Mohon tunggu...
Hamma Sitohang
Hamma Sitohang Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh Agama Katolik - Kemenag Kota Medan

Senang menulis tentang toleransi dan doktrin ajaran agama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa Itu Perjamuan Interkonfensional?

3 Juli 2024   08:54 Diperbarui: 3 Juli 2024   09:16 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perayaan Ekaristi di SMP Assisi Medan/dokpri

Arti dan Praktek Perjamuan Intekonfensional di kalangan Protestan

Apa itu Perjamuan interkonfensional? Perjamuan interkonfensional merupakan praktik di mana anggota gereja dari berbagai latar belakang denominasi Kristen berkumpul Bersama untuk merayakan perjamuan suci atau komuni. Di kalangan denominasi Protestan, sikap terhadap perjamuan interkonfensional berbeda-beda. 

Ada beberapa denominasi Protestan, misalnya Anglikan/Episkopal, Metodis, Lutheran menerima praktik perjamuan interkonfensional sebagai ekspresi kesatuan Kristen yang lebih luas dan kesatuan dalam Kristus. Namun ada juga beberapa denominasi Protestan masih mempertahankan pandangan tradisional yang membatasi perjamuan suci hanya untuk anggota gereja yang diakui. 

Bagi denominasi protestan yang menerima praktek perjamuan interkonfensional hendak menekankan persatuan Kristen yang lebih luas di luar batas-batas denominasi sekaligus hendak meminimalisir perpecahan dan perbedaan antar-denominasi dengan mengutamakan persamaan dalam iman Kristiani. Bagaimana dengan Gereja Katolik, apakah memperbolehkan Perjamuan Interkonfensional atau perayaan ekaristi bersama dengan denominasi Protestan lainnya?

Perbedaan Pandangan Teologis Sakramen Ekaristi dasar Gereja Katolik menolak Perjamuan Interkonfensional

Melalui sebuah surat ensiklik apostolik dari Paus Yohanes Paulus II yang diterbitkan pada tahun 1995 menekankan pentingnya ekumenisme dan upaya untuk mencapai persatuan antara gereja-gereja Kristen. Demikian juga dalam dokumen Unitatis Redintegratio ditekankan pentingnya upaya ekumenis untuk memperbaiki persatuan di antara gereja-gereja Kristen. 

Kedua dokumen ini hanya menekankan usaha ekumenis pada tataran tertentu dan ruang-ruang yang dimungkinkan untuk disatukan. Tak satupun dokumen resmi Gereja Katolik yang secara eksplisit membahas perjamuan interkonfensional. Jika demikian apa rujukan Gereja Katolik menolak perjamuan interkonfensional. Dasar utama penolakan Gereja Katolik terhadap praktek perjamuan interkonfensional adalah perbedaan teologis yang sangat

berbeda dan tidak mempunyai titik temu tentang konsep teologis Perayaan Sakramen Ekaristi dimana materi utamanya adalah Roti dan Anggur. Sekarang mari kita simak konsep teologis tentang Perayaan Ekaristi yang menjadi dasar tidak dimungkinkannya praktek Perjamuan Interkonfensional.

Pertama perbedaan konsep Doktrin Transubstansiasi antara Katolik dengan denominasi Protestan. Menurut ajaran Katolik, ketika seorang imam yang ditahbiskan merayakan misa, roti dan anggur secara metasik berubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus. Ini tidak hanya representasi simbolis, tetapi perubahan substansial yang sesungguhnya. 

Meskipun sifat sik roti dan anggur tetap tidak berubah, substansi atau esensi mereka berubah menjadi Tubuh, Darah, Jiwa, dan Keilahian Yesus Kristus. Gereja Katolik percaya bahwa setelah transubstansiasi, Yesus Kristus hadir secara real presence dalam roti dan anggur yang diubah. Ini tidak hanya mengacu pada kehadiran spiritual, tetapi kehadiran sejati, sik, dan substansial yang tidak terlihat tetapi nyata. 

Sedangkan bagi sebagian besar denominasi Protestan, terutama yang berasal dari tradisi reformasi, menganggap perjamuan kudus hanya sebagai simbolis atau peringatan atas kematian dan kebangkitan Kristus, tanpa keyakinan akan transubstansiasi. Ini berarti roti dan anggur tetap roti dan anggur secara sik dan tidak berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. 

Denominasi Protestan tidak meyakini adaperubahan substansial pada materi roti dan anggur. Yesus Kristus hanya secara rohani hadir dalam roti dan anggur. Martin Luther tokoh reformator menolak transubstansiansi dan memperkenalkan konsep konsubstantiasi yaitu konsep bahwa roti dan anggur itu pada hakekatnya adalah roti dan anggur biasa. 

Namun, tubuh dan darah Kristus hadir atas roti dan anggur itu hanya pada saat rman Tuhan dinyatakan saat roti dan anggur itu diberikan kepada umat untuk dimakan dan diminum. Sesaat setelah itu, maka roti dan anggur itu akan menjadi roti dan anggur biasa.

Kedua, perbedaan otoritas atau wewenang imam yang menjadi minister principal atau pelayan utama perayaan Sakramen Ekaristi. Di Gereja Katolik, yang memiliki otoritas untuk memimpin perayaan Sakramen Ekaristi adalah Uskup atau imam yang ditahbiskan. Gereja Katolik mengajarkan bahwa imam yang tertahbis bertindak atas kuasa dan dalam Kristus memiliki wewenang untuk mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus.

Sementara bagi denominasi Protestan para pendeta diberi wewenang untuk memimpin perjamuan kudus dan tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan misteri proses transubstansiansi, karena mereka tidak meyakini hal itu. Pendeta hanya bertindak sebagai pemimpin Perjamuan Kudus sebagaimana telah diatur dalam tata perayaan ibadatnya.

Ketiga, Perbedaan Persyaratan Penerimaan Komuni. Gereja Katolik memiliki persyaratan yang sangat ketat untuk menerima komuni mulai dari persiapan sambut komuni pertama yang memadai. Tujuan persiapan ini agar mereka yang hendak menyambut Hosti benar-benar mengimani bahwa yang disambutnya adalah Tubuh dan Darah Kristus. 

Iman seperti ini sangat diperlukan bagi calon penerima Komuni Pertama sehingga mereka kedepannya siap secara spiritual dan teologis setiap kali kelak menerima Hosti atau Komuni. Selain itu, umat Katolik yang akan menyambut Komuni harus dalam keadaan tidak berdosa berat. Maka umat yang berdosa berat harus terlebih dahulu mengaku dosa agar layak untuk menyambut Komuni.

Sedangkan untuk beberapa denominasi Protestan tidak ada aturan yang ketat seperti dalam Gereja Katolik. Gereja Protestan menganjurkan agar penerima roti dalam perjamuan kudus harus memiliki iman yang sungguh-sungguh bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat dan Tuhan. 

Selain itu, umat yang diijinkan menerima Roti adalah mereka yang sudah dibaptis, karena baptisan dianggap sebagai dasar keanggotaan dalam tubuh Kristus, dan menerima Roti adalah ekspresi dari persatuan dengan Kristus dan umat-Nya. Persiapan rohani berbeda-beda kebijakannya antar denominasi. Ada denominasi Protestan memiliki waktu persiapan rohani sebelum seseorang diijinkan untuk menerima roti dan anggur. 

Ini bisa berupa waktu reeksi atau doa, bisa juga kewajiban berpartisipasi dalam ibadah secara teratur, melayani dalam pelayanan gereja, atau terlibat dalam kegiatan komunitas gereja. Jika hal ini sudah terpenuhi maka seseorang dianggap layak untuk menerima Roti sebagai simbol kenangan akan kematian dan Kebangkitan Kristus.

Berdasarkan ulasan Teologis di atas maka perjamuan interkonfensional antara Katolik dengan Protestan tidak dimungkinkan karena tidak ada titik temu persamaan konsep teologis tentangnya. Bagi Gereja Katolik sungguh meyakini Roti dan Anggur Real Presence Yesus Kritus sedangkan bagi saudara Protestan Perjamuan Kudus hanya sebagai perayaan simbolis atau memorial. 

Roti dan anggur yang disajikan tidak mengalami transubstansiansi. Roti dan Anggur yang disantap oleh saudara Protestan hanya sebatas rohani Yesus Kristus hadir, tidak ada perubahan substansial pada roti dan anggur. Kehadiran-Nya diterima oleh iman, dan sakramen itu sendiri adalah perayaan dan pengingat akan karya penebusan Kristus, tetapi bukan transformasi sik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun