Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sudah Siapkah Sekolah Tanpa PR

28 Oktober 2022   22:44 Diperbarui: 28 Oktober 2022   22:47 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SEKOLAH TANPA PR JANGAN BALIK KUCING (Sumber Gambar : Hamim Thohari Majdi)

Teringat peristiwa tahun 2000, sedang gencar penyelenggaraan sekolah satu hari penuh (full days school) dengan konsep 3 in 1, belajar, bermain dan les). Siswa menuntaskan seluruh aktivitas belajarnya di sekolah.

Full days school lama siswa di sekolah 8 jam, sepertiga waktu anak dihabiskan bersama guru dan teman-teman, berangkat pagi pulang petang, membuat anak memiliki kesempatan terbatas berinteraksi dengan orang tua dan saudara di rumah.

Pola layanan 3 in 1 tidak saja membuat nyaman siswa ketika pulang sekolah. Juga tenaga pendidik  dan tenaga kependidikan lainnya. Sehingga benar-benar beda suasana di sekolah dan di rumah. Siswa dan guru tidak membawa pekerjaan rumah, waktu dipergunakan sepenuhnya untuk keluarga.

TANPA PR BUKAN BERARTI TANPA MASALAH

Tanpa PR membuat anak bebas berpacu dengan waktu di berbagai tempat, bisa bersantai ria dan terlihat bermalas-malasan.

Bagi beberapa wali murid (orang tua) tidak sepenuhnya mau menerima konsep siswa tanpa PR, dalam persepsi orang tua yaang disebut dengan anak brlajar adalah memegang dan memandangi buku, sehingga bisa diambil kesimpulan yang dangkal yaitu belajar sama dengan membaca, orang tua bila melihat anak-anak tidak memegang buku dianggapnya tidak belajar.

Dalam pertemuan wali murid pada acara penyerahan hasil belajar tengah semester  seorang bapak menyampaikan saran kepada ibu wali kelas "bu guru, tolong anak saya diberi PR, di rumah suka nonton tv, malas-malasan, mengganggu adik-adiknya"

Pernyataan bapak tersebut diiyakan oleh sebagian besar wali murid, meledak memecahkan kesunyian, seakan para wali murid menemukan waktu tepat menumpahkan uneg-uneg perihal anak mereka yang bebas berekspresi lepas sekolah, orang tua merasa terganggu, akhirnya harus turun tangan mengurus dan menenangkan anak-anak.

Hal di atasa adalah salah satu gambaran betapa masih ada orang tua yang belum siap anaknya pulang tanpa ada PR.

SUDAH SIAPKAH GURU TANPA PR

Sekolah tanpa PR adalah kemerdekaan hakiki para siswa, mereka menyambut penuh lapang dada dan seribu tangan terbuka. Karena begitu keluar dari  gerbang sekolah, masuklah dalam zona santai, kalem dan melepas atribut sebagai siswa dan menanggalkan beban yang di pundak.

Pertanyaan yang harus diajukan berkaitan dengan rencana siswa merdeka PR adalah kesiapan guru,  siapkan guru menghabiskan bahan ajar tanpa memberi waktu tambaham belajar di rumah? 

Guru harus ektra menemukan strategi mengajar yang efisien dan efektif, keterbatasan waktu dan anggaran harus tetap berinovasi bagaimana materi ajar bisa dipahami oleh siswa. Bukankah guru-guru kita masih senang dengan cara lama, tanpa memedulikan hasil yang kurang optimal dan tertinggal jaman.

Bila guru tidak siap melakukan inovasi pembelajaran, maka siswa dibebaskan PR menjadi PR berat bagi penyelenggara pendidikan. Menambah beban pengajar dan keruwetan penyiapan bahan ajar.

JANGAN ASAL COBA

Kecenderungan ganti nahkoda ganti kebijakan sulitlah dipungkiri, lain ladang lain belalang, masing-masing orang memilili selera dan daya juang berbeda satu dengan lainnya,  maka wajarkan ada pengubahan titik tujuan dan cara dalam menggapai tujuan. 

Meski ada perbedaan karakter, manun jangan sampai mengubah hal fundamental,  boleh berbeda cara mencapai tujuannya. 

Begitu pula niatan ganti kebijakan tidak bolek membelokkan tujuan bahkan bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan negara ksaatuan Republik Indonesia.

Hal yang dilakukan setenga-setengah pasti tidak memiliki bentuk. Hanya gegap gembita pada pencanangannya. 

Sebelum siswa dibebaskan PR benar-benar diterapkan, pastikan nudah dilalsanakan, sehingga tidak akan balik di tengah jalan. Siswa merdeka PR harus menumbuhkan rasa kemerdekaan dan kebebasannya tidak ada lagi balik kanan alias dilarang balik di tengah jalan. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun