Keberagaman suku, agama, ras dan budaya adalah bingkai ke Indonesiaan kita yang sejatinya terus dijaga dan dirawat dalam spirit persatuan, kebersamaan dan kesetaraan dalam rumah besar kita bernama 'Indonesia'. Sebab keberagaman atau pluralisme sudah menjadi bagian dari falsafah bangsa Indonesia melalui penjabaran nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika. Yang intinya di maknai sebagai spirit saling menghargai dan mengormati atas perbedaan dan jangan sampai disalah artikan sebagai perbedaan pemahaman. Bukan itu!
 Sebab hakekat kebhinekaan kita didasarkan atas falsafah bhinneka tunggal ika dimana menjadi realitas bahwa Indonesiaan terdiri dari ragam suku, budaya, ras/golongan, agama yang tersebar diribuan pulau dari Sabang sampai Merauke dari Miangas hingga pulau Rote, itulah faktanya memang kita plural. Bahwa sejarah masa lalu dimana para the founding fathers kita telah menyatukan perbedaan itu dengan melatakkan peran masing-masing dalam bingkai harmoni keberagaman, ibarat sebuah orkesta musik yang dengan peran masing-masing dari alat-alat untuk menghasilkan hiburan yang menarik untuk ditonton dan dinikimati.
Para the founding fathers di masa itu telah menetapkan visi kebangsaan kita secara jelas melalui Bhinneka Tunggal Ika sebagai payung besar untuk memayungi semua kelompok kultural dibawahnya yang terkait satu dengan yang lain didalam melakukan interaksi sosial berbagsa dan bernegara dalam satu rumah besar bernama Indonesia. Sehingga perbedaan atau pluralisme tidak lagi penting untuk diperdebatkan lagi.
Justru sikap mengakui, menghormati, dan menerima perbedaan harus menjadi simpul yang kuat dan mengikat dalam menjaga marwah Indonesia melalui empat pilar kebangsaan yang menjadi pondasi yang kokoh dan harus menjadi harga mati yang tidak memiliki nilai tawar lagi yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Ini yang harus menjadi komitmen bersama, jangan sampai pondasi rumah besar yang sudah kokoh sejak berdiri hingga sekarang lalu dirobohkan oleh sekelompok orang yang tidak jelas yang sama sekali tidak memiliki jejak sejarah dalam memerdekaan negara ini. Maka sebagai keluarga besar bernama Indonesia harus wajib menjaganya apapun konsekwensi dan resiko yang harus dihadapi sebagai wujud kecintaan kita terhadap bangsa dan negara.
Kita tahu bahwa sikap intoleran merupakan bentuk sikap menutup diri terhadap orang lain yang berbeda keyakinan, agama, budaya dan bahkan ras. Sehingga kecenderungan sikap ini lebih membenarkan keyakinan sendiri dan memandang perbedaan bukan fitrah Tuhan, akan tetapi justru menjadi musibah bagi dirinya. Pada titik yang lebih membayakan, sikap ini mengarah pada anti perbedaan yang sangat berbahaya dapat menimbulkan potensi konflik yang akan mengerah pada disentegrasi bangsa.
Sehingga yang dibutuhkan adalah kewarasan berpikir secara global dan rasional untuk bisa saling menerima perbedaan demi terwujudnya peradaban yang berkeadilan. Bukankah kehidupan bertoleransi sudah cukup jelas telah ditopang oleh nilai-nilai semua agama yang ada sehingga tidak perlu lagi menjadi perdebatan panjang, tapi justru bagaimana menginplementasinya sehingga tidak lagi menimbulkan riak-riak permasalahan yang sejatinya telah berjalan sesuai falsafah ke Indonesiaan kita.
Oleh karena itu, kerukunan hidup umat beragama merupakan pilar yang paling fundamental yang harus terus dijaga dan dirawat agar tercipta keharmonisan dalam beragama ditengah-tengah masyarakat. Jika muncul pemahaman lain dengan menggunakan kedok agama lalu kemudian tidak mau menerima dan menghargai perbedaan dan tidak mampu melebur dalam satu ikatan keluarga rumah besar bernama Indonesia, maka kelompok ini harus menjadi pertanyaan besar siapa mereka? Dari mana asalnya dan muatan apa yang mereka bawah? Dan apa maunya mereka?
Kewaspadaan menjadi penting untuk menjadi refleksi kita bersama dimana kehadiran mereka patut diduga punya muatan kepentingan politik sehingga apapun yang dilakukan hanya bertujuan mengganggu kepentingan nasional yang kemungkinannya digerakkan oleh kekuatan besar yang hendak menggulingkan pemerintahan yang sah diluar konstitusi yang ada. Maka tidak salahnya jika banyak bertanya siapa mereka? Dan untuk kepentingan siapa? Apalagi sekarang marak bermunculan pergerakan yang berbentuk aliansi atau koalisi yang mengatasnamakan rakyat.
Mereka mencoba hadir ditengah masyarakat melakukan propaganda politik seolah-olah ingin menyelamatkan Indonesia. Tapi patut disyukuri karena sampai hari ini dimana-mana terus mendapatkan penolakan dan perlawanan dari kekuatan rakyat yang tetap menginginkan negerinya tetap kokoh dan damai apalagi disaat pemerintah dan rakyat Indonesia tengah berjuang keras saing bahu membahu menyelamatkan bangsa dan negara dalam menghadapi dampak musibah dunia dalam penyabaran virus covid 19.
Sudah saatnya kita dituntut kesadaran kolektif untuk mulai mengurai siapa sejatinya musuh dan lawan sudah di depan rumah besar kita dengan ragam rencana busuk dipundaknya, membuat kita mau tidak mau harus waspada dan membentengi diri dengan cara merapatkan barisan untuk menjaga tanah air yang sangat kita cintai dari musuh yang berasal dari bangsa sendiri yang mencoba mengganti ideologi bangsa diluar ideologi Pancasila.
Sekali lagi jangan kita berdiam diri dan membiarkan mereka merusak rumah kita, betapa berdosa dan malunya kita dimana tidak lagi menghargai pengorbanan para the founding fathers yang berkat mereka, akhirnya rumah ini sampai saat ini masih tetap berdiri kokoh dan membutuhkan kehadiran kita untuk merawat dan menjaganya. Ideologi dan falsafah holistik sebagai cerminan ke Indonesiaan jangan sampai terkoyak dan tercoreng apalagi dilukai dengan sikap dan prilaku intoleran. Sudah cukup dan jangan sampai terjadi lagi.
Dahsyatnya indoktrinasi mereka lakukan membuat sebagaian kecil generasi bangsa ini kehilangan arah bahkan tersesat akhirnya menjadi korban gerakan puritanisme agama yang telah menancap di otak mereka sehingga tidak sedikit yang telah menjadi korban hilangnya identitas kebangsaan mereka. Ini harus menjadi pengalaman sejarah diera milenial bahwa generasi bangsa sudah harus memiliki komitmen yang sama untuk tidak lagi mengotori negeri ini dengan cara pengkhianatan.
Bukankah sikap pemerintah beserta Ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sudah sangat jelas memiliki sikap dengan tegas menolak segala bentuk kekerasan dan intoleransi yang berkedok agama. Bahkan diyakini mayoritas rakyat Indonesia tidak juga menghendaki  itu.Â
Bahkan sebaliknya mayoritas rakyat Indonesia ingin melihat negeri ini semakin berkembang menjadi negara besar di mata dunia. Maka sudah sepatutnya sekecil apapun yang kita lakukan akan membawa manfaat untuk sebuah perubahan. Dan perubahan itu bukan untuk siapa-siapa? melainkan untuk masa depan bangsa dan negara dan anak-anak, cucu-cucu kita dimasa mendatang.
Sudah saatnya kita lukis wajah Indonesia dengan menorehkan warna-warni di atas kanvas Indonesia, lalu kita tunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya dibangun diatas warna-warna yang kusam dan membosankan, melainkan wajah Indonesia kita lukis dengan warna-warni yang membentuk sebuah mozaik yang indah di garis khatulistiwa.
Sebab, sekecil apapun bentuk kontribusi kita akan memberikan adalah sumbangan besar untuk masa depan Indonesia yang kita cintai karena Indonesia membutuhkan tangan, kaki, mata dan telinga anak-anak bangsa, untuk terus menebarkan kecintaan terhadap rumah besar bernama Indonesia.Â
Jangan sampai kemolekan negeri ini yang  telah terkanvas dalam lukisan yang luar biasa dari Sang Pencipta menjadi rusak dan tersobek-sobek dari prilaku dari sekelompok orang yang terus memaksakan kehendak dengan muatan politik yang tidak jelas.
Seperti apapun kondisi negeri kita saat ini, kita hanya bisa menaruh harapan agar pemerintah secepatnya bersikap tegas dengan menertibkan dengan cara apapun semata-mata menyelamatkan kedaulatan negara agar terhindar dari doktrin-doktrin jahat yang menyesatkan bangsa ini.
Mari kita rajut terus bingkai ke Indonesiaan kita melalui nilai-nilai toleransi, solidaritas dan kesetaraan yang sungguh tak ternilai, yang sudah menjadi legecy dan tanggungjawab kita sebegai generasi pelanjut untuk terus menjaga dan merawatnya dengan menjadikan bingkai ke Indonesian sebagai karakter dan jati diri bangsa dalam mewujudkan Indonesia yang berkemajuan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, jangan sampai negeri ini jatuh ketangan para bedebah yang tidak memiliki jejak sejarah dalam memerdekaan negeri ini. Semoga tulisan ini bermanfaat!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H