya akan lulus lebih lama. Namun, nyatanya ketakutan saya tidak terbukti. Saya bisa meraih gelar master tepat waktu. Kendati demikian, euforia itu berkurang sebab wisuda harus diselenggarakan secara daring. Saya berusaha untuk bersyukur. IndiHome memberikan layanan jaringan WiFi yang oke, sehingga saya bisa mengikuti acara sampai selesai. 

Di sisi lain, saya juga mengalami kendala saat menggunakan WiFi dari IndiHome. Kendala tersebut bukan berasal dari penyedia layanan, tetapi faktor alam. Jaringan saya pernah terputus beberapa kali, karena ada pohon tumbang yang memutus kabel. Selain itu, benang layangan yang tersangkut juga menyebabkan kerusakan. Ada pula kasus petir yang menyambar pemancar di kecamatan lain dan imbasnya pun ke daerah saya.

Menurut saya, faktor alam tersebut bisa diantisipasi. Pertama-tama, warga sebaiknya bergotong royong merapikan pohon di dekat kabel. Kemudian, orang tua perlu mengedukasi anaknya agar bermain layang-layang jauh dari permukiman. Di daerah saya, masih banyak lapangan dan sawah. Untuk kasus di perkotaan, pemerintah hendaknya menyediakan taman bermain terpadu yang layak. Terakhir, memasang penangkal petir di pemancar sangat direkomendasikan agar meminimalisir angka perbaikan. Sementara itu, teknisi di grup WhatsApp pengguna juga selalu mengingatkan agar mencabut kabel adaptor terlebih dahulu saat hujan lebat.

Internetnya Indonesia sangat membantu saya menjalani setiap jenjang pendidikan. Tidak melulu soal belajar, proses menggapai mimpi itu pun perlu diapresiasi. Ketika seseorang kesulitan mendapatkan informasi, apakah tidak akan mengurangi niatnya untuk terus melangkah?

Mengutip slogan Telkom Indonesia yaitu "Dunia dalam Genggaman," hal ini juga berhubungan dengan kemudahan ketika kita bisa membagikan pengalaman berharga seperti melalui lomba ini agar dapat memotivasi seseorang bertumbuh sesuai dengan minat mereka. Jadi, mari gunakan internet dengan sebaik-baiknya agar sumber daya manusia terus meningkat sekaligus menjadi alasan untuk bersyukur meskipun banyak polemik di era modern.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun