PESONA LIPSTIK DI ARENA POLITIK
Pendaftaran Calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilihan Umum Tahun 2024 tinggal dua pekan, calon presiden namanya sudah terang benderang, walau dimungkinkan masih ada nama lain yang akan hadir sebagai penggenap gegap gempitanya.
Namun baru satu calon presiden yang telah menetapkan calon wakil presidennya yaitu Anis Rasyid Baswedan bersama Muhaimin Iskandar (AMIN) dan merencanakan pendaftaran ke KPU di hari pertama, tanggal 19 Oktober 2023.
Entah apa sebabnya, calon presiden lain belum juga menetapkan calon wakilnya ? mungkinkah ini bagian dari strategi atau memang belum ada yang mengisi? Inilah politik yang memungkinkan segala sesuatunya terjadi.
Di tengah perjalanan, awal Oktober bias gender digelindingkan, dengan usungan tema "perempuan dan wakil presiden", dimunculkan nama-nama yang memiliki nilai jual. Lalu kira-kira apa maksud dan tujuannya ?
PEREMPUAN DAN KEHIDUPAN
Adalah kisah penciptaan Nabi Adam dan Hawa sebagai sepasang insan beda jenis kelamin untuk menyempurnakan dan menyeimbangkan kehidupan, lalu lahirlah umat manusia hingga sekarang, berkembang biak pesat tak terbendung.
Hadirnya hawa yang kemudian disebut berjenis kelamin perempuan adalah jawaban atas kesepiannya Nabi Adam, dengan begitu keduanya melakukan kerjasama baik secara biologis maupun sosial.
Kehadiran perempuan (hawa) dalam konteks asal usulnya adalah sarana kerjasama dan berkembang biak. Apakah alasan seperti ini kemudian perempuan digelindingkan untuk menghidupkan situasi politik, wa bil khusus penentuan calon wakil presiden.
Dengan menggandeng Perempuan sebagaimana kisah kehidupan Nabi Adam dan hawa, apakah para calon presiden seperti Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto lebih tertarik dengan calon wakilnya yang berlipstik untuk mendapatkan pesonanya. Atau bisa jadi Hoki mereka bersandar dalam sosok feminim.
WAKIL PRESIDEN BUKAN IBU NEGARA
Mendudukkan Perempuan sebagai calon wakil presiden, tidak sama dengan menyandingkan Perempuan sebagai istri bagi suaminya.
Sebagai istri, harus mampu memahami gerak gerik suaminya dan selalu sehaluan. Semuanya harus direncanakan dan dimatangkan strateginya, karena hanya satu tujuan, yaitu terbangun keluarga yang harmonis dari rasa bahagia bersama.
Maka Perempuan sebagai wakil presiden, belum tentu bisa menjadi sejalin dan sejalan dengan presidennya, karena kedua hati terikat dengan hubungan birokrat yang tidak ada jaminan lekat melekat sepanjang hayat periode jabatannya.
Jelaslah posisi wakil presiden Perempuan tidak sama dengan posisi ibu negara, terbatas oleh ruang dan waktu dalam tiap kepentingannya. Meski begitu tidaklah kemudian menjadi memudar lipstiknya, semuanya bergantung kepada kesepakatan awal dan kesetiaan atasnya.
LIPSTIK DAN POLITIK SATU TITIK
Tak kalah menarik bila saja yang disajikan bukanlah calon wakil presiden, lebih menantang lagi adalah calon presiden dan sekali lagi dalam politik semuanya bisa terjadi, bergantung kepentingan yang direncanakan.
Seperti Khofifah Indar Parawangsa, tokoh muslimat dan terbukti mampu memimpin Jawa Timur. Puan Maharani berpengalaman memimpin Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), atau Yenny Wahid, juga perempuan-perempuan lain yang menjadi kebanggaan negeri ini.
Ini adalah tantangan bagi para perempuan, untuk mendesak dan melesat ke depan sehingga bisa ditampilkan sebagai pemimpin masa depan.
Pesona lisptik, jangan sampai hanya menjadi pemanis dan lamis di arena politik, namun betul-betul diperankan sebagaimana titik yang ditentukan. Seperti fungsi titik itu sendiri yaitu sebagai penanda atau "tetenger" yang memiliki makna ketika hadir dan menghampakan segalanya tatkala tiada.
Berkibarlah dan berkiprahlah para berempuan, rebut haluan bimbing bangsa menuju masa depan gemilang
Pesona Lipstik di Arena Politik
Oleh ; Hamim Thohari Majdi
Lumajang, 6 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H