Mohon tunggu...
Hamka Husein Hasibuan
Hamka Husein Hasibuan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Asal dari Bapak. Usul dari Ibu.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Agama, Politik, dan Kekuasaan

22 September 2018   19:42 Diperbarui: 22 September 2018   21:30 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agama dan politik adalah dua entitas yang berkait-kelindan. Keterkaitan itu bukan hanya disebabkan bahwa keduanya merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari manusia, melainkan juga karena sifatnya yang saling melengkapi: politik bersifat komunal, sementara agama bersifat individual. Akan tetapi, hubungan antara keduanya tidak selamanya harmonis. Terkadang banyak faktor yang mempengaruhi keduanya, yang padanya akhirnya menimbulkan kekerasan (al-'unf). Kekerasan bisa datangnya dari agama di satu sisi, juga bisa dari sisi politik di sisi yang lain. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa dari dua-duanya sekaligus.

Dialektika hubungan antara agama, politik, dan kekerasan inilah yang dipotret oleh Yusuf Zaidan dalam bukunya Al-Lahut al-'Arabiy wa Ushul al-'Unf al-Diniy (Teologi Arab dan Akar Kekerasan Keagamaan) pada bab Jadaliyah al-'Alaqah baina al-Din wa al-'Unf wa al-Siyasah (Hubungan Dialektik antara Agama, Kekerasan, dan Politik). Menurut Zaidan, hubungan ketiga hal di atas perlu mendapat perhatian serius. Hal ini terkait bahwa salah satu masalah yang paling banyak dan terus menerus bersentuhan dengan kehidupan manusia dari dulu sampai sekarang adalah persentuhan tiga aspek ini: agama, politik dan kekerasan.

Hasil potretan Zaidan ini menarik, karena dia berhasil menujukkan genealogi, hubungan dialektik --bahkan historisitas --antara agama, politik dan kekerasan. Potretan Zaidan ini bisa menjawab mengapa banyak terjadi kekerasan agama, kekerasan yang mengatasnamakan agama, politisasi agama, agamaisasi politik.

Bulan Madu Agama dan Politik

Pada awalnya agama dan politik adalah dua poros utama bisa dibedakan tapi tidak bisa dipisahkan. Agama yang sifatnya individual yang berporos pada Tuhan sebagai hubungan teologis manusia dengan-Nya, di satu sisi. Politik sifatnya berporos pada penguasa profan, baik individual maupun kolektif, di sisi yang lain. Kedua sisi itu --agama dan politik --saling membutuhkan. Politik membutuhkan agama untuk menjustifikasi dirinya, begitu juga sebaliknya, agama membutuhkan uluran tangan politik untuk mengembangkan ajarannya. Ini adalah hubungan awal, bulan madu antara keduanya.

Layaknya bulan madu, setiap pasangan ingin memberikan kepuasan terhadap pasangannya. Politik, demi memuaskan dan menyenangkan agama sebagai pasangannya, memberikan apapun yang diminta oleh agama, baik itu fasilitas, sarana-prasarana, dukungan finansial, maupun berbentuk pengaruh (power). Sebaliknya, demi membalas kekasih tercintanya, agama pun memberikan sokongan dan legitimasi melalui  doktrin, ayat-ayat,  janji-janji eskatologis.

Baik agama maupun politik sama-sama diuntungkan. Terjadi simbiosis mutualisme. Politik mendapatkan kekuasaan, pengaruh, dan otoritas. Sementara agama mendapat pengikut setia, bahkan dalam kondisi tertentu bisa menjadi "agama resmi" berkat uluran tangan dari pihak politik.

Kekerasan Politik

Bulan madu itu tidak berumur panjang, karena baik agama maupun politik ternyata sama-sama mempunyai misi yang berbeda. Ditambah politik bukanlah ruang hampa, pun agama bukan gelas kosong. Agama mempunyai misi, cita-cita, tujuan. Misi agama ingin mengubah tatanan hidup manusia, termasuk tatanan politik. Cita-citanya ingin membawa manusia sesuai dengan titahnya. Bahasa kasarnya, agama ingin mengendalikan politik agar sesuai dengan ajaran yang dibawanya.  Konsekuensi logis dari aksi agama ini yang ingin mendobrak tatanan status quo dan praktik politik yang sudah mapan, politik-pun memberikan reaksi dalam bentuk kekerasan (al-'unf). Aksi dibalas reaksi.

Fase ini disebut sebagai fase kedua sebagai kelanjutan fase pertama. Bentuk kekerasan yang diberikan oleh politik adalah dengan cara mengusir, mengeluarkan, mengisolasi agama(wan). Kekerasan politik ini sebagai upaya pihak politik untuk mempertahankan eksistensi kekuasan dan pemerintahannya. Hal yang sama juga dilakukan oleh agama. Demi melindungi ajaran dan umatnya, agama(wan) pun melakukan khuruj (keluar) dari daerah teritorial politik. Politik melakukan al-'unf (kekerasan), agama melaksanakan khuruj (keluar).

Zaidan memberikan beberapa contoh dalam sejarah perjalanan umat manusia, di mana agama(wan) dikeluarkan dari gelanggang perpolitikan. Yahudi umpamanya, sebagai pengikut Musa as, yang notabene-nya pesuruh Tuhan, dikejar dan diburu oleh Fir'aun. Begitu juga dengan al-Masih diintai dan diintimidasi  oleh kalangan penguasa. Pun demikian dengan Islam, harus hijrah dan keluar menuju Madinah. Sejarah mencatat, para pengikut agama(wan) disiksa, dikejar-kejar, diboikot, diusir, mulai dari kasus Musa, Al-Masih, Muhammad sampai kepada Bilal ibn Rabbah, dan Ammar ibn Yasir.  Sejarah pengusiran dan penyiksaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari sejarah para agama(wan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun