Mohon tunggu...
Hammam Nawaf
Hammam Nawaf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN syarif hidayatulloh

hobiku membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Kita Tak Bisa Bersama: Nikah Beda Agama dalam Islam

19 Mei 2024   16:23 Diperbarui: 19 Mei 2024   16:43 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengapa Kita Tak Bisa Bersama; Nikah Beda Agama Dalam Islam

By Hammam Muhammad Nawwaf

Pernikahan merupakan salah satu momen sakral dalam kehidupan manusia. Yang melibatkan komitmen serius di dalamnya. Dalam sebuah komitmen, keyakinan merupakan sesuatu yang berpengaruh pada kelanggengan suatu hubungan. Dalam ajaran Islam, pernikahan beda agama (dengan selain wanita ahli kitab) ialah pernikahan yang tidak sah alias haram.

Akan tetapi, ada oknum-oknum yang berusaha untuk melegalkan pernikahan beda agama. Mereka menafsirkan ayat-ayat Quran secara serampangan. Hal ini bisa dilihat dalam Fiqih Lintas Agama yang ditulis oleh Nurcholis Madjid dkk. Menurut mereka, kasus pernikahan beda Agama merupakan permasalahan ijtihadi bukan qoth'i alias tak ada dalil pengharaman mutlak.

Padahal islam telah menjelaskan bahwa nikah beda agama antara muslim dengan non-muslim, para ulama telah sepakat bahwa pernikahan itu haram, baik antara pria muslim dengan wanita non-muslimah, maupun antara pria non-muslim dengan wanita muslimah. Keharaman ini terdapat dalam firman Allah:

"Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran."

Ayat tersebut dengan tegas melarang pernikahan muslim dengan non-muslim, baik antara lelaki muslim dengan wanita non-muslim, maupun sebaliknya. Sementara, mengenai pernikahan kaum muslim dengan non-muslim (Ahli kitab), terdapat dua kategori:

Pernikahan Pria Muslim dengan wanita non muslimah

Menurut syari'at Islam, pernikahan ini dibolehkan. Didasarkan kepada firman Allah pada surat Al-Maidah : 5,

...

"Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu...." (al-Maidah : 5). Sementara itu, dalam fatwa MUI pada tanggal 1 Juni 1980 tentang haramnya pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab, maka hal ini didasarkan pada kemaslahatan yang sifatnya lokal, karena dapat juga diartikan wanita Kristen dan wanita Yahudi di Indonesia menurut Imam al-Syafi'i tidak tergolong sebagai ahli kitab.

Pernikahan Muslimah dengan Pria Non Muslim

Para Ulama bersepakat tentang keharaman pernikahan muslimah dengan pria non muslim. Hal ini didasarkan berbagai ayat, salas satunya pada surat Al-Mumtahanah : 10,

"... ...."

"...jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka ..." (al-Mumtahanah: 10)

Ayat ini dengan tegas mengharamkan pernikahan antara wanita muslimah dengan non-muslim. Imam As-Syaukani (1250 H) dalam kitabnya Tafsir Fathul Qadir menyatakan,

"Dalam firman Allah ini menunjukkan bahwa wanita mukminah tidak halal (dinikahi) oleh orang kafir (non-muslim)"

Islam dan Pluralisme

Islam pun tidak mengajarkan pluralisme, Islam hanya mengakui adanya pluralitas agama, bukan pluralisme. Tidak benar pula jika Islam ini termaktubdengan kata liberal, karena liberal berkonotasi bebas dan ketidakpatuhan. Dan perlu adanya penegasan bahwa mengenai masalah nikah beda agama yaitu pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab hanyalah suatu kebolehan, bukan anjuran, apalagi perintah. Sehingga dari sini Allah menegaskan bahwa sikap laki-laki mukmin dan wanita mukminah apabila Allah telah menetapkan suatu masalah adalah ia harus tunduk dan patuh terhadap ketetapan itu, ia tidak boleh mengikuti pikiran dari dirinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun