[caption caption="Google"][/caption]Harus diakui, medsos menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan dari manusia sekarang ini, bahkan sudah menjadi semacam tolok ukur eksistensi bagi sebagian orang. Kalau Rene Descartes mengataka: “Cogito ergo sum”, aku berpikir, maka aku ada. Mungkin manusia zaman sekarang akan berkata juga: aku ber-medsos, maka aku ada. Inilah zamannya di mana pengakuan terhadap diri seseorang dilihat dari eksis tidaknya dia di media sosial.
Akan tetapi apa jadinya hidup ini kalau yang ditampilkan di medsos justru “bawa perasaan”, baperan, meminjan istilah anak muda sekarang. Ini adalah fenomena yang kita jumpai di medsos akhir-akhir ini. Adanya sekelompok “Muslim Baperan”, yang dalam melihat sesuatu langsung bawa perasaan dan hanya mengandalkan emosi semata, tanpa dipikir, dinalar, dan diklarifikasi terlebih dahulu.
Sebenarnya nggak masalah sih menjadi “Muslim Baperan”. Asalkan “perasaan” di sini dimaknai sebagai perasaan cinta damai, kasih sayang, toleransi, rasa belas kasih, dan hal-hal positif lainnya.
Yang menjadi masalah adalah ketika “baperan”, dalam prakteknya malah perasaan inferior, perasaan selalu dimusuhi, perasaan bahwa semua pihak di luar Islam adalah musuh yang ingin menghancurkan dan merusak Islam, yang otomatis harus harus diwaspadai, kalau bisa dihancurkan sekalian.
Akibat dari “baperan” ini –dengan tidak adanya filter berupa nalar dan klarifikasi—media sosial dibanjiri dengan berita hoax, fitnah, kebencian, rasisme, permusuhan, anti-Pancasila, anti terhadap pemerintah yang berkuasa, dan lain sebagainya.
Dalam konteks ini, tentunya yang saya maksud adalah pengertian “Muslim Baperan” yang terakhir.
Konsekuensi dari bawa perasaan melulu, dalam menanggapi issue, kasus, atau peristiwa, “Muslim Baperan” ini akhirnya terjebak kepada kesesatan berpikir (logical fallacy). Yang dalam banyak hal, terasa lucu, ngawur dan menggelikan, bahkan kita nggak habis pikir, kok meraka sepeti itu.
Berikut ini adalah sebagian kesesatan berpikir dari “Muslim Baperan” di media sosial yang sempat saya rangkum:
To Quoque
Tu quoque adalah menghindar dari kritik sekaligus mendiskreditkan lawan dengan menggunakan kritik yang sama yang disampaikan pada dirinya.
Muslim Baperan biasanya akan berkilah ketika ada aksi kekerasan dan terorisme yang mengatasnamakan Islam. Ketika terjadi aksi pengebom akhir-akhir ini, baik itu di Sarinah, Samarinda, di Pos-pos Polisi, dst. Para muslim baperan ini berusaha menutupi itu dengan membandingkannya dengan agama lain.