Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rujuk Solusi Balik ke Mantan

10 Februari 2023   22:50 Diperbarui: 10 Februari 2023   22:53 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila pasangan suami isteri telah melakukan putus hubungan atau perceraian, biasanya ada rasa penyesalan atas keputusan yang diambil, mengapa harus cerai ?, khususnya bagi pasangan suami isteri  yang merasa ada kesalahan persepsi atau kekurang tepatan dalam berkomunikasi, sehingga harus mengakhiri dengan perceraian.

MASA INKUBASI

Bagi sebagian orang, perceraian dibutuhkan untuk mengambil jarak dan mengurangi intensitas pertemuan dengan pasangannya. Sementara waktu berada dalam ruang yang berbeda dan kembalinya hak-hak dari hak bersama menjadi hak individu.

Saat pasca perceraian adalah waktu yang tepat untuk menyuling kotoran-kotoran pikiran dan kerak yang menghambat kelancaran komunikasi. Kekeruhan dalam nuansa rumah tangga disaring dan diendapkan hingga betul-betul tampak bening dan bisa dinikmati kesegarannya.

Masa inkubasi adalah meluruhkan seluruh emosi negatif dan menghilangkan pening pikiran. Proses introspeksi diri mengapa bisa begini dan apa yang harus dilakukan untuk kebaikan diri di kemudian hari.

Untuk menyempurnakan proses inkubasi, sangat dianjurkan supaya banyak menimba pengetahuan dan pengalaman dari orang lain, utamanya orang tua atau orang yang dituakan atau orang yang dianggap tepat menjadi figur dan tempat mengurai keruwetan diri.

Dengarkan kata orang (tidak mencari-cari atau bertanya atau meminta pendapat) tentang diri sendiri. Kalau memang tidak ada informasi dan tidak orang yang "menggosipkan", maka fokus menyusun langkah ke depan, langkah penyempurnaan.

Usai masa inkubasi berakhir, akan muncul pertanyaan dengan kesadaran tingkat tinggi lalu memunculkan sebuah pertanyaan "apa yang harus aku lakukan". Tentu hal ini terjadi dari dinginnya pikiran dan tenangnya hati. 

BEDA RASANYA JOMBO TULEN DENGAN DUREN 

Duda (sebutan Suami yang tidak lagi beristreri) atau janda (sebutan bagi isteri yang sudah tidak lagi bersuami) sangat berbeda rasanya dengan jomblo tulen (orang yang belum menikah sama sekali). 

Jomblo tulen yang dipikirkan adalah kapan menikah dengan siapa harus menikah untuk menghilangkan status kejombloannya. Sedangkan bagi duda atau janda yang dirasakan seperti kesepian adalah rasa kehilangan pasangan yang membuatnya hambar bahkan getir setelah sekian waktu memiliki pendamping. 

Duda atau janda masih memiliki kesempatan untuk kembali kepada pasangannya, namun rasa menuju persatuan kembali adalah tarik menarik sebuah keraguan antara ya dan tidak, bisa atau tidak dan bayang ketakutan yang terbesar adalah "bisakah aku memulaianya lagi dan menjadi lebih baik".

Status jomblo tidak banyak dibicarakan dari pada duda atau janda. Jomblo bila melakukan kerjasama dan berteman dan berinteraksi dengan lawan jenis, tidak begitu dicibir dan dianggap wajar sebagai upaya untuk mendapat perhatian dan mengikat calon pasangannya. 

Namun tidak bagi duda atau janda, bila melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan sang jomblo, bisa jadi orang mencibir "ooo... ini ya yang merusak rumah tangganya ". "O.... ini ya yang diidamkan" dan lainnya. Bebannya lebih berat bagi diri sendiri, menjadi  lebih berat karena  ditambah dengan beban yang diberikan oleh masyarakat. 

Duda keren atau lebih dikenal dengan Duren, begitu juga janda memunculkan banyak sebutan dan yang paling populer adalah "rondo teles" dan "janda kembang", rasanya memang beda bila melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan sang jomblo tulen. Maka segera ambil sikap untuk menata pesona diri lebih baik dan lebih menarik untuk menghilangkan firmah yang berkembang di masyarakat.

RUJUK YANG DIBOLEHKAN 

Istilah rujuk sudah akrab di telinga, menjadi istilah yang sudah populer, khusunya dalam hal perkawinan atau pernikahan banyak lirik lagu yang menyebut atau dalam karya sastra lainnya juga sering disadur untuk kisah-kisah percintaan.

Meski begitu  perlulah diketengahkan tentang definisi rujuk untuk merefresh pengetahuan tentang rujuk. Wikipedia menyebut bahwa rujuk adalah bersatunya kembalinya suami isteri dalam ikatan pernikahan. Artinya dalam konteks perkawinan , kata rujuk adalah menunjukkan makna kembalinya suami dan isteri untuk membangun rumah tangganya, tanpa harus melaksanakn akad nikah lagi, dan menyatakan kehendak rujuknya di depan Pegawai Pencatat Nikah, setelah syarat dan ketentuan yang berlaku dipenuhi.

Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974  dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tidak mengatur secara gamblang tentang rujuk. Istilah rujuk dapat ditemui di Kompilasi Hukum Islam (KHI) ada bab khusus pembahasan tentang rujuk.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) membahas khusus rujuk di BAB XVIII, pasal 163  seorang suami dapat merujuk isterinya dalam masa iddah, bagi perceraian kesatu, selaian disebabkan karena zina, khuluk (perceraian atas kehendak isteri) dan qobla dhuhul (belum terjadi hubungan seksual suami isteri).

Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Pencatatan Nikah BAB X Tentang Pencatatan Rujuk, pasal 33, meliputi ;

  • Suami isteri memberitahukan kepada Pegawai Pencatat Nikah dengan membawa akta cerai dan surat keterangan dari kepala desa/lurah atau Kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
  • Kelengkapan administrasi tersebut diteliti dan diperiksa utamanya akta cerai dalam masa Idah
  •  Setelah dinyatakan persyaratannya terpenuhi, maka suami mengucap ikrar rujuk
  • Kepala KUA atau kepala Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri mencatat peristiwa rujuk

Selanjutnya pada pasal 34 menegaskan, setelah Akta Rujuk diserahkan kepada suami isteri, kemudian dibawa ke Pengadilan untuk mengambil buku nikahnya.

Peristiwa rujuk, tidak menggunakan akad rujuk, tetapi ikrar yang dilakukan oleh sang suami dan isteri menyetujui. Setelah rujuk tidak mendapatkan buku nikah baru, buku nikah yang lama, artinya buku nikah tertulis sebagaimana waktu pernikahan yang dahulu bukan saat rujuk. 

SAATNYA KEMBALI KE MANTAN

 Masa Iddah atau masa tunggu ( jeda waktu untuk bisa rujuk atau kembali suami isteri melanjutkan rumah tangganya) memiliki makna yang mendalam dan memberikan kesempatan suami isteri untuk berdamai dan berikrar memperbaiki rajutan keluarganya.

Stop, jangan berpikir bahwa masa iddah justru mengenang masa lalu dengan sang pacar (mantan), namun Kembali ke mantan bagi pasangan suami isteri sabagai mantan pasangan resminya.

Apa yang menjadi penyebab perceraian di antaranya adalah ketidk cocokan, tidak rukun dan lebih fokus memandang keburukan dan kekurangan pasangannya. 

Namun yang perlu diketahui, berganti dengan orang lain untuk menjadi pasangan barunya  tidak menjami  akan lebih baik, bisa jadi justru semakin sengsara dan menyakitkan. Untuk itu bila masih sama-sama berharap untuk bersatu kembali, jauh lebih baik karena masing-masing sudah tahu lekuk dan celah masing-masing, sehingga dihindari bagi sesuatu yang membuat kerenggangan dan diperkuat yang megarah kepada tumbuhnya kasih sayang.

Orang baru, hasrus memulai dari nol. Orang baru belum teruji kesetiaan dan ketulusannya. Masih misteri dan mungkin hanya memberi beribu janji.

Kembali ke mantan, rujuk dan bangun lebih kokoh rumah tangga impian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun