Meskipung ruang publik telah bergeser peruntukannya bagi saya ruang publik adalah rohnya sebuah kota. Di sanalah setiap warga bisa berinteraksi. Di sana pula setiap warga bisa berproses secara alamiah. Interaksi warga dengan lingkungan sekitarnya diharapkan akan terbentuk ekosistem alami.
Seperti kita ketahui, pada sebuah ekosistem akan selalu ditemukan makhluk hidup yang memiliki tingkatan sebagai produsen, konsumen, dan pengurai pada rantai makanan. Setiap komponen ini mempunyai peranan berbeda terhadap ekosistem tersebut. Namun, ketika melaksanakan perannya, komponen tersebut akan saling mengalami ketergantungan satu sama lain.(wikipedia)
Sangat disayangkan, bila ada ruang publik yang mengecualikan kelompok-kelompok (komponen) tertentu. Ruang publik harus dipandang sebagai tempat aspiratif bagi setiap warga tanpa membedakan status. Jangan kita berpikir bahwa gelandangan atau anak jalanan tidak bisa memberi kontribusi apa-apa terhadap permasalahan kota. Selalu ada potensi pada diri setiap manusia selama diberi kesempatan.
Oleh karena itu, kalau boleh memberi saran, berilah kesempatan kepada tunawisma untuk melakukan sesuatu di ruang publik. Misalnya, diberi tanggung jawab untuk menjaga dan merawat. Biasanya seseorang yang diberi tanggung jawab akan berpikir kreatif untuk menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Bukankah Allah selalu berlaku adil pada setiap manusia? Dalam setiap kekurangan selalu ada kelebihan.
Alangkah baiknya kalau sebuah ruang publik dapat dikondisikan agar orang-orang berpikir, merencanakan, dan bertindak sesuai dengan perannya dalam memanfaatkan peluang atau mengatasi permasalahan kota. Apakah itu menangani masalah sosial, menciptakan lapangan kerja, atau memperindah lingkungan sekitar.
Wallahu ‘a’lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H