Sekolah tanpa PR adalah kemerdekaan hakiki para siswa, mereka menyambut penuh lapang dada dan seribu tangan terbuka. Karena begitu keluar dari  gerbang sekolah, masuklah dalam zona santai, kalem dan melepas atribut sebagai siswa dan menanggalkan beban yang di pundak.
Pertanyaan yang harus diajukan berkaitan dengan rencana siswa merdeka PR adalah kesiapan guru, Â siapkan guru menghabiskan bahan ajar tanpa memberi waktu tambaham belajar di rumah?Â
Guru harus ektra menemukan strategi mengajar yang efisien dan efektif, keterbatasan waktu dan anggaran harus tetap berinovasi bagaimana materi ajar bisa dipahami oleh siswa. Bukankah guru-guru kita masih senang dengan cara lama, tanpa memedulikan hasil yang kurang optimal dan tertinggal jaman.
Bila guru tidak siap melakukan inovasi pembelajaran, maka siswa dibebaskan PR menjadi PR berat bagi penyelenggara pendidikan. Menambah beban pengajar dan keruwetan penyiapan bahan ajar.
JANGAN ASAL COBA
Kecenderungan ganti nahkoda ganti kebijakan sulitlah dipungkiri, lain ladang lain belalang, masing-masing orang memilili selera dan daya juang berbeda satu dengan lainnya, Â maka wajarkan ada pengubahan titik tujuan dan cara dalam menggapai tujuan.Â
Meski ada perbedaan karakter, manun jangan sampai mengubah hal fundamental, Â boleh berbeda cara mencapai tujuannya.Â
Begitu pula niatan ganti kebijakan tidak bolek membelokkan tujuan bahkan bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan negara ksaatuan Republik Indonesia.
Hal yang dilakukan setenga-setengah pasti tidak memiliki bentuk. Hanya gegap gembita pada pencanangannya.Â
Sebelum siswa dibebaskan PR benar-benar diterapkan, pastikan nudah dilalsanakan, sehingga tidak akan balik di tengah jalan. Siswa merdeka PR harus menumbuhkan rasa kemerdekaan dan kebebasannya tidak ada lagi balik kanan alias dilarang balik di tengah jalan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H