Kenalkan namaku Alif, saya kecil dan besar di sekitaran tempat Kumuh perkotaan, tapi mimpiku tidaklah kumuh teman, meski kadang takut, saya punya mimpi ingin hidup di Negeri Istana dan tidak lagi berDongeng, sebab sudah lama ceritranya menjadi pengantar Tidurku saat Kelaparan di malam hari!!!
Hari sudah semakin sore, burung-burung beterbangan kembali ke sangkarnya begitupun mahkluk-mahkluk lainnya, sama hal dengan manusia juga kembali ke rumahnya saat itu, lalu sebahagian gerobak jualan Malam keluar satu persatu menjajakan dangangan kecil setelah malam membahana. Hari ini tak banyak yang saya hasilkan dari mengais sampah sepanjangan TPA dan berjalan menyusuri teratoar demi teratoar seperti telah menjadi teman setia dalam perjalanan hidupku sedari kecil dulu.
* Nak kamu masih muda kenapa tak kerja yang lain??? Kata ibu guru samping rumah romi,
* Mau kerja apa bu’ sekolah saja tidak, SD saja tidak, boro-boro mau cari pekerjaan yang layak!! “balasku kepada bu guru itu”
* Iyah ibu paham, namun setidaknya kamu masih bisa mengejar ketertinggalanmu, Nak...
* Dengan cara apa ibu guru? Sedang aku ini sudah lumayan lewat usia, sebahagian temanku juga ada yang sudah menikah dan ada pula yang telah bekerja di perusahaan-perusahaan Kota Seberang sana, “Jawabku”
* Jikalau untuk perkara Ijazah SD ibu bisa bantu Nak, dan untuk SMP dan SMA kamu bisa ikut ujian Paket bersama yang lainnya, untuk selanjutnya sisa kamu yang tentukan apakah mau lanjut kuliah atau merantau ke kampung tetangga!!! Tegas bu guru,
Perbincangan singkat itu selalu terbayang dalam benakku, apakah benar bisa aku memulai semuanya dari awal lagi? Apakah bisa aku di izinkan Uwak untuk mengikuti arahan bu guru itu? hatiku semakin gusar antara mau dan tak berani, tapi,,, sampai kapan aku akan terus seperti ini!!!, “gumamku kala senja di sore berikutnya” Sore itu adalah hari dimana aku berpikir keras dalam menentukan masa depanku, apakah ingin seperti ini terus atau memilih meninggalkan lalu memulai awal yang baru...
Namun, Apalah kita dalam Dunia ini, kita hanya setitik kaum debu kecil (Kucelisme) disepanjangan jalan garis kehidupan, ingin bermimpi tapi aku takut mimpi itu hanya sebagai Hantu, menghantui sampai jatuh Asaku, aku takut melawan dunia ini sendirian tak ada sesuatu bekal sedikitpun dari leluhurku, aku tidak terlahir sebagai bangsawan, bukan pula terlahir dari rahim pengusaha sukses, bukan pula dari kaum-kaum Istana negeri seberarang sana, yang bermewahan dengan Jasnya, bermewahan dengan Mobil, rumah dan seluruh fasilitasnya!!! Aku bukanlah mereka karna itu aku kadang takut bermimpi biasanya..”
Hariku hanya sebagai tukang pungut barang rongsokan, plastik dan limbah lainnya itupun hanya cukup untuk menghidupi Uwak makan setiap harinya, saya teringat cerita Uwak katanya saat itu ia masih Muda,
Aku dulu Nak pernah Muda dan punya cita-cita yang tinggi, sama dengan kamu sekarang ini!!! namun apa daya kita hanya kaum Biasa tak punya apa-apa, saat itu bersama dengan teman-teman Uwak menuju Ke Negeri Istana, rencana untuk melamar pekerjaan, sebelum sampai disana Uwak bercakap-cakap dengan ke dua teman saya di kapal waktu itu,
Anas : kalian mau lamar kerja apa??
Iwan : rencana saya ingin melamar menjadi pegawai Bank disana.. kau Nasrah?
Nasrah : kalau bisa saya ingin melamar juga sebagai pegawai Bank sama dengan kamu wan.!!
Iwan : ohhh,, bolehlah.. yang jelas Bank yang kita ajukan surat lamaran itu Berbeda, karna biasanya Bank menolak jika ada dua orang berteman..!
Anas : waduh padahal saya juga mau melamar sebagai pegawai Bank disana??? Hahahah.. kenapa tujuan kita semua sama yah?
Entah saat itu sungguh tak ada percakapan awal sebelum kami berangkat meninggalkan kampung halaman, sebelumnya kami hanya saling mengajak dan sepakat menentukan hari untuk berangkat sesuai dengan Kapal yang di jadwalkan. Setibanya kami disana kami menginap di rumah Om dari Anas ia bekerja sebagai Buruh pelabuhan beliau pula yang menjemput kami di Pelabuhan setelah kapalnya Sandar...
Singkat, setelah keesokan harinya kami langsung berpencar dan masing-masing memilih jalan sendiri, namun ada satu hal ternyata yang Uwak tidak sadari kala itu Nak!! yaitu kita butuh Keluarga untuk bisa di terima di Perusahaan itu, dan uwak tak punya keluarga disana uwak hanya perantau yang tak tau apa-apa, lalu beberapa Minggu setelah hari itu, Pangilan Kerja ke dua teman Uwak sudah datang dan untuk Uwak tak ada selembarpun entahkah itu penolakan atau panggilan untuk Wawancara, mereka Berdua kabarnya Lulus tanpa Tes di Bank mereka melamar pekerjaan!!
Dengan hati yang lumayan Kecewa Uwak memalingkan wajah dan seketika meminta Pamit untuk kembali kekampung Halaman, dan mereka berdua juga tak mampu berbuat apa-apa, mereka hanya juga memanfaatkan keluarga dan saya bukanlah keluarga mereka, dengan rasa ketidak enakan itu Uwak memilih pulang dan kembali kesini Merawatmu di sebabkan juga saat itu Uwak mendapat kabar bahwa bapakmu Meninggal tertabrak Mobil salah satu pengusaha di Kota kita, dengan alasan kamulah kepada mereka juga Uwak Pulang dan merawatmu..!!!
“Sudahlah Nak, uwak tak melarangmu untuk bercita-cita tapi kita harus tau diri siapa kita ini bagi mereka kita tidaklah berarti sebab mereka saling sibuk mengurus keluarganya dan kita bukan siapa-siapa untuk mereka bantu”
Mendengar cerita itu hatiku tersentuh di sebabkan Uwak menceritakannya sambil menangis kepadaku, bagiku inilah salah satu ketidak adilan yang terjadi di negeri Istana itu, kita yang miskin akan terus ada dalam lingkaran kemiskinan di karnakan keluarga merekalah yang selalu menjadi prioritas bukan kemampuan atau potensi melainkan kekeluargaan, dan kata Uwak hampir seluruh Kantor seperti itu, maka tak adalah tempat untuk kita ini jikalau benar seperi itu!!!
“Hanya pertanyaan Kenapa? Dan
Harus bagaimana? Lalu Kemana?
Hanya itu yang ada di fikiranku saat ini”
- Cerpen lanjutan dari kisah ini ialah “Merampas Mimpi Anak Bangsawan”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H