Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Eliezer dan Tuan Etika Sang Penyelamat

23 Februari 2023   14:52 Diperbarui: 24 Februari 2023   03:45 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Richard Eliezer divonis hukuman 1,5 tahun penjara.(Foto: KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Bharada Richard Eliezer Lumiu telah melewati puncak perjalanan dalam mendapatkan kepastian atas apa yang diperbuat, menurutnya ia bersalah, takut dipersalahkan lalu  patut mendapat hukuman. 

Namun dalam hati kecilnya, ia tidak mau memikul semuanya di pundak sendiri, ia ingin kembali dengan tidak lagi "dipersalahkan" meski ada nista yang menempel dan siap untuk dibersihkan.

Kesetiaan Eliezer kepada kemanusiaan dan hati nuraninya adalah modal utama untuk menggantung dan berharap nasib baik serta tidak terlepas nama  korp yang selama ini disandang.

Melalui sidang Komisi kode etik POLRI (KKEP) yang digelar   pada hari Rabu, 22 Pebruari 2023, sebagai mana dilansir Jawa Pos edisi Kamis Kliwon, 23 Pebruari 2023:

Sidang ini dipimpin oleh tiga orang, sebagai ketua Kombespol Sukeus Ginting, dengan dua anggota yaitu Kombespol Imam Thobroni dan Kombespol Hengky Widjaja. Hasil akhirnya Eliezer dihukum demosi satun tahun dan tetap menjadi anggota Polri.

Perjalanan Eliezer dalam menghadapi peristiwa yang menjadikannya dia tersangka (pembunuh) adalah menjadikan "etika" sebagai tuan, menurutkan hati nuraninya atas apa yang ia jalankan, "bukankah semuanya bergantung kepada niat" dan niatpun tidak akan terwujud bila tidak ada kesempatan. 

Dalam hati nurani Eliezer "tidak ingin ia membunuh" namun keadaan yang membuatnya ia "terpaksa" melakukannya. Mungkin ini adalah cara Tuhan membuka sebuah "baja kekuasaan" yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia.

Beberapa hal yang membuat Komisi Kode Etik Kepolisian (KKEP) memutuskan Eliezer sebagai orang yang salah (dalam hal ini KKEP memastikan bahwa membunuh adalah tindakan salah, maka patut diberi hukuman) dan kejujuran pernyataan sebagai saksi tetap diberi penghargaan.

Maka menjadi menarik ketika beberapa hal yang dilakukan dan dihadapi oleh Elieze ini ternyata berbuah manis yaitu :

MENDAPATKAN MAAF

Peran maaf memaafkan sangatlah penting dalam kehidupan sosial, banyak orang yang hatinya sakit sehingga tidak mau meminta maaf dan memberi maaf. Begitu pula orang yang tidak mau meminta maaf dan memberi maaf akhirnya mengalami sakit hati. 

Seperti apa yang terjadi dalam pembunuhan Brigadir J, beberapa orang merasa tidak bersalah dan tidak ada iktikat baik untuk meminta maaf. 

Ini menunjukkan kelamnya nurani "karena jujur dianggapnya akan hancur". Beda dengan yang dilakukan Eliezer, ia merasa bersalah, karenanya ia meminta permohonan maaf atas kesalahannya.

Gayung pun bersambut, permohonan maaf itu diterima oleh keluarga Brigadir J. Kata kunci maaf-memaafkan ini sangat berpengaruh dalam sidang Komisi Kode Etik Polri. 

Sama halnya bertepuk, bila "hanya sebelah tangan" tidak akan pernah terjadi atau menghasilkan sebuah bunyi dan harmoni. Maka etika yang dipertuankan oleh Eliezer terhubung secara kuat kepada nurani keluarga Brigadir J.

BERSAKSI DENGAN JUJUR

Etika adalah utama dalam kehidupan (sumber gambar: Hamim Thohari Majdi)
Etika adalah utama dalam kehidupan (sumber gambar: Hamim Thohari Majdi)

Dalam istilah Justice collabolator adalah sebutan bagi pelaku kejahatan yang bekerja sama  dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum. Dengan begitu penegak hukum lebih mudah dalam mengambil bukti dan menentukan saksi.

Pernyataan Eliezer telah menjadikan kasusnya terang benderang, sesuai dengan tahapan-tahapan peristiwa, tidak ada yang ditutupi atau ditiadakan, ia menjelaskan secara jujur. 

Kejujuran adalah "etika" norma yang harus ditegakkan agar semua berdiri tegak, tanpa harus menundukkan muka, dalam arti malu ataupun tidak berdaya, sebagaimana yang dilakukan oleh manusia agung Muhammad dan Maryam.

Etika yang dipertuan oleh Eliezer membuatnya ia berbicara mengalir tanpa ada hambatan yang berarti, lancar menegaskan tentang hal-hal yang patut disampaikan. 

Bagaimanapun juga bila seseorang telah didukung oleh tuan "Etika", maka membuatnya semakin tangguh dan kepercayaan diri dan harga dirinya naik dalam derajat yang tinggi, hingga semua orang membuatnya tercengang. 

DALAM KETERPAKSAAN

Setiap perbuatan yang dilakukan dalam keterpaksaan tidaklah memiliki arti sempurna "terpaksa" berarti ada unsur takut bila tidak melakukannya. 

Karena hukum positif menyatakan bila seseorang melakukan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana. Tentu hal ini karena situasinya sangat tidak memungkinkan.

Eliezer berbuat atas ketidak mauannya, ia melaksanakan karena ketidak mampuannya untuk menolak, sungguh hal yang tidak bisa dipilih dan tidak bisa ditolak.

Kewibawaan dan otoritas seorang yang memiliki kekuasaan, bagi anggota atau bawahannya merupakan hal yang sangat luar biasa, "ditakuti" dan "diikuti". 

Banyak orang yang tidak berdaya ketika berada dalam kekuasaan tertentu dan dalam lingkungan penguasa tertentu. Walau semuanya itu adalah konsekuensi, tetapi harus ada pilihan dan kesetiaan.

Sekali lagi, dalam hal ini Eliezer tetap menjadikan etika sebagai tuan, karena sepenuhnya ia tidak pernah meniatkan untuk kejahatan, mungkin juga, harus dilakukan karena tekanan yang begitu berat dan mendalam hingga di dasar lantai

MASIH MUDA

Anak muda, mereka yang akan menjadi generasi mendatang, memiliki banyak kesempatan mengukir prestasi dan bisa menjadi permata-permata bagi bangsanya. 

Seperti yang dikatakan Bung Karno, ia akan menggemparkan dunia bila diberi anak muda, bandingannya adalah kalau orang tua cukup menggetarkan semeru.

Kehormatan bangsa terhadap anak muda, patutlah menjadi perhatian dan patut diapresiasi. Ketika anak muda menjadikan etika sebagai tuan.

Maka ia akan terselamatkan dari perencanaan-perencanaan kotor, ia berusaha untuk melakukan hal-hal baik, ia meniti hidup akan lebih berhati-hati dan menuju kepada kedamaian lingkungannya.

Dari kasus ini patut untuk dijadikan acuan bagi pemuda yang sudah terlanjur "basah" segera mengeringkan diri untuk menjadikan langkah lebih gesit, menjadikan jejak-jejaknya terekam dengan penuh artistik. 

Akan menjadi pengisi sejarah dan selalu menjadi pengingat seperti "Eliezer",  semoga dunia mengenangnya hingga tua dan memberi power kepada anak muda yang "tersesat"

SOPAN

Kesopanan adalah yang dianggap paling dekat dengan "etika", orang sopan berarti memiliki etika, berarti pula mentaati norma yang telah ditentukan dan berlaku dalam masyarakatnya.

Sopan santun itulah yang selalu digenggam dalam norma sosial, meletakkan pada tempatnya dan menghormati sesuai kedudukannya. Beretika berarti sanggup beradaptasi dengan lingkungan yang baru ditempati baik dalam waktu singkat atau untuk menetap.

Pada konteks tulisan ini, menjadikan anak muda yang memiliki sopan santun haruslah dikuatkan upayanya, dibuatlah sopan santun dalam rumah tangga ditegakkan, diterapkan sopan santun dalam lingkungan kerja, diajarkan dan dipahamkan serta dipraktekkan sopan santun dalam dunia pendidikan.

Etika dan sopan santun menjadi dua sisi yang tak terpisahkan, menjadikan sesuatu lebih bernilai ketika sopan santun diterapkan dan etika dijadikan tuannya. 

Era digital, sopan santun yang sudah mulai turun nilainya dan bahkan jarang dipraktekkan, dengan peristiwa ini, mari jadikan etika sebagai tuan dan bersama-sama diyakini, bahwa etika adalah sang penyelamat dalam kehidupan. 

Tanpa etika seperti hewan-hewan yang lepas dari ikatan dan kabur dari sangkarnya, apa yang akan terjadi ?

Tetaplah dan tetapkan etika sebagai tuan sang penyelamat kehidupan.

PERMOHONAN MAAF

Bila diawal Eliezer dimaafkan oleh keluarga Brigadir J, sehingga meringankan hukuman, maka pada akhir perjuaangan keadilan, Eliezer harus meminta maaf kepada institusi POLRI.

Hal ini merupakan langkah yang berimbang, ia mengakui kesalahan dan bersedia meminta maaf karena telah membuat kepolisian sempat kelam. 

Maka yang dilakukan Komisi Kode Etik Polri merupakan langkah maju dengan memberi nilai kemanusian kepada Eliezer dan menaikkan kewibawaan institusi POLRI.

Diharapkan dengan permohonan maaf kepada institusi, ada pemisah antara institusi dan individu yang kemudian disebut dengan oknum, sehingga oknum boleh salah namun institusi harus tegak dalam menjalan visi dan misinya.

Tuan Etika telah memberi arah terang tentang maaf memaafkan yang memiliki makna dan sangat berguna bagi kehidupan umat manusia dan alam semesta. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun