Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perkawinan Siti Nurbaya Antara Hak Anak dan Kewajiban Orangtua

2 Maret 2023   13:55 Diperbarui: 2 Maret 2023   13:57 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkawinan ala Siti Nurbaya, ternyata bukan hanya yang tersebut dalam Novel, pernikahan yang didasarkan atas kehendak orang tua, bukan atas pilihannya sendiri, yaitu dijodohkan dan lebih seru bila disebut :terpaksa"

Padahal salah satu pilar membangun rumah tangga adalah cinta kasih, yang berarti kedua calon mempelai laki-laki dan perempuan harus saling mengenal dan saling mencinta, sehingga akan  terwujud tujuan perkawinan, yaitu bahagia langgeng, sakinah Mawaddah wa Rahmah.

Dua hari lalu, di saat akad nikad nikah dimulai, sesuai dengan jadwal yang telah disepakati, yaitu pukul 08.00 WIB. Selaku Pegawai Pencatat Nikah saya telah berada di tempat akad nikah, namun akad nikah tidak segera dilaksanakan. Apa sebab ? karena pak Kiai yang diberi pasrah wakil dari walinya masih di perjalanan, diperkirakan empat puluh menit hingga satu jam baru sampai tujuan.

Sambil menunggu kedatangan sang kiai, saya ingin memastikan ulang tentang kelengkapan syarat administrasi dan meminta kepada  kedua calon mempelai memperhatikan foto dan tulisan yang ada pada buku Kutipan Akta Nikah, untuk memastikan kebenarannya, dan bila ada yang kurang tepat untuk dikoreksi.

Saya merasakan ada hal yang tidak biasa, tingkah laku calon mempelai perempuan seperti tidak dalam kendali pikiran sadarnya, banyak tingkah dan bicara sekenanya, "aadiik.." begitu perempuan yang memakai gaun pengantin berwarna putih itu memanggil kepada seorang laki-laki yang ada di depannya, ya .. dia calon suaminya.

Kemudian secara spontan perempuan kira-kira berusia enam puluh tahunan berkata "maaf pak penghulu, memang calon mempelai perempuan sama sekali tidak kenal dengan calon suaminya, kami yang menjodohkan, dan kalau ditelisik dari urutan keluarga, calon mempelai laki-laki adalah paman dari calon mempelai perempuan". Dalam sapaan, sang calon mempelai perempuan memanggil calon suaminya om (paman), kelak ketika usai akad nikah, ia akan menjadi suaminya, boleh memanggilnya mas, kakang atau sayang.

 

Peristiwa pernikahan atau perkawinan ala Siti Nurbaya patut untuk dijadikan kajian  yang bersandarkan hukum munakahad (hukum yang ditetapkan oleh para ulama dengan mendasarkan Al-Qur'an dan Al-Hadits), untuk mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaan "bagaimana hak perempuan dalam pernikahan ala Siti Nurbaya?"

Dalam kitab Kifayatul Akhyar Bab Nikah pasal Akad Nikah yang di antara bahasannya adalah wali sebagai salah satu rukunnya, di dalamnya juga dibahas tentang hak wali dan hak perempuan dalam menentukan calon suaminya.

Kewenangan ayah atau kakek sebagai wali juga memiliki hak untuk menjodohkan kepada lelaki lain, bahkan boleh memaksa atas perjodohan itu. Menurut Pendapat sebagian besar ulama bahwa siapa yang berkuasa melangsungkan pernikahan, berkuasa pula membuat pengakuan, dalam hal ini adalah pemaksaan (menjodohkan atau memilih calon suami)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun