Perceraian, bukanlah tujuan menjadi salah satu dari perkawinan, walau sebagai jalan keluar, namun tak dianggap mudah untuk menggunakannya dalam mengatasi prahara rumah tangga dan kegagalan adaptasi.
Tidak ada yang bercita-cita membubarkan rumah tangga di tengah perjalanan, namun usaha menuju perceraian kadang ada yang disengajakan dengan beberapa alasan subyektif yang lebih ditonjolkan.
Bagi mereka yang bercerai, lalu sudah ada yang menginginkan atau sudah ada yang diinginkan menjadi pendamping barunya perlu berhati-hati, utamanya bagi kaum perempuan.
MASA TUNGGU
Bagi isteri yang dicerai berlaku masa tunggu, kecuali qabla dukhul (belum melakukan persetubuhan) dan bukan cerai mati. Masa tunggu yang ditetapkan bukanlah mempersulit seorang wanita untuk menikah lagi, tetapi semata untuk menegakkan kehormatan seorang wanita.
Keadaan masa suci sangat mempengaruhi lamanya masa tunggu, hal ini dimaksudkan bahwa seorang perempuan ketika putus hubungan perkawinan dengan suaminya, statusnya jelas apakah perempuan itu sedang hami atau tidak, dan secara medispun dibuktikan dengan masa sucinya (haid).
Jenis masa tunggu antara lain :
1. Bagi cerai mati berlaku masa tunggu seratus tiga puluh hari (sekitar empat bulan sepuluh hari)
2. Bagi serai talak masa tunggunya tiga kali masa suci minimal sembilan puluh hari . Sedang bagi yang tidak haid (menopose) cukup sembilan puluh hari.
3. Bagi wanita yang dicerai dalam keadaan hamil, maka mas tunggunya sampai bayi lahir.