Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mut'ah dan Kawin Kontrak

8 Maret 2023   09:33 Diperbarui: 8 Maret 2023   09:47 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kontrak rumah sudah biasa, bagaimana dengan kontrak rumah tangga ? (Sumber  gambar : Hamim Thohari Majdi)

Sedangkan bila perceraian terjadi setelah pasangan suami isteri melakukan hubungan seksual, tidak peduli hanya satu kali

MUT'AH TIDAK BERLAKU UNTUK GUGAT CERAI

Perceraian dalam prosesnya ada yang disebut cerai dan gugat cerai. Bila yang mengajukan perceraian adalah pihak suami maka disebut dengan cerai atau talak, sedangkan perceraian yang diajukan oleh isteri disebut dengan gugat cerai.

Berkaitan dengan mut'ah menurut Imam Taqiyuddin Abubakar Bin Muhammad Alhusaini menyatakan setiap perceraian dari isteri atau sebab isteri, tidak ada mut'ah dalam perceraian itu. 

Sama halnya dengan pembatalan  (fasakh) dari isteri sebab suami miskin, meninggalkan rumah (tidak ada di tempat), seperti suami membatalkan pernikahannya karena didapati isterinya cacat, (sebagaimana bahasan sebelumnya tentang penyebab suami atau isteri bisa mengemabalikan ke keluarganya). 

NILAI MUT'AH

Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad Al-Husaini menganjurkan pemberian mut'ah tidak lebih dari tiga puluh dirham. Bila satu (1) dirham nilainya   418361, maka tiga puluh dirham sama dengan seratus dua puluh enam ribu enam belas rupiah ( Rp. 126.026).

Mut'ah boleh diberikan selain barang asalkan ada kesepakatan antara suami dan isteri. Jadi kerelaan keduanya dibutuhkan dalam menentukan bentuk mut'ah.

Sedangkan bila terjadi perselisihan atau tidak mencapai kata sepakat antara suami dan isteri  dalam menentukan mut'ah, maka hakim berhak memutuskannya, tentu saja sebelum hakim memutuskan (ijtihat) terlebih dahulu mengetahui kondisi suami dan isteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Syafi'i dalam kitabnya berjudul Al-Mukhtashar.

Untuk menambah kebahagiaan isteri dan mengurangkan beban keuangannya, dibolehkan mut'ah diberikan melebihi nilai mas kawinnya, sebesar seperdua atau total nilai mut'ahnya adalah satu setengah dari besarnya mas kawin.

Hal ini yang perlu menjadi perhatian  bahwa mas kawin akan mempengaruhi pemberian mut'ah bila terjadi perceraian, Walau pada dasarnya tidak diingini terjadi perceraian, maka hukum yang ditetapkan oleh para ulama adalah sebagai pengetahuan dan dasar bila ada kejadian, sehingga dapat mengurangi perbedaan dan mempercepat menyelesaikan masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun