Salah satu kunci sukses sebagai pembicara ulung adalah menjadi pendengar yang baik. Sebagaimana tujuan komunikasi adalah tersampainya pesan, dimengerti dan adanya respon atau tindakan.Â
Di masa kecil orang tua sangat berharap anaknya segera bisa bicara, selalu dikudang, orang tua mengucapkan kata kata tertentu dan ekspresi wajah dengan pendalaman peran. Memancing agar tertawa dan rauangan kecil.
Pada tahap anak-bisa bicara, ada sebagian orang tua mendapatkan masalah kebisingan, anak bicara terus menerut sulit dikendalikan. Lalu pada masa dewasa dan remaja sering mengalami kegagalam dalam berkomunikasi, teman-temannya menjauh. Karena anak yang hobi ngomong sering menguasai suasana, walau kadang seru mendengar ceritanya.Â
Bila menginginkan buah hati sebagai pribadi anggun diam menghanyutkan. Haruslah bisa berkomunikasi secara efektif, tahu tata krama dan etika.Â
Ayah bunda, mari sejenak memperhatikan kandungan surat Al Isra' ayat 23 yang artinya :
Dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. jika salah satu atau keduanya, sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu. Maka sekali-kali janganlah engkau  mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"  dan janganlah engkau membentak keduanya, dan hendaklah ucapkan keduanya perkataan yang baik.
BELAJAR DENGAN LANSIA
Menghadapi orang tua yang telah memasuki usia lanjut membutuhkan berlipat benteng kesabaran. Belajarlah menjadi pendengar yang baik dari apa yang dikatakan atau tingkah lakunya membutuhkan perhatian khusus.Â
Usai dari menghadiri akad nikah, seorang kakek menghampiri sambil melempar sapu yang digenggam sejak pagi. Dengan penuh keakraban si mbah yang sama sekali saya tidak kenal dan baru kali pertama bertemu, memegang erat tangan dengan kuat dan berkata " maaf ya mas tadi ucap salam ke mbah ya, pendengaran embah sudah kurang berfungsi", memang saya waktu lewat di depan rumah si mbah sambil bilang "permisi mbah, numpang lewat"
Usia si mbah hampir satu abad, tepatnya sembilan puluh dua tahun. Ketika saya hendak berucap telinganya didekatkan ke mulut saya, berkali kali saya harus mengulang apa yang saya ucapkan sekadar untuk  mendapatkan anggukan kepala sebagai tanda mengerti atau pesan sampai.
Ayah bunda bisa mengajari buah hati melalui kakek neneknya atau orang yang dikenalnya dalam mengasah keterampilan mendengar. Dengan orang tua harus memasang telinga memfokuskan pembicaran.
Agar lancar dan tercipta keramahan, maka anak diberikan rambu-rambu atau trik-trik agar bisa bergaul mesra dengan si embah atau orang yang lebih sepuh. Kebiasaan ini bila dirajut dengan benar akan menjadikan anak terbiasa menggunakan  lebih banyak telinganya dibanding mulutnya.
JANGAN MENYELA
Dengan orang lanjut usia anak-anak bisa belajar menjadi pendengar yang tidak mudah bosan, para lansia selalu mengatakan berulang-ulang. Sehingga alur ceritanya sudah bisa ditebak.
Dua malam lalu, sambil mengusir kebosanan menunggu acara selesai, mendekatlah saya di tempat kakek duduk seorang diri. Kami bertukar identitas diri, dilanjutkan berkisah masa lalunya, sebagai seorang sopir truk gandeng, ia berkelakar seorang sopir "kalau makan seperti ratu, kalau tidur seperti asu (anjing)". Suatu ketika perjalanan arah Jakarta, kantuk sudah tak tertahan, dicarilah tempat untuk memarkir kendaraan, lalu terpal di gelar di bawah truk. Pernah suatu ketika bermimpi seperti berada di medan perang, baku tembak suaranya memekakkan telinga hingga terbangun, ternyata ada truk gandeng lewat, karena tidak ada muatan mengeluarkan bunyi "glontang-glontang". Sebagai seorang ratu, makan secara leluasa memilih di mana saja mampir makan. Ia mengulang ceritanya hingga lima kali sebelum akhirnya saya pamit karena yang ditunggu sudah datangÂ
Kiat kedua ini disimbulkan dalam ayat di atas janganlah dengan orang sepuh mengatan "uh" atau "ups" sebagai tanda menyela atau orang lain tidak boleh melanjutkan apa yang dikatakan.
Sekali lagi mendengarkan dengan penuh empati untuk bisa memahami dan memberikan kehangatan. Pendengar yang baik hadirkan suasana bahagia dan ceria. Hanya menjadi pendengar setia.Â
JANGAN MEMBENTAK
Semua orang memiliki pengalaman membentak, semoga bukan menjadi karakter, "aku sudah tidak kuat mendengar nasihatnya" salah satu alasan seorang anak yang membentak orang tuanya.
"Ucapannya panas, memekakkan telinga" sahut seorang mahasiswa dalam sebuah diskusi salah satu mata kuliah tugas akhir. Mahasiswa sering kali terpancing emosinya karena tidak mampu membentengi telinga dari serangan kata-kata berbisa yang dilontarkan lawan bicara atau mitra diskusi.
Berarti menjadi pendengar yang baik sangatlah banyak tantangannya, pelampiasannya adalah membentak mencaci bahkan dengan ucapan "diam kau" Â padahal yang paling bijak harusnya dirinyalah yang lebih awal diam sehingga suasana segera aman dan damai.
Itulah gambaran yang terjadi bila saling berebut menjadi pembicara, bukan berebut diam menjadi pendengar. Pesan dalam ayat dengan orang lanjut usia jangan membentak, terhadap orang yang tidak mampu membalas, ini memberi pelajaran bahwa dalam suasana unggulpun lebih bijak menjadi pendengar bila tidak sangat sibutuhkan berbicara dan berkata-kata.
Anak-anak harus diajari untuk memahami dan menahan diri agar bijak menjadi pendengar dan tidak mudah membentak. Bentak membentak bukanlak bagian dari ketrampilan berbicara di depan banyak orang, tetapi menjatuhkan diri dari harga yang semestinya disandang.
BERKATALAH BAIK
Pendengar yang baik adalah jalan utama menjadi pembicara efektif. Atau kata lain menyebut dengan jago ngomong haruslah menjadi raja pendengar.
Anak yang telah lulus menjadi pendengar yang baik akan memilih kata dan dirangkai dalam kalimat indah menyejukkan. Keterpaksaan berbicara karena momen yang mengharuskan.
Sedikit bicara bagaikan mutiara penuh kilau akan dinantikan banyak orang hasil didikan ayah dan bunda dengan mengkiblat pada komunikasi dengan para lansia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H