Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa prinsip perkawinan adalah calon suami istri harus matang jiwanya.
Itu, tentu saja, agar tercapai tujuan perkawinan dan tidak berakhir dengan perceraian serta mendapatkan keturunan yang baik dan sehat, maka harus dicegah bila ada perkawinan di bawah umur.
Usia perkawinan sebelum usia 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan tergolong perkawinan di bawah umur, artinya di bawah umur minimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang No 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Tentang PerkawinanÂ
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dengan tegas menyebut perkawinan di bawah umur sebagai perkawinan anak, bukan pernikahan atau perkawinan dini.Â
Padahal selama ini yang dibesar-besarkan di media adalah pernikahan dini seperti Pada Rabu Legi 25 Januari 2023 Jawa pos di halaman depan termuat judul "Setahun, Nikah Dini capai 51 ribu kasus, dari jumlah tersebut di menyumbang angka 15,095.Â
Besaran angka tersebut bersumber dari Putusan Dispensasi Kawin yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabaya. Khusus di Jawa Timur meskipun angka tersebut cenderung turun dari tahun sebelumnya sejumlah 17.151.
Bila merujuk kepada kata "dini" artinya pagi sekali dan belum waktunya. Maka secara umum perkawinan dini adalah perkawinan yang dipaksakan atau disegerakan sebelum waktu (usia) yang ditentukan, bahasa lain dari perkawinan dini adalah perkawinan yang dilakukan secara tergesa-gesa.
Mengapa harus segera dilakukan? Karena ada sesuatu hal yang memaksa untuk disegerakan baik orang tua ataupun keadaan.Â
Sedangkan perkawinan anak maka obyek bahasan adalah jelas yaitu anak, artinya seseorang yang masih dalam kekuasaan orang tuanya dan belum bisa melakukan perbuatan secara mandiri sepenuhnya dalam berbagai hal.