Mohon tunggu...
Hamzet
Hamzet Mohon Tunggu... Administrasi - Keterangan Profil harus diisi

Lelaki penadah ilmu, pemulung pengetahuan dan (semoga bisa) mengamalkan serta menebarkannya kembali. Kelahiran Kota Probolinggo yang dalam bahasa gaul lazim disebut "Prolink". Kota ini disebut juga Bayuangga (angin, anggur dan mangga).

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[Valentinsiana] Kau-Aku, Cinta yang Menggantung

15 Februari 2014   23:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:47 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Peserta No. 4 - Acik Muchtar Rangkat & Hamzet

Telah kupancar isyarat serupa menara suar kepada kapal-kapal
Menyimpan kesunyian malam di balik gemerlap pijar cahaya
Bermimpi engkau melempar sauh dan bersandar walau sejenak
‘Kan kuceritakan semua hasratku padamu yang telah membiru lebam

Duhai perempuan, rona jingga, kauberlalu begitu saja
Biarkanku berkarat, menggigil memandangi laut lepas disapu angin
Hanya raungan jerit sirine yang kauperdengarkan di kejauhan
Entah di dermaga mana berlabuh, sudahi pelayaran

Asal kautahu, kutak berlabuh di penjuru mana pun
Saban malam menyibak pekat gelap, meretas badai hanya untuk mengitarimu
Berharap engkau berlari menyongsong, menjemputku, merengkuh dan mendekapku erat
Dan kauucap kata yang selama ini kutunggu-tunggu: Cinta

Harap tinggallah harap, terperangkap kelu lidahmu
Meski telah kutitipkan beribu kata rindu pada gulungan ombak
Namun angkuhmu sekeras karang, hanya menunggu dan menunggu aku yang bertandang
Maaf, aku bukan perempuan jalang!

Aku mulai muak
Tak lagi sudi mendengar segala tentangmu
Hasratku telah menjadi arang
Hangus!!!

Namun kutetap tak mampu melupakanmu barang sedetik
Kelebat bayangmu masih saja mengobarkan semangatku untuk tetap bertahan
Laksana guyuran air saat diriku terpanggang terik
Aku merindumu, perempuanku, di setiap tarikan nafas

Lelakiku, tiap detik hatiku serasa kaurajam dengan kasihmu
Hingga lantak berlumur lumus harapan abstrak
Terbelenggu dilema antara benci dan terus menggantang asa
Entah kapan nyalimu bangkit, untuk sekadar berucap cinta padaku

Apatah lagi yang mesti kuucap
Kakiku bagai berpijak di atas bara tak berujung
Rindu yang merajaiku pun seakan tiada lagi berarti
Namun begitu, semoga suluk asmaradhanaku mampu menghangatkanmu selalu

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun