Mohon tunggu...
Qatrunnada HamparanMelati
Qatrunnada HamparanMelati Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Ritsumeikan Asia Pacific University Japan. Menikmati waktu bersama dengan alam.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Belajar Mencintai Alam dari Orang Jepang: Bermain di Sungai bersama Kunang-kunang

13 Mei 2019   13:42 Diperbarui: 13 Mei 2019   16:40 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Briefing oleh Kame-Kame Club sebelum memulai kegiatan | dokpri

Minggu pagi hari itu tidak seperti akhir pekan saya yang biasanya. Saya harus bangun pagi-pagi, menyiapkan sarung tangan andalan saya, mengenakan sepatu tahan air, dan memakai baju dan celana yang siap kotor.

Bergegaslah saya menuju bus stop terdekat dari tempat tinggal saya dan menunggu bus menuju kampus saya. Saya adalah mahasiswa tahun ketiga di Ritsumeikan Asia Pacific University (APU) di sebuah kota Beppu, kota kecil yang terkenal dengan onsennya (pemandian air panas alami) di Prefektur Oita, Jepang. Tujuan akhir saya naik bus pagi-pagi bukanlah untuk ke kampus, tapi ke Sungai Hiya (冷川). 

Sesampainya di sana saya bertemu dengan beberapa mahasiswa APU dan juga Kame-Kame Club, organisasi lokal Beppu yang memfokuskan kegiatannya pada pelestarian lingkungan di sekitar Kota Beppu.

Kegiatan Kame-Kame Club berpusat pada pembersihan sungai dan pantai. Hari itu, saya dan beberapa mahasiswa APU bersama dengan Kame-Kame Club akan membersihkan Sungai Hiya untuk meningkatkan jumlah kunang-kunang yang dahulu banyak ditemui di sana.

Sayangnya, jumlah kunang-kunang di Sungai Hiya terus menurun dalam sepuluh tahun terakhir yang menunjukan bahwa kualitas lingkungan di sana semakin memburuk. Karena itulah Kame-kame Club giat membersihkan sungai setiap bulan untuk mengembalikan kondisi habitat si kunang-kunang seperti sedia kala.

Kunang-Kunang hanya bisa ditemui di Sungai Hiya di seluruh Beppu, karena sungai ini satu-satunya sungai di Beppu yang dialiri oleh air bersuhu normal, tidak dingin dan tidak panas yang pas untuk pertumbuhan kunang-kunang. Sedangkan sungai lain di Beppu bersuhu relatif hangat dari air onsen. 

Kegiatan membersihkan sungai hari itu dimulai dengan briefing singkat dan persiapan. Saya dan beberapa mahasiswa APU harus menuliskan data pribadi untuk didaftarkan asuransi oleh Kame-Kame Club.

Yap, kami didaftarkan asuransi oleh Kame-Kame Klub tanpa harus membayar sepeser pun untuk menjamin keselamatan kami selama kegiatan volunteer, walaupun tidak satu kegiatan volunteer pun yang ekstrim dan berbahaya sama sekali. Tak perlu heran, karena bagi orang-orang Jepang, keselamatan adalah nomor satu. Setelah briefing singkat, Kame-Kame Club menyediakan boots karet anti air nan keren untuk kami pakai. 

Aliran kecil Sungai Hiya | dokpri
Aliran kecil Sungai Hiya | dokpri

Setelah itu, berjalanlah kami sekitar 1 km menuju lokasi sungai yang akan dibersihkan. Mungkin banyak dari kita yang berpikir bahwa negara maju seperti Jepang pastilah Sungainya sangat bersih, jadi apalagi yang dibersihkan? Itulah juga yang ada di pikiran saya selama ini.

Namun, nyatanya, walaupun Sungai di Jepang memang tidak sekotor di Indonesia, sampah-sampah masih ditemui di sana sini. Banyaknya sampah di Beppu juga dipengaruhi oleh semakin banyaknya orang asing (terutama mahasiswa APU) yang menetap di Beppu 20 tahun terakhir. 

Orang-orang Jepang dari kecil sudah ditanamkan kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan. Bahkan, orang-orang Jepang tidak akan membuang sampah di jalanan walaupun jarang sekali ditemui tempat sampah di pinggir jalan.

Kesadaran dari dalam diri merekalah yang membuat mereka memilih menyimpan sampahnya sampai mereka menemukan tempat sampah. Sayangnya, banyak orang asing yang tidak menghargai kebiasaan baik orang-orang Jepang dengan membuang sampah seenaknya.

Setelah sampai pada lokasi yang dituju, mulailah kami membersihkan sungai dengan memungut sampah-sampah plastik dan kaca. Setelah itu, kami mulai mengumpulkan ilalang yang menghalangi aliran sungai. Sebenarnya Sungai Hiya memiliki aliran yang sangat kuat yang bisa membuat larva kunang-kunang bisa terbawa begitu saja.

Ubi bakar | dokpri
Ubi bakar | dokpri
Untuk mengatasi itu, Kame-Kame Club membuat aliran sungai kecil baru yang tenang dan tepat untuk pertumbuhan kunang-kunang. Setelah terkumpul ilalang-ilalang liar tersebut, kemudian dibakarlah bersama dengan ubi gunung yang akan menjadi makan siang kami semua. 

Setelah bekerja selama sekitar 2 jam kami pun mulai merasa lelah, tanda waktunya kami harus beristirahat. Kami pun duduk di tepi sungai sambil menyantap ubi bakar dan nasi kotak ala jepang, bento (弁当) sambil berbincang satu sama lain dan menikmati alam.

Dengan bahasa Jepang yang pas-pasan, saya pun juga mencoba berbincang dengan anggota Kame-Kame Club. Mereka antusias jika orang asing seperti saya mencoba berbincang bersama mereka, mengobrol tentang budaya negara masing-masing, dan banyak hal lainnya. Bahkan tak jarang pula mereka mencoba mengobrol dengan bahasa Inggris walaupun terbata-bata. 

Jangan kira anggota Kame-Kame Club adalah anak muda seperti saya, tidak. Para anggota Kame-Kame Club kebanyakan adalah orang-orang Jepang yang berusia senja 60 tahun ke atas.

Saya salut karena di usianya yang senja, mereka tetap berjiwa muda, aktif berkegiatan di sana-sini dan melakukan hal yang positif untuk lingkungan. Bahkan saya yang anak muda pun merasa tertampar karena masih suka bermalas-malasan. Kame-Kame Club adalah contoh nyata masa tua yang ingin saya jalani nanti.

Kawanina, siput air tawar makanan larva kunang-kunang | dokpri
Kawanina, siput air tawar makanan larva kunang-kunang | dokpri
Kawanina, siput air tawar makanan larva kunang-kunang | dokpri
Kawanina, siput air tawar makanan larva kunang-kunang | dokpri
Setelah beristirahat cukup lama, kami pun melepas kawanina (カワニナ) sejenis siput air tawar ke aliran sungai kecil untuk makanan larva kunang-kunang.

Di Jepang, kunang-kunang biasanya memasuki fase dewasa pada musim panas, sekitar bulan Juni hingga akhir Juli. Setiap tahun diadakan pula Fireflies Watching Activity, acara melihat kunang-kunang di tepi Sungai Hiya.

Saya telah mengikuti acara ini selama dua kali, dan di sanalah untuk pertama kalinya dalam hidup saya melihat kunang-kunang dengan mata saya sendiri. 

Usaha selama setahun penuh membersihkan sungai terbalaskan sudah dengan keindahan kunang-kunang, yang tiap tahun pun jumlahnya mulai bertambah.

Di bulan Juni tahun 2019 ini, saya juga akan kembali melihat kunang-kunang untuk kembali menikmati hasil dari jerih payah membersihkan sungai sepanjang tahun.

Setelah melepas siput air tawar, para sukarelawan dan Kame-Kame Club berfoto bersama dan selesailah rangkain kegiatan volunteer hari Minggu itu. “Otsukaresamadeshita (お疲れ様でした)” yang berarti “terima kasih atas kerja keras kalian” berulang kali diucapkan Kame-Kame Club kepada kami sebagai tanda apresiasi.

Foto bersama sampah yang kami kumpulkan | dokpri
Foto bersama sampah yang kami kumpulkan | dokpri
Saya belajar banyak hal dengan menjadi sukarelawan membersihkan sungai bersama Kame-Kame Club. Saya belajar tentang kegigihan dan konsistensi dalam memperjuangkan tujuan kita. Seperti Kame-Kame club yang tetap konsisten membersihkan sungai tiap hari Minggu kedua setiap bulan untuk mengembalikan habitat kunang-kunang seperti sedia kala.

Kame-Kame Club juga membuat saya tersadar bahwa usia hanyalah deretan angka, bukan sebuah batasan untuk tetap berkarya, melakukan hal positif, dan berkontribusi untuk lingkungan. 

Saya pun jadi tertantang untuk berbuat lebih banyak terhadap lingkungan. Saya pun juga tersadar untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar kita. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa aksi sekecil membuang sampah sembarangan akan berdampak besar terhadap menurunnya jumlah kunang-kunang di Kota Beppu. 

Bahkan saya pun baru tahu setelah satu tahun menetap di Beppu bahwa ada kunang-kunang di Sungai Hiya. Dari hal tersebut pun saya sadar bahwa apa pun yang kita lakukan, hal kecil sekali pun akan berdampak terhadap lingkungan sekitar. Maka dari itu, sebagai makhluk yang berakal, mari kira menjadi manusia yang bertanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun