Perceraian, telah mencabut akar serabut rumah tangga dan memutus hubungan kekeluargaan antar suami istri dan anak. Apapun alasan perceraian, ada gusar yang menghantui kehidupan anak perempuan.
Pertanyaannya "mengapa anak perempuan?" bukan anak laki-laki. Dimaklumi bahwa maskulinitas menjadi ciri khas seorang laki-laki, lebih mengedepankan logika berpikir dari pada sikap emosional. Anak-laki-laki lebih mudah beradaptasi dalam banyak situasi dibanding dengan anak perempuan yang senantiasa merawat luka dan masa lalunya.
Apalagi sosok sang ayah, bagi anak perempuan memiliki makna utama, berkaitan dengan ketika memasuki usia dewasa, terutama di saat remaja. Menjelang berumah tangga menuju pelaminan, banyak fakta yang menjadikan anak perempuan sangat gelisah, bukan saja berkaitan dengan sosok ayah sebagai orangtua biologis, juga berkaitan dengan kesempurnaan dalam memenuhi rukun perkawinan.
Keberadaan anak pasca perceraian orang tuanya, lebih banyak berada dalam pengasuhan ibu, walau prakteknya ada juga sang ayah menjadi tempat pengasuhan. Maka ketika anak perempuan berada dalam pengasuhan sang ibu ada situasi yang kurang baik, apalagi perceraian berawal dari perilaku yang tidak baik sang suami.
AYAH YANG DISEMBUNYIKAN
Kemarahan dan kedongkolan seorang istri kepada suaminya ketika bercerai menjadi bara bagi keharmonisan komunikasi sang anak.Â
Beberapa kasus terjadi, sang ibu menananamkan kepada mind set anak, bahwa ayahnya berada di tempat yang jauh, "ayahmu meninggalkan kita" kata sang ibu kepada anaknya, atau "ayahmu pergi jauh mencari nafkah" dan pernyataan lainnya.
Sang ibu berusaha mengkaburkan keberadaan sang ayah (mantan suaminya) kepada sang anak dengan dalih, tidak pantas menjadi ayah bagi anaknya, ada juga karena tidak pernah memberikan nafkah kepada anaknya.
Ayah yang disembunyikaan, bukan berarti ayahnya hilang, namun sang ibu berusaha untuk menyembunyikan siapa sejatinya ayah bagi anak-anaknya entah berada di mana dan tidak pernah disambung komunikasinya.